Yulianus Paonganan alias Ongen menceritakan soal dirinya yang mendapat amnesti dari Presiden RI Prabowo Subianto.
Amnesti merupakan pengampunan atau penghapusan hukuman, diberikan oleh kepala negara kepada seseorang atau sekelompok orang yang telah melakukan tindak pidana tertentu.
Yulianus Paonganan sempat terjerat kasus penghinaan terhadap Presiden ke7 RI, Joko Widodo (Jokowi) pada tahun 2015 lalu.
Hampir 10 tahun berlalu, kini Yulianus Paonganan mendapat amnesti dari Prabowo.
Tak hanya Yulianus, Prabowo memberikan amnesti kepada 1.178 narapidana, termasuk untuk Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.
"Amnesti ini diberikan kepada 1.178 orang. Salah satunya adalah Pak Hasto Kristiyanto. Yang lainnya adalah Yulianus Paonganan atas kasus ITE terkait penghinaan terhadap kepala negara,” kata Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (1/8/2025).
Menanggapi hal tersebut, Yulianus Paonganan pun menyampaikan ucapan terima kasih kepada Presiden Prabowo atas pemberian amnesti terhadap kasus UU ITE yang menimpanya sejak akhir 2015.
Menurut Yulianus, momen ini sangat berarti baginya dan keluarga. Apalagi ia mengaku kasus yang menjeratnya kala itu, menguras tenaganya hampir 10 tahun.
“Perjalanan kasus ini sangat melelahkan dan menguras energi saya selama hampir 10 tahun. Tapi pada hari ini, 1 Agustus 2025, saya mendapatkan amnesti dari Presiden Prabowo. Sekali lagi, terima kasih, Bapak Presiden. Tuhan memberkati,” kata Yulianus melalui pernyataan tertulis, Sabtu (2/8/2025).
Meski begitu, Yulianus tetap menyampaikan menyampaikan harapan untuk Mantan Presiden RI asal Solo, Jokowi.
“Untuk Pak Jokowi, saya ucapkan selamat menjalani hidup sebagai warga negara biasa pasca lengser."
"Saya berharap beliau tetap sehat dan diberkati oleh Tuhan dalam setiap langkah hidupnya,” ungkapnya.
Ongen Ucap Terima Kasih ke Prabowo: Layak Disebut Bapak DemokrasiDalam kesempatan berbeda, Yulianus alias Ongen menilai, Presiden Prabowo adalah sosok yang pantas menyandang gelar “Bapak Demokrasi Indonesia”.
“Menurut saya, Prabowo layak disebut Bapak Demokrasi. Bayangkan saja, beliau adalah jenderal jebolan Orde Baru, bahkan menantu dari Presiden Soeharto."
"Tapi dalam perjalanan politiknya, beliau menunjukkan dedikasi luar biasa pada prinsipprinsip demokrasi," katanya dalam sebuah wawancara dengan awak media di sebuah cafe kawasan Jakarta Selatan, kepada wartawan, Minggu (3/8/2025).
Ongen menjelaskan, Prabowo tidak memilih jalan pintas atau kekuasaan yang instan setelah “pengasingan” politiknya di Jordania pasca reformasi.
Dikatakan Ongen, Prabowo justru membangun kekuatan politik dari bawah dengan mendirikan Partai Gerindra dan mencalonkan diri dalam beberapa kali pemilihan umum (Pemilu) presiden.
Hasilnya, meski sempat mengalami kekalahan, Prabowo menerima hasil demokratis dengan sikap kenegarawanan. Hal itu, dianggap langka oleh Ongen.
Kini, ketika Prabowo mendapat amanah rakyat memimpin Indonesia sebagai Presiden, setelah sempat kalah dalam pemilihan presiden.
Di tengah perjalanannya memimpin bangsa, Prabowo dinilai menjunjung tinggi prinsip persatuan nasional.
Terlebih, Prabowo juga memberikan amnesti dan abolisi kepada lebih dari seribu narapidana politik dan hukum. Menurut Ongen, itu bukti nyata sikap kenegarawanan yang tinggi.
“Ini bukan hanya langkah hukum, ini adalah sejarah baru dalam wajah demokrasi kita. Meski masih ada saja yang nyinyir, rakyat yang jernih akan tahu bahwa ini bukti seorang pemimpin yang memikirkan rekonsiliasi, bukan rivalitas,” kata Ongen.
Ia menambahkan, setiap pemimpin tentu memiliki kekurangan. Namun, hal itu harus dipandang secara komprehensif dan holistik.
“Dari semua sisi itu, saya melihat Prabowo adalah pemimpin masa depan sekaligus penjaga warisan demokrasi masa kini.”
Kilas Balik Kasus Yulianus alias OngenYulianus Paonganan sebelumnya ditangkap polisi pada Desember 2015 atas unggahan di media sosial Twitter yang dinilai menghina Presiden ke7 RI Joko Widodo.
Kala itu, Yulianus memposting gambar yang menampilkan Jokowi bersama artis Nikita Mirzani, yang kemudian dianggap sebagai bentuk penghinaan terhadap Jokowi.
Akibat postingannya, Yulianus pertama kali ditetapkan menjadi tersangka penghinaan Jokowi oleh Bareskrim Polri.
Polisi menganggap tagar tersebut mengandung unsur pornografi dan membuat Ongen dijerat Pasal 4 ayat (1) huruf a dan e UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.
Selain itu, dia dijerat Pasal 27 ayat (1) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik.
Yulianus pun menjalani persidangan sebagai terdakwa kasus UU ITE.
Sosok Yusril Ihza Mahendra sebagai penasihat hukum Ongen saat itu terus mendampinginya di persidangan.
Singkat cerita, majelis hakim membebaskan Ongen dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (10/5/2016).
Ongen diputus bebas saat sidang ketiga dengan agenda putusan sela. Saat itu, hakim menerima keberatan dari kuasa hukum Ongen.
"Mengadili, menerima keberatan penasihat hukum terdakwa. Menyatakan surat dakwaan penuntut umum batal demi hukum. Memerintahkan agar persidangan perkara pidana atas nama terdakwa Yulianus Paonangan dibebaskan dari tahanan," kata hakim Nursiyam, seperti diberitakan Tribunnews.com sebelumnya.
PRABOWO BERI AMNESTI Presiden RI Prabowo Subianto saat di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, pada Rabu (16/7/2025) sore. Yulianus Paonganan berterima kasih kepada Presiden Prabowo atas pemberian amnesti terhadap kasus UU ITE yang menimpanya sejak akhir 2015. (Istimewa)Meski demikian, Ongen hanya dinyatakan terlepas dari perbuatan sebagaimana yang didakwakan jaksa.
Pasalnya, dalam sidang tersebut, belum masuk pada substansi perkara.
Sementara, anggota tim kuasa hukum Ongen, Bagindo Fahmi mengungkapkan, ada tiga hal yang membuat hakim akhirnya memutus bebas kliennya.
Pertama, terkait surat dakwaan JPU yang tidak disertai tanggal pembuatannya.
Fahmi mengatakan dengan tidak adanya hal tersebut, dakwaan jaksa terhadap Ongen tidak jelas karena tidak diketahui tempus delictinya atau waktu kejadian serta perbuatannya.
Kedua, penyampaian surat dakwaan seharusnya juga dilakukan bersamaan dengan pelimpahan perkara berdasarkan Pasal 143 ayat (4) KUHAP.
Terakhir, perpanjangan masa penahanan yang dilakukan jaksa tidak dilakukan berdasarkan putusan hakim.
Setelah putusan hakim itu, jaksa mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta.
Namun, putusan tersebut justru diperkuat oleh hakim PT DKI Jakarta dalam nomor putusan 157/PID/2016.PT DKI tertanggal 23 Juni 2016.
Jaksa kemudian menyerahkan surat dakwaan baru ke PN Jakarta Selatan setelah putusan banding tersebut dibacakan.
Dalam sidang tersebut, Ongen dinyatakan bersalah dan divonis satu tahun penjara dan denda Rp500 juta subsidair tiga bulan kurungan.
Ongen lantas mengajukan banding ke PT DKI Jakarta dan berujung ditolak berdasarkan putusan Nomor 157/PID/2016/PT DKI tertanggal 23 Juni 2019.
Pihak Ongen pun mengajukan kasasi dan tetap berujung ditolak oleh MA berdasarkan putusan Nomor 3265 K/Pid.Sus/2019 tertanggal 31 Oktober 2019.
Sebagai informasi, sejak tahun 2013 menjelang Pemilu Presiden 2014, Yulianus memang dikenal sebagai pengkritik keras Joko Widodo.
Ia secara terbuka menyatakan ketidakpercayaannya terhadap kapasitas Jokowi dalam memimpin Indonesia.
Bahkan, Ongen merupakan salah satu figur yang gencar mempertanyakan keaslian ijazah Jokowi dan berbagai kebijakan pemerintahan kala itu.
Doktor di bidang ilmu kelautan lulusan IPB ini, juga dikenal luas sebagai pendukung Prabowo Subianto, terutama selama masa kampanye Pilpres 2014 dan 2019.
Ongen Dapat Amnesti PrabowoTerbaru, Presiden Prabowo Subianto memberikan amnesti kepada narapidana jelang Hari Kemerdekaan ke80 RI, 17 Agustus 2025.
Menteri Hukum RI (Menkum) Supratman Andi Agtas menjelaskan, pemberian amnesti tidak hanya diberikan kepada Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto, namun ada 1.178 narapidana yang juga mendapat hadiah serupa.
Satu di antaranya tersangka kasus ITE dengan motif penghinaan nama baik presiden, yakni Yulianus Paonganan.
"Kemarin jumlahnya ada yang saya salah sebutkan ya, kalau amnesti itu jumlahnya 1.178," kata Supratman dalam jumpa pers di kantor Kementerian Hukum RI, Jakarta, Jumat (1/8/2025) malam.
"Itu kasus ITE juga Jadi Yulianus Paonganan, itu kasus ITE juga jadi yang terkait dengan penghinaan kepada Kepala Negara," imbuhnya.
Supratman lantas membeberkan jumlah penerima amnesti bebas dari Presiden Prabowo berdasarkan kasusnya. Ada yang merupakan tersangka kasus narkoba hingga gangguan jiwa.
"Ada pengguna narkotika, kemudian ada makar tanpa senjata yang di Papua sebanyak 6 orang. Kemudian ada orang dalam gangguan jiwa 78 orang. Kemudian penderita paliatif 16 orang," jelasnya.
Kemudian, ada yang disabilitas dari sisi intelektual 1 orang, usia yang lebih dari 70 tahun 55 orang.
"Tadi yang saya sebutkan Yulianus Paonganan 1 orang dan Pak Hasto Kristiyanto. Kemudian di luar itu juga ada penghinaan kepada Kepala Negara ITE juga 3 orang," jelas Supratman.
Selain itu, Prabowo memberikan abolisi kepada satu orang tersangka, yakni mantan Menteri Perdagangan RI (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong.
Alasan Prabowo Beri Amnesti dan AbolisiDPR resmi menyetujui dua surat Presiden Prabowo terkait pemberian abolisi dan amnesti dalam rapat konsultasi yang digelar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Rabu (31/7/2025).
Adapun surat pertama menyangkut permintaan pertimbangan abolisi dan pemberian amnesti terhadap 1.116 orang. Termasuk terpidana kasus suap yang juga Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto.
Abolisi adalah hak yang dimiliki kepala negara untuk menghapuskan tuntutan pidana terhadap seseorang atau sekelompok orang yang melakukan tindak pidana.
Pada Jumat (1/8/2025) malam, Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, menyebut sebanyak 1.178 narapidana yang memenuhi syarat telah ditetapkan sebagai penerima amnesti.
Supratman mengungkapkan alasan Presiden Prabowo Subianto memberikan amnesti, termasuk kepada Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.
Hasto sebelumnya divonis 3,5 tahun penjara kasus suap eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan, dalam pengurusan Pergantian Antar Waktu (PAW) anggota DPR RI, Harun Masiku.
Setelah mendapat amnesti, Hasto bisa menghirup udara bebas setelah mendekam di penjara atas kasusnya.
Pemberian amnesti itu, bukan tanpa alasan. Presiden Prabowo rupanya memiliki berbagai pertimbangan dalam mengambil keputusan.
Menkum Supratman menyampaikan, Prabowo memiliki keinginan agar semua elemen politik bersamasama membangun bangsa Indonesia.
"Presiden sama tidak sama kali mencampuri urusan proses hukum, tetapi presiden mempunyai pertimbangan bagaimana seluruh kekuatan politik bisa bersama membangun republik ini, apalagi akan merayakan 80 tahun Indonesia merdeka," terang Supratman dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta, Jumat.
"80 tahun Indonesia Merdeka, kita mempunyai citacita untuk meraih Indonesia emas tahun 2045 dengan tantangan global yang luar biasa, maka dibutuhkan kebesaran hati dan kebersamaan," lanjutnya.
Oleh karenanya, lanjut Supratman, itu yang menjadi alasan sesungguhnya dari pemberian amnesti dan abolisi salah satunya kepada Tom Lembong.
Lebih lanjut, Supratman kembali menegaskan pertimbangan Presiden. Yakni mengenai rekonsiliasi, persatuan.
"Presiden ingin semua komponen bangsa berpartisipasi dan bersamasama, karena presiden merasa ayo semua anak negeri bersama membangun bangsa, apalagi dengan seluruh elemen politik," ucapnya.
(Tribunnews.com/Suci Bangun DS, Choirul Arifin, Rizki Sandi Saputra)