Jakarta (ANTARA) - Marketing PT Tinindo Inter Nusa (TIN) periode 2008-2018 Fandy Lingga, yang merupakan adik terdakwa Hendry Lie, dituntut pidana selama 5 tahun penjara terkait kasus dugaan korupsi timah.
Jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Agung (Kejagung) Feraldy Abraham Harahap meyakini Fandy terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dalam kasus tersebut.
"Tuntutan pidana yang dijatuhkan dikurangi sepenuhnya dengan lamanya terdakwa ditahan dengan perintah agar Terdakwa tetap dilakukan penahanan di rumah tahanan," ucap JPU dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.
Selain pidana badan, JPU juga menuntut agar Fandy dijatuhkan pidana denda sebesar Rp500 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama 3 bulan.
Dengan demikian, Fandy dituntut bersalah melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebelumnya, Fandy didakwa terlibat dalam kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. pada tahun 2015—2022, yang merugikan keuangan negara senilai Rp300 triliun.
Kerugian tersebut meliputi sebanyak Rp2,28 triliun berupa kerugian atas aktivitas kerja sama sewa-menyewa alat peralatan processing (pengolahan) pelogaman dengan smelter swasta, Rp26,65 triliun berupa kerugian atas pembayaran biji timah kepada mitra tambang PT Timah, serta Rp271,07 triliun berupa kerugian lingkungan.
Keterlibatan Fandy antara lain dengan menghadiri beberapa pertemuan, mewakili PT TIN, untuk membahas kerja sama smelter swasta dengan PT Timah.
Fandy kerap mewakili PT TIN dalam menghadiri beberapa pertemuan untuk membahas kerja sama smelter swasta dengan PT Timah, yakni salah satunya di Griya PT Timah dan Hotel Novotel Pangkalpinang.
Pertemuan dilakukan Fandy dengan Direktur Utama PT Timah periode 2016-2021 Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan Direktur Operasi PT Timah periode 2017-2020 Alwin Albar, serta 30 pemilik smelter swasta untuk membahas permintaan Mochtar dan Alwin atas bijih timah sebesar 5 persen dari kuota ekspor para smelter swasta tersebut.
Pasalnya, bijih timah yang diekspor oleh para smelter swasta itu merupakan hasil produksi yang bersumber dari penambangan di Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah.
Fandy juga diduga memerintahkan Rosalina membuat surat penawaran PT TIN perihal penawaran kerja sama sewa alat pengolahan timah kepada PT Timah atas persetujuan Pemilik Manfaat PT TIN Hendry Lie, bersama empat smelter swasta, yakni PT Refined Bangka Tin (RBT), CV Venus Inti Perkasa (VIP), PT Sariwiguna Bina Sentosa (SBS), dan PT Stanindo Inti Perkasa (SIP).
Atas perbuatannya, Fandy terancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.