TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Di tengah geliat industri fashion Indonesia yang kian dinamis, desainer muda Ernesto Abram hadir dengan pendekatan berbeda yakni menjadikan busana sebagai medium perenungan identitas dan ekspresi nasionalisme modern.
Melalui koleksi terbarunya, Ernesto menyampaikan narasi kuat tentang bagaimana generasi muda Indonesia dapat tetap terhubung dengan akar budaya, sekaligus tampil progresif dalam dunia yang kian global.
“Ini bukan sekadar fashion show, tapi refleksi kolektif. Tentang bagaimana kita tetap berdiri sebagai bangsa tanpa kehilangan arah di tengah derasnya arus global,” ujar Ernesto saat menggelar fashion show Jakarta Fashion & Food Festival (JF3) di kawasan Jakarta Utara belum lama ini.
Ciri khas Ernesto terletak pada keberaniannya menggabungkan siluet eksperimental, struktur geometris, dan material tak biasa dengan elemen budaya lokal.
Ia memadukan tenun, bordir etnik, dan motif tradisional Indonesia dengan bahan seperti vinil transparan, kulit metalik, dan teknik layering ekstrem.
Palet warna yang digunakan—merah bata, hitam arang, dan emas keemasan—memberi kesan kuat, berkarakter, sekaligus berakar.
Tiap detail menyiratkan pesan bahwa nasionalisme tak harus konvensional, melainkan bisa lentur, kreatif dan berani tampil beda.
“Cinta tanah air bisa ditunjukkan dengan banyak cara. Fashion adalah bahasa global yang mampu menyampaikan semangat itu tanpa harus mengucapkan sepatah kata pun,” kata Ernesto.
Beberapa model di atas panggung membawa aksesori penuh makna mulai dari relief Garuda, bentuk keris, hingga modul visual bendera Indonesia dalam interpretasi yang tidak biasa namun tetap menyentuh akar simbolik.
Ernesto menjadikan fashion sebagai alat diplomasi budaya—bukan sekadar soal estetika, tetapi juga pernyataan sikap terhadap pelapukan nilai dan identitas.
Membangun Narasi Nasionalisme untuk Generasi Baru
Bagi Ernesto Abram, busana adalah ruang dialog antargenerasi. Ia tidak menawarkan nasionalisme dalam bentuk kaku atau seremonial, melainkan mengajak publik—terutama anak muda—untuk melihat ulang identitas bangsa lewat lensa kreatif dan terbuka.
“Ini adalah bentuk perayaan kehidupan hari ini. Kita bebas mengekspresikan diri, tapi juga sadar siapa kita dan dari mana kita berasal,” tuturnya.
Di era globalisasi yang semakin cepat, karya Ernesto menjadi pengingat bahwa identitas budaya Indonesia tetap bisa bersinar dalam format kontemporer.
Koleksi avant-garde ini bukan hanya soal tren atau tampilan panggung, tetapi juga manifestasi semangat kebangsaan dalam gaya baru.
Melalui bahasa mode, Ernesto Abram menegaskan bahwa nasionalisme tak perlu keras kepala, melainkan cukup tegas, sadar arah, dan berani berekspresi.
Busana bisa menjadi perisai budaya, sekaligus jembatan menuju masa depan yang inklusif dan berkarakter.
Koleksi Ernesto Abram di JF3 2025 bukan hanya suguhan visual yang memanjakan mata, tetapi juga pengingat diam-diam bahwa dalam setiap kain dan potongan, ada narasi besar tentang siapa kita sebagai bangsa dan bagaimana generasi muda bisa terus membawa warisan itu ke masa depan, dengan kepala tegak dan gaya yang tak biasa.