Ibu Korban Pencabulan Tolak Uang Damai Rp1 Miliar demi Hukuman untuk Pelaku
M Syofri Kurniawan August 05, 2025 08:30 AM

TRIBUNJATENG.COM – Seorang ibu di Jambi berinisial IM memperjuangkan keadilan bagi anak laki-lakinya yang menjadi korban pencabulan.

Perjuangan IM akhirnya membuahkan hasil setelah melalui proses hukum panjang.

Pelaku berinisial Yanto akhirnya dijatuhi hukuman enam tahun penjara oleh Pengadilan Tinggi (PT) Jambi. 

Yanto merupakan seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jambi.

Ia sebelumnya hanya divonis dua tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jambi, yakni Suwarjo (hakim ketua), Otto Edwin, dan Muhammad Deny Firdaus (hakim anggota), pada sidang yang digelar Kamis (3/7/2025).

Tak terima dengan vonis ringan tersebut, IM melaporkan ketiga hakim ke Badan Pengawasan Mahkamah Agung (MA) RI dan Komisi Yudisial.

Ia juga mendesak Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk mengajukan banding.

Usaha itu berbuah manis.

PT Jambi akhirnya mengabulkan banding JPU dan menjatuhkan hukuman lebih berat kepada Yanto.

"Ya, tentu saya terima. Karena yang saya perjuangkan sejak awal adalah, jangan sampai vonisnya di bawah lima tahun penjara," kata IM saat dihubungi Kompas.com melalui telepon, Senin (4/8/2025).

Tak hanya melawan di jalur hukum, IM juga menolak berbagai tawaran damai bernilai besar.

Ia mengaku sempat ditawari uang hingga Rp 1 miliar agar menghentikan perjuangannya dan berdamai dengan pelaku.

"Ya intinya, keadilan dan perjuangan untuk anak saya itu, tidak bisa dibeli dengan uang," tegasnya.

Perjalanan IM memperjuangkan keadilan tidak mudah.

Selama mendampingi proses hukum, ia kehilangan pekerjaannya di sebuah rumah makan karena harus membagi waktu untuk sidang dan merawat suaminya yang tengah sakit stroke.

"Sekarang gaji bulanan saya sudah gak ada, kan sibuk dampingi sidang, ya waktu buat kerja tidak ada," ucap IM.

Kini, ia bertahan hidup dengan pekerjaan serabutan.

Meski hidup dalam keterbatasan, IM tetap berpegang pada prinsip bahwa kebenaran harus diperjuangkan, apapun risikonya.

Terlebih, ia menyaksikan sendiri bagaimana fakta-fakta dalam persidangan kerap bertolak belakang dengan kenyataan.

Dia pun menyampaikan rasa terima kasihnya kepada semua pihak yang telah membantu, termasuk media yang terus mengawal jalannya proses hukum.

"Buat semua orang yang sudah membantu, saya ucapkan terima kasih, termasuk ke teman-teman media yang dari awal ikut memantau kasusnya," tuturnya.

Vonis Diperberat, Denda Rp 500 Juta

Salinan putusan PT Jambi yang diterima Kompas.com menyebutkan bahwa Yanto terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah dalam tindak pidana “melakukan kekerasan, tipu muslihat, serangkaian kebohongan atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul”, sesuai dakwaan alternatif pertama.

Majelis hakim menjatuhkan hukuman penjara selama enam tahun dan denda sebesar Rp 500 juta kepada Yanto.

Jika denda tidak dibayarkan, maka akan diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan.

Putusan ini sekaligus membatalkan vonis PN Jambi sebelumnya, yaitu putusan Nomor 157/Pid.Sus/2025/PN Jambi tertanggal 3 Juni 2025.

Laporan Etik hingga Ancaman Uang Damai

Sebelum putusan PT Jambi keluar, IM telah melaporkan tiga hakim PN Jambi ke Kepala Badan Pengawasan MA RI dan Ketua Komisi Yudisial.

Dalam laporannya, ia menilai ada dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim dalam putusan yang dijatuhkan.

"Saya cuman ingin memperjuangkan keadilan untuk anak saya," ujar IM saat ditemui usai mengirimkan surat laporan, Selasa (29/7/2025).

Sementara itu, Suwarjo selaku hakim ketua sekaligus Humas PN Jambi menolak berkomentar lebih jauh mengenai laporan tersebut.

"Saya tidak bisa memberikan tanggapan, nanti saya sampaikan ke pimpinan dulu siapa yang akan memberikan tanggapan, saya infokan nanti," katanya singkat.

Selain itu, IM juga mengungkapkan bahwa dirinya didatangi sejumlah orang yang diduga merupakan utusan dari pihak terdakwa.

Mereka menawarkan uang damai hingga Rp 1 miliar agar kasus ini tidak dibawa ke ranah hukum lebih lanjut.

"Saya tidak bisa hitung, berapa orang yang datang ke rumah. Saya ditawarin sampai Rp1 miliar," katanya.

Namun bagi IM, keselamatan dan masa depan anak-anak lain jauh lebih penting dibandingkan uang sebanyak apapun.

Kronologi kasus 

Kasus bermula saat MAQ (13), putra IM, menjadi korban pelecehan seksual oleh Yanto.

Kejadian terjadi ketika korban pulang sekolah.

Pelaku berpura-pura menanyakan alamat, lalu mengajak korban masuk ke mobil, mematikan ponsel korban, dan melakukan tindakan cabul.

Kini, dengan putusan hukum yang lebih berat, IM bisa sedikit lega.

Perjuangan panjangnya untuk memastikan pelaku dihukum setimpal, akhirnya membuahkan hasil. (*)

 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.