Grid.ID - Kebijakan Dedi Mulyadi dikritik Atalia Praratya. Istri Ridwan Kamil menyinggung soal kapasitas rombel (rombongan belajar) siswa SMA sebanyak 50 orang yang dianggap tidak tepat.
Dedi Mulyadi belum lama ini memberikan kebijakan soal satu kelas SMA Negeri di Jawa Barat bisa diisi hingga 50 orang. Hal itu lantas dikritik oleh anggota DPR RI Atalia Praratya.
Atalia mengatakan bahwa hal itu justru hanya akan membuat para siswa kesulitan belajar. Ruang kelas yang terlalu ramai akan menyulitkan siswa untuk berkonsentrasi dan fokus.
Selain itu, ramainya siswa akan membuat udara di kelas menjadi lebih pengap. Aktivitas belajar pun semakin sulit.
Protes Atalia dilayangkan saat berkunjung di Sekolah Rakyat Cimahi pada Kamis (31/7/2025). Anngota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi Partai Golkar itu pun meminta Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk melakukan pengkajian ulang.
"Bagaimana mungkin anak-anak bisa nyaman kalau mereka duduk berhimpitan, belum gerahnya, belum aktivitas lainnya," ucapnya, dikutip dari Tribun Tangerang.
Istri Ridwan Kamil itu pun berharap agar Pemprov Jawa Barat bisa mengutamakan kualitas pendidikan dibanding kuantitas siswa yang diterima di SMA Negeri. Hal itu agar para siswa bisa lebih leluasa berkonsentrasi dan mengembangkan kompetisinya.
"Bayangkan ngurus anak yang 25 itu saja repot apalagi dua kali lipat apalagi di masa-masa mereka itu adalah usia remaja," tambahnya.
Terkait kritik tersebut, Dedi Mulyadi pun memberikan tanggapannya. Ia menjelaskan bahwa kebijakan dilakukan dengan terpaksa agar anak-anak tidak putus sekolah.
“Buat Ibu Athalia, saya mengucapkan terima kasih atas kritiknya dan merasa prihatin atas ruang kelas di Jawa Barat yang diisi oleh 43-50 orang siswa.
Dan tidak semuanya, Bu, hanya 38 sekolah yang merekrut 43-50 siswa. Dan itu pun kami lakukan terpaksa,” ujar Dedi melalui video yang diunggah di media sosial, dikutip dari Kompas.com.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa sebagian besar siswa yang masuk dalam rombongan belajar tersebut tinggal dekat dengan sekolah. Jika lokasi sekolah lebih jauh, dikhawatirkan mereka akan kesulitan melanjutkan pendidikan.
"Dibanding mereka tidak sekolah. Mereka tinggal rumahnya dekat sekolah. Jadi kalau dia harus bergeser ke tempat lain yang jauh, bisa jadi mereka putus sekolah," ujar Dedi.
“Tidak bisa juga Ibu sebagai Komisi Bidang Sosial memperbandingkan dengan Sekolah Rakyat yang kelasnya 25. Sekolah Rakyat mendapat atensi khusus dari Bapak Presiden dan sebagai bentuk kepedulian Bapak Presiden mengangkat derajat anak-anak miskin untuk tumbuh menjadi kelas menengah baru Indonesia. Dan saya sangat mendukung kebijakan itu,” tegasnya.
Meskipun kebijakan Dedi Mulyadi dikritik Atalia Praratya, yang bersangkutan tetap kekeh pada pendiriannya. Dedi menilai jumlah lulusan SMP yang hendak melanjutkan ke SMA sangat besar. Sementara daya tampung sekolah negeri di Jawa Barat masih sangat terbatas.
"Kita harus menampung jumlah siswa hampir 800.000. Dan yang terserap oleh sekolah pemerintah juga tidak semuanya. Hanya 40 persen dari total siswa yang dihasilkan," tandasnya.