Kasus beras oplosan yang marak di pasaran menyita perhatian publik.
Sebab, praktik penipuan itu merugikan konsumen hingga triliunan rupiah.
Beras oplosan memiliki warna yang tidak seragam, butiran yang berbeda ukuran, dan tekstur nasi yang lembek setelah dimasak.
Para pelaku mencampur beras premium dengan medium, kemudian menjualnya dengan harga yang mahal.
Padahal, beras yang diperjualbelikan harus sesuai dengan standar mutu yang telah diatur dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 6128:2020, yaitu beras premium berkadar air maksimal 14 persen, butir kepala minimal 85 persen, dan butir patah maksimal 14,5 persen.
Sementara itu, beras medium berkadar air maksimal 14 persen, butir kepala minimal 80 persen, dan butir patah maksimal 22 persen.
Kejadian ini membuat Presiden Prabowo Subianto marah hingga meminta Kapolri dan Jaksa Agung segera menindaklanjuti temuan ini.
Teranyar, Satuan Tugas Pangan Polri yang berada di bawah Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri pun kembali menetapkan tiga tersangka baru dalam kasus pengoplosan beras premium.
Ketiga tersangka berasal dari jajaran manajemen anak usaha Wilmar Group, yaitu PT Padi Indonesia Maju (PT PIM).
Pengumuman ini disampaikan dalam konferensi pers di Gedung Bareskrim, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (5/8/2025).
"Dari hasil pemeriksaan saksi, ahli perlindungan konsumen, ahli laboratorium, ahli pidana."
"Telah menemukan bukti yang cukup untuk menetapkan tersangka yang bertanggung jawab terhadap produksi beras premium tidak sesuai standar mutu dalam kemasan," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri sekaligus Kasatgas Pangan Polri, Brigjen Helfi Assegaf dilansir WartaKotalive.com.
Salah satu tersangka adalah Presiden Direktur PT PIM yang berinisial S.
Dua pejabat lainnya yang ditetapkan sebagai tersangka adalah Kepala Pabrik berinisial AI dan Kepala Quality Control berinisial DO.
"Satgas Pangan Polri akan memanggil dan memeriksa ketiga tersangka, memeriksa ahli korporasi untuk mendalami pertanggungjawaban korporasi PT PIM, serta meminta analisis transaksi keuangan PT PIM dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)," kata Brigjen Helfi Assegaf.
Ketiganya diduga memproduksi serta mendistribusikan beras premium yang tidak memenuhi standar kualitas dan takaran resmi.
Produkproduk beras yang dimaksud antara lain bermerek Fortune ukuran 2,5 kg (kilogram) dan 5 kg; Sania ukuran 2,5 kg dan 5 kg; Siip ukuran 5 kg; dan Sovia ukuran 5 kg.
Meski sudah menyandang status tersangka, ketiganya belum ditahan karena dinilai kooperatif selama proses penyidikan.
Atas dugaan pelanggaran tersebut, para tersangka dijerat dengan Pasal 62 junto Pasal 8 ayat (1) huruf a dan f UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, serta Pasal 3, 4, dan 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Ancaman hukumannya mencapai 20 tahun penjara dan denda hingga Rp10 miliar.
PT Wilmar GroupDalam kasus beras oplosan ini, Wilmar Group memiliki berbagai macam agri bisnis yang terbagi dalam beberapa perusahaan, di antaranya:
PT Multimas Nabati Asahan PT Multinabati Sulawesi PT Sinar Alam Permai PT Wilmar Bioenergi Indonesia PT Wilmar Nabati IndonesiaWilmar Group didirikan pada 1991 oleh Martua Sitorus (Thio Seng Hap) dan Kuok Khoon Hong.
Martua Sitorus kelahiran Pematangsiantar, Sumut (1960), ia memulai bisnis dari berdagang udang.
Sebagai lulusan Universitas HKBP Nomensen, Medan, ia pernah tercatat di majalah Forbes sebagai orang terkaya ke15 di Indonesia (2013).
Perusahaan pertama mereka adalah Wilmar Trading Pte Ltd di Singapura yang jumlah karyawannya hanya 5 orang.
Namun, kini perusahaan berkembang pesat hingga dikenal sebagai perusahaan produsen minyak goreng terbesar di dunia dengan mereka Sania, Fortune, Siip, Sovia.
PT ini juga dikenal sebagai pemain besar di industri pupuk, beras, tepung, mie, hingga bumbu masak.
Wilmar juga bermitra dengan petani kecil dan beroperasi di Indonesia, Malaysia, Afrika Barat, dan Uganda.
Pemilik tercatat memiliki lahan sawit seluas lebih dari 232.000 hektare, atau 65 persen di Indonesia.
Total 6 Orang TersangkaSebelumnya, pada Jumat (1/8/2025) lalu, Satgas Pangan Polri lebih dulu menetapkan tiga karyawan PT Food Station Tjipinang Jaya, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, sebagai tersangka kasus dugaan beras oplosan.
Mereka adalah Direktur Utama (Dirut) PT Food Station, Karyawan Gunarso (KG), Direktur Operasional, Ronny Lisapaly (RL) dan Kepala Quality Control, berinisial RP.
“Meningkatkan status tiga orang karyawan PT Food Station Tjipinang Jaya (PT FS) sebagai tersangka,” ujar Brigjen Pol Helfi Assegaf, saat konferensi pers di Gedung Bareskrim Polri, Jumat (1/8/2025).
Penyidik menemukan barang bukti bahwa mereka diduga sengaja menurunkan kualitas beras, tetapi tetap mengemasnya dengan label premium sehingga masyarakat tertipu membeli beras presmium namun yang didapat beras oplosan.
Sejumlah karung beras yang diproduksi PT FS turut ditampilkan sebagai barang bukti, di antaranya merek Setrawangi, Setra Ramos Merah Premium, Setra Ramos Biru Beras Umum Beras Sosoh, dan Resik.
Dengan demikian, saat ini telah ada enam orang ditetapkan sebagai tersangka pengoblos beras.
Direktur Utama (Dirut) PT Food Station, Karyawan Gunarso (KG) Direktur Operasional PT Food Station, Ronny Lisapaly (RL) Kepala Quality Control PT Food Station, berinisial (RP) Presiden Direktur PT Padi Indonesia Maju (PT PIM) anak usaha Wilmar Group, berinisial (S) Kepala Pabrik PT Padi Indonesia Maju (PT PIM) anak usaha Wilmar Group, berinisial (AI) Kepala Quality Control PT Padi Indonesia Maju (PT PIM) anak usaha Wilmar Group, berinisial (DO)Sebagian artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com dengan judul Satgas Pangan Polri Tetapkan 3 Tersangka Baru Pengoplos Beras, PT Padi Indonesia Maju