10 Klaim Israel yang Kental Kebohongan Sejak Dimulainya Perang Gaza pada 7 Oktober
TRIBUNNEWS.COM - Sejak 7 Oktober 2023, menyusul serangan lintas batas gerakan perlawanan Palestina Hamas terhadap Israel yang bertajuk Operasi Banjir Al-Aqsa, media berita dan media sosial Israel membanjiri informasi soal pembenaran atas invasi yang pasukan Israel (IDF) lakukan ke Gaza.
Israel berulang kali menuduh Hamas menyebarkan informasi palsu mengenai perang agar tampak seperti genosida.
Namun, lambat laun, Barat dan bahkan Amerika Serikat (AS) mulai sepakat kalau perang yang dipaksakan Israel tersebut memiliki jejak pembersihan etnis.
Klaim Israel kalau tidak ada kelaparan parah di Gaza juga diragukan masyarakat dunia, bahkan PBB.
Klaim tidak adanya kelaparan parah di Gaza cuma satu di antara klaim Israel yang berbau kebohongan dan kontroversial.
Berikut 10 klaim teratas yang dibuat oleh pejabat Israel atau IDF sejak 7 Oktober yang telah dibantah, dibantah, atau dipertanyakan oleh jurnalis atau kelompok hak asasi manusia:
Pasca serangan Hamas, beredar rumor yang mengklaim bahwa 40 bayi dipenggal di Kibbutz Kfar Aza.
Rumor ini berawal dari laporan para komandan Israel dan anggota tim penyelamat sipil yang diwawancarai oleh jurnalis i24NEWS, Nicole Zedeck, di lokasi kejadian.
Kantor pers pemerintah Israel, ketika dihubungi oleh media Prancis Le Monde, menyatakan tidak ada bayi yang dipenggal.
Saat CNN mengunjungi lokasi tersebut, tidak ditemukan bukti adanya seorang pemuda yang dipenggal, dan IDF tidak merilis foto-foto serangan tersebut.
Pemerintah Israel telah berulang kali mengklaim bahwa perang ini hanya soal sandera, intinya adalah memulangkan mereka.
Berbagai laporan menunjukkan kalau Hamas telah menawarkan pembebasan semua sandera sipil paling lambat 9 dan 10 Oktober, dengan syarat militer Israel tidak akan memasuki Jalur Gaza dan membebaskan semua tahanan Palestina.
Israel menolak tawaran tersebut dan memutuskan untuk melanjutkan kampanye militer untuk membubarkan Hamas.
Para menteri Israel terus-menerus menegaskan bahwa sandera bukanlah prioritas mereka.
IDF mengklaim bahwa Rumah Sakit Al-Shifa, rumah sakit terbesar di Gaza, menjadi pusat komando utama Hamas, dan menggunakan infrastruktur ini untuk menjalankan operasinya.
Klaim ini digunakan untuk menjelaskan serangan terhadap rumah sakit tersebut.
Amerika Serikat, khususnya Gedung Putih dan intelijennya, telah mendukung klaim ini, mengklaim bahwa mereka memiliki bukti bahwa Hamas menggunakan Rumah Sakit Al-Shifa dan rumah sakit lain telah digunakan sebagai pusat komando oleh Hamas.
Bukti yang diberikan oleh IDF tidak meyakinkan.
Media seperti CNN, AP, The Guardian, dan Al Jazeera mempertanyakan bukti yang diberikan oleh IDF, seperti Persenjataan & Peralatan serta gambar dan video terowongan.
Terowongan yang ditemukan tidak memiliki hubungan langsung dengan rumah sakit.
Video yang menunjukkan terowongan tidak sepenuhnya membuktikan klaim awal, dan satu laporan menyimpulkan bahwa ruangan yang terhubung ke jaringan terowongan menunjukkan "tidak ada bukti langsung penggunaan militer oleh Hamas".
Israel dituduh menyerang Rumah Sakit Al-Alhil.
Israel mengklaim kalau roket dari milisi Palestine Islamic Jihad (PIJ), kelompok lain selain Hamas, gagal ditembakkan ke arah target dan malah menghancurkan rumah sakit tersebut.
"Laporan awal mengkritik IDF, dan militer Israel menunjukkan bukti audio dan video — beberapa di antaranya kemudian terbukti meragukan atau tidak sesuai konteks," tulis laporan WN, dikutip Selasa (5/8/2025).
Pemerintah Israel, termasuk Perdana Menteri Netanyahu sendiri, telah berulang kali menuduh Hamas mencuri bantuan yang masuk ke Gaza.
Namun, menurut The New York Times, pejabat militer Israel tidak menemukan bukti apa pun, dan bahkan analisis USAID tidak menemukan bukti pengalihan bantuan oleh Hamas.
Israel menetapkan zona aman bagi bayi dan anak-anak untuk mengevakuasi dan menyelamatkan diri.
Tetapi pada kenyataannya, Israel mengebom wilayah yang disebutnya zona aman.
Militer Israel terus menerus menyebut kalau mereka cuma menargetkan milisi yang berbaur bersama komunitas warga sipil.
Pada kenyataannya di Gaza, IDF berulang kali menargetkan warga sipil dan anak-anak.
Hingga pertengahan 2025, sekitar 40.000 perempuan dan anak-anak telah terbunuh.
Menurut PBB dan LSM, seluruh keluarga dan lingkungan telah musnah.
Israel menuduh UNRWA sebagai kedok Hamas, yang menyebabkan pemotongan dana UNRWA dari AS dan negara-negara lain.
The Wall Street Journal telah mengakui bahwa klaim Israel tidak memiliki bukti yang kuat.
IDF mengklaim, "Hamas menggunakan perisai manusia dengan bersembunyi di wilayah sipil, dan IDF tidak pernah menggunakan perisai manusia."
Namun, berbagai laporan menunjukkan bahwa IDF menyandera warga Palestina dan menggunakan mereka sebagai perisai manusia.
Israel telah berulang kali dituduh membunuh pekerja bantuan dan orang-orang yang mencari bantuan.
IDF telah berulang kali membantah tuduhan ini, kecuali investigasi Sky News yang menemukan bahwa pada 23 Maret 2025, lima pekerja bantuan tewas.
Investigasi CNN menemukan bahwa lebih dari 100 pencari bantuan tewas, dan lebih dari 400 orang terluka.
Hamas juga telah membuat banyak klaim yang belum diverifikasi.
Israel menuduh media internasional bias, sementara para jurnalis menuduh Israel tidak mengizinkan akses bebas ke Gaza.