---
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-Online.com -Setelah menelaah informasi, lakukan refleksi berdasarkan praktik mengajar Bapak-Ibu di sekolah, tuliskan jawaban dari pertanyaan berikut: 1. Bagaimana Bapak/Ibu mengaitkan nilai nasional dan universal dengan konteks sekolah? 2. Apa pengalaman Bapak/Ibu dalam menerapkan strategi internalisasi nilai dari referensi yang dipelajari? 3. Apa yang bisa Bapak/Ibu dan sekolah lakukan agar proses ini berjalan efektif?
Jawaban:
1.Cara seorang guru mengaitkan nilai nasional dan universal dengan konteks sekolah adalah dengan pendekatan kognitif, pembiasaan, pengkondisian lingkungan belajar, dan keteladanan yang konsisten.
2. Penanaman nilai melalui pembiasaan hal-hal positif, misalnya sebelum dan sesudah belajar harus berdoa. Hal ini dilakukan sebagai wujud pembiasaan siswa agar sebelum dan setelah melakukan sesuatu sebaiknya dimulai dan diakhiri dengan doa.
3. Selalu berusaha konsisten dan membiasakan hal-hal baik agar dapat menjadi guru yang diteladani peserta didik.
Sebagai seorang guru, kita harus selalu berusaha mengintegrasikan nilai-nilai nasional seperti Pancasila, gotong royong, dan Bhinneka Tunggal Ika dalam setiap kesempatan. Misalnya, dalam mata pelajaran Sejarah, seorang guru akan menghubungkan perjuangan pahlawan dengan nilai patriotisme dan persatuan. Dalam kegiatan ekstrakurikuler Pramuka, nilai-nilai disiplin, kemandirian, dan tolong-menolong ditekankan.
Nilai universal seperti kejujuran, toleransi, dan tanggung jawab juga diterapkan melalui pembiasaan sehari-hari: membudayakan antre, menjaga kebersihan, dan menghargai pendapat teman dalam diskusi kelas. Konteks lokal yang kental dengan budaya Jawa juga harus dimanfaatkan untuk menanamkan nilai-nilai sopan santun dan unggah-ungguh (tata krama) dalam interaksi sehari-hari.
Berdasarkan referensi yang dipelajari tentang internalisasi nilai (misalnya, melalui pembiasaan, keteladanan, dan pengintegrasian dalam kurikulum), guru memiliki beberapa pengalaman. Pembiasaan adalah strategi yang paling sering saya gunakan, seperti salam pagi, doa bersama sebelum belajar, dan kegiatan Jumat bersih. Keteladanan juga saya upayakan, misalnya dengan datang tepat waktu, berbicara sopan, dan menunjukkan empati kepada peserta didik.
Integrasi dalam kurikulum guru lakukan dengan menyisipkan pesan moral atau nilai-nilai karakter dalam materi pelajaran. Tantangannya adalah konsistensi, baik dari guru maupun peserta didik, serta keterlibatan aktif dari orang tua. Ada kalanya, nilai yang diajarkan di sekolah bertolak belakang dengan apa yang dilihat peserta didik di lingkungan rumah atau media sosial, sehingga memerlukan penguatan terus-menerus.
Agar proses internalisasi nilai berjalan efektif, guru dan sekolah dapat melakukan beberapa hal:
1. Konsistensi dan Keteladanan: Seluruh warga sekolah (guru, karyawan, kepala sekolah) harus menjadi teladan dan konsisten dalam menerapkan nilai-nilai.
2. Keterlibatan Aktif Orang Tua: Mengadakan lokakarya atau pertemuan rutin dengan orang tua untuk menyamakan persepsi dan strategi dalam menanamkan nilai. Referensi yang dapat digunakan adalah program "Parenting Education" yang berfokus pada pendidikan karakter di rumah.
3. Integrasi Holistik: Nilai tidak hanya diajarkan di kelas, tetapi diintegrasikan dalam seluruh aspek kehidupan sekolah: ekstrakurikuler, kegiatan keagamaan, tata tertib, dan interaksi sehari-hari.
4. Evaluasi Berkelanjutan: Melakukan evaluasi berkala terhadap efektivitas program internalisasi nilai dan melakukan penyesuaian jika diperlukan.
5. Referensi: Untuk strategi internalisasi nilai, dapat merujuk pada buku-buku tentang Pendidikan Karakter, misalnya karya Thomas Lickona ("Educating for Character") atau model pendidikan karakter yang dikembangkan oleh Kemendikbudristek RI.