Grid.ID - Terungkap motif pasutri aniaya anak kandung hingga tewas di Tangerang Selatan. Korban yang berusia 4 tahun itu sempat muntah darah usai disiksa berkali-kali oleh orangtuanya.
Nasib malang menimpa MA (4), yang tewas usai dianiaya oleh ayah dan ibunya sendiri, AAY (26) dan FT (25). Peristiwa tragis ini terjadi di jalan Jombang Raya Kelurahan Jombang, Kecamatan Ciputat, Kota Tangerang Selatan, pada Jumat (25/7/2025).
MA mendapatkan kekerasan berkali-kali dari kedua orangtua kandungnya sendiri. Nahas, MA akhirnya meninggal dunia karena mengalami kondisi yang parah usai alami penganiayaan.
Motif pasutri aniaya anak kandung hingga tewas karena MA disebut kerap mengucapkan kata-kata kasar pada ibunya. Orangtua MA pun kesal dengan ucapan anaknya tersebut saat ditegur.
MA juga disebut kerap bertengkar dengan ibunya. AAY pun kesal dan emosi dengan hal itu hingga tega menganiaya anaknya.
"Perbuatan tersebut dilakukan dengan sadar," kata Kapolres Tangerang Selatan AKBP Victor Inkiriwang, dikutip dari Wartakotalive.com, Minggu (10/8/2025).
AAY dan FT telah 6 kali menyiksa anaknya. Penganiayaan itu dilakukan sejak 13 Juni hingga 25 Juli 2025.
Puncak peristiwa terjadi di sebuah apotek di Jalan Jombang Raya, Ciputat, Tangerang Selatan, Jumat (25/7/2025). Apotek ini merupakan tempat FT bekerja.
Saat itu MA diminta orangtuanya untuk mengajak bermain adiknya yang berusia 1 tahun, namun MA menolak. MA lalu dipukul dan didorong oleh kedua orangtuanya.
MA pun menangis namun diabaikan oleh AAY dan FT. Bocah malang itu malah mendapatkan serangan bertubi-tubi dari orangtuanya.
"Korban meninggal dunia akibat kekerasan benda tumpul pada perut yang merobek tirai penggantung usus hingga menyebabkan pendarahan hebat," ungkap Kasat Reskrim Polres Tangerang Selatan AKP Wira Graha Setiawan.
MA dibanting ke kardus bekas kulkas hingga jatuh dengan posisi telentang. AAY memang kerap menyiksa anaknya itu dengan menjewer, memukul, menendang, hingga membantingnya.
"Korban dilempar ke dalam kardus bekas kulkas dengan posisi jatuhnya terlentang bagian pantat terlebih dahulu yang mengenai lantai," jelasnya.
Setelah mengalami penganiayaan tersebut, MA kemudian muntah-muntah. Ia muntah air, lalu muntah darah dua kali.
"Pertama korban muntah air. Lalu muntah darah sebanyak dua kali. Kemudian, muntah coklat," lanjutnya.
Emosi AAY belum berakhir, masih di tempat yang sama, ia kembali marah karena MA tak mau makan saat disuapi olehnya. Hal itu karena MA masih kesakitan dan selalu muntah.
Namun AAY justru semakin emosi hingga memukulnya dengan sapu di pundak kiri sebanyak dua kali.
"Tersangka AAY sedang menyuapi makan. Namun korban tidak mau makan dan membuat tersangka AAY kesal. Kemudian tersangka AAY memukul anak korban di bagian pundak kiri dengan sapu incuk sekitar dua kali," ungkap Wira.
Bukannya membela sang anak, FT juga ikut kesal karena MA tak mau makan. Ia kemudian menjambak rambut MA dan menyeretnya ke kamar mandi agar muntah di sana.
"Tersangka FT menjambak rambut korban sambil menyeret ke kamar mandi agar muntah di kamar mandi," lanjutnya.
Setelah itu, pasutri tersebut membawa MA ke klinik pada pukul 21.30 WIB. Namun klinik menyarankan agar MA langsung dibawa ke rumah sakit.
Namun setelah tiba di rumah sakit, MA ternyata sudah meninggal dunia. Itulah kronologi pasutri aniaya anak kandung hingga tewas di Tangsel.
"Kedua orangtua membawa ke klinik pada pukul 21.30 WIB dan disarankan untuk dibawa ke rumah sakit. Namun setelah di rumah sakit, ternyata korban sudah meninggal dunia," pungkasnya.
Hasil Autopsi
Hasil autopsi MA di RS Polri menyebutkan bahwa bocah 4 tahun itu mengalami kondisi kurang gizi. Ia juga memiliki luka memar pada perut disertai robeknya tirai penggantung usus, pembengkakan pada kepala disertai resapan darah pada kulit kepala bagian dalam.
Selain itu, terdapat pula luka memar pada wajah, dada dan keempat anggota geraknya. Di punggung MA juga terdapat luka-luka lecet. Kemudian lecet di kedua tungkai bawah akibat kekerasan benda tumbul.
"Sebab kematian akibat kekerasan tumpul pada perut yang merobek tirai penggantung usus sehingga menyebabkan pendarahan hebat," ucap Kapolres Tangerang AKBP Victor.
Ibu Tidak Ditahan
Dikutip dari Kompas.com, akibat perbuatan pasutri aniaya anak kandung hingga tewas, keduanya dijerat dengan Pasal 80 Ayat (3) UU RI Nomor 35 Tahun 2014 atas perubahan UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan/atau Pasal 44 Ayat (3) UU RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang PKDRT. Keduanya terancam pidana maksimal hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun.
Namun dalam kasus ini, tersangka FT, ibu kandung korban tidak ditahan. Tersangka tidak ditahan dengan alasan masih memiliki anak berusia 1 tahun.
FT hanya diwajibkan untuk lapor dua kali seminggu. Ia juga harus mengikuti konseling berkala dengan diawasi kakek-nenek korban.