Jakarta (ANTARA) - Teluk Sulaiman di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, merupakan kawasan yang menyimpan pesona keindahan alam, mulai dari ketenangan hutan mangrove hingga lautan biru nan jernih.
Untuk menjangkau kawasan ini, pengunjung perlu menempuh perjalanan darat dari Tanjung Redeb, ibu kota Kabupaten Berau. Waktu tempuhnya sekitar lima hingga enam jam dengan kendaraan roda empat.
Meski perjalanan cukup panjang, rasa bosan akan terlupakan karena sepanjang jalan Anda akan disuguhi panorama hutan tropis yang asri, dan menjelang tiba di Teluk Sulaiman, pemandangan pesisir pantai yang membentang menjadi latar yang memanjakan mata.
Teluk Sulaiman menawarkan beragam daya tarik wisata alam, mulai dari gua, danau, muara, hingga kekayaan flora dan fauna khas kawasan tropis. Untuk mengeksplorasi wilayah ini, pengunjung dapat menyewa perahu motor atau ketinting milik warga.
Warga setempat juga menyediakan jasa pemandu wisata yang akan menjelaskan titik-titik pengamatan beserta informasi mengenai keanekaragaman hayati yang dapat ditemukan di setiap lokasi.
Dalam perjalanan menyusuri kawasan ini, ANTARA berkesempatan mengunjungi sejumlah titik wisata alam yang menyuguhkan panorama luar biasa, di antaranya Salo Buaya, kawasan hutan mangrove, Muara Sisipan atau dikenal sebagai Muara Penyu, serta Pulau Sigending Besar.
Waktu terbaik untuk menyusuri teluk adalah pada pagi atau sore hari, terutama saat cuaca cerah. Pemandangan akan terlihat lebih jelas dan menawan, serta memberi peluang lebih besar untuk menjumpai satwa khas Teluk Sulaiman seperti penyu dan jenis monyet asli Kalimantan yakni bekantan.
Salo Buaya
Sekitar 20 menit perjalanan dari dermaga Teluk Sulaiman, pengunjung akan tiba di Salo Buaya. Kawasan ini menawarkan hamparan hutan mangrove dan ekosistem tropis yang menghadirkan suasana sejuk dan menyegarkan.
Dalam bahasa setempat, “Salo Buaya” berarti “sungai buaya”. Namun, penamaannya tidak mencerminkan suasana yang menyeramkan. Sebaliknya, muara sungai yang membelah lebatnya hutan mangrove ini menyuguhkan keindahan alam yang meneduhkan mata dan pikiran.

Sungainya sempit dan berkelok, dikelilingi dinding mangrove yang menjulang. Di beberapa bagian, ranting dan akar saling bertaut, membentuk kanopi alami yang memberi keteduhan. Sepanjang perjalanan, pengunjung kerap menjumpai ikan-ikan dan penyu berenang di air yang begitu jernih hingga dasar sungai pun terlihat jelas dari atas perahu.
Suasana tenang semakin terasa dengan iringan suara riak air, kicau burung, serta desir angin di antara dedaunan. Salo Buaya juga menjadi taman mangrove alami dengan tiga jenis tanaman utama, yaitu Rhizopora, Xylocarpus, dan Bruguiera. Uniknya, jenis Bruguiera di lokasi ini tumbuh berdekatan dan bergerombol, berbeda dari tempat lain yang umumnya tumbuh tersebar.
Muara Penyu
Tidak jauh dari Salo Buaya terdapat lokasi pengamatan penyu yang oleh penduduk dikenal sebagai Muara Sisipan, namun bagi para wisatawan tempat ini lebih dikenal sebagai Muara Penyu.
Sesuai namanya, kawasan ini merupakan habitat alami dua jenis penyu yang ditemukan di Teluk Sulaiman, yakni penyu sisik dan penyu hijau. Dari Salo Buaya, perjalanan menuju Muara Penyu memakan waktu sekitar 20 menit dengan perahu ketinting.

Kejernihan air di kawasan ini memungkinkan pengunjung dengan mudah mengamati dasar muara serta beragam ikan dan penyu yang berenang. Pada saat air surut, pengunjung bahkan bisa melihat bekantan beraktivitas di pepohonan atau berenang di sekitar muara. Pemandangan Muara Penyu semakin indah dengan hijaunya hamparan hutan tropis yang mengelilingi tempat itu.
Menurut penuturan pemandu lokal, jenis satwa yang bisa diamati sangat bergantung pada kondisi pasang surut air. Saat air pasang, penyu akan terlihat berenang dan mencari makan. Sementara ketika air surut, bekantan dan kera ekor panjang biasanya muncul di area sekitar.
Pulau Sigending Besar
Destinasi berikutnya dalam penjelajahan Teluk Sulaiman adalah Pulau Sigending Besar, sebuah kawasan konservasi dan ekowisata yang menyimpan kekayaan bawah laut yang luar biasa. Hanya butuh sekitar 17 menit dari Muara Penyu untuk tiba di pulau yang menjadi salah satu titik snorkeling terbaik di kawasan tersebut.
Pulau Sigending dikenal memiliki ekosistem terumbu karang yang dinilai terbaik di Kabupaten Berau.
Penelitian yang dilakukan oleh lembaga konservasi seperti The Nature Conservancy (TNC) mengungkap bahwa wilayah ini menjadi habitat ideal bagi berbagai jenis ikan karang, termasuk ikan kakaktua yang berperan penting menjaga kesehatan karang dengan memakan lumut yang menutupi permukaannya.

Air laut di sekitar pulau sangat jernih, memungkinkan wisatawan menikmati kegiatan snorkeling dengan visibilitas tinggi. Pengunjung dapat menyaksikan keindahan terumbu karang warna-warni serta berbagai jenis ikan tropis dan biota laut lainnya.
Nama "Sigending" sendiri memiliki beragam versi asal-usul. Ada yang mengatakan bahwa nama tersebut berasal dari bentuk pulau yang menyerupai kendi. Versi lain menyebutkan bahwa dalam bahasa Dayak setempat, kata “Sigending” berarti muara, mengacu pada posisi geografisnya yang berada di pertemuan laut dan daratan.
Kawasan pulau dan perairan di sekitarnya, dengan luas sekitar 1.500 hektare, telah ditetapkan sebagai kawasan lindung dan ekowisata oleh Pemerintah Kabupaten Berau melalui Surat Keputusan Bupati Nomor 474 Tahun 2016.
Status ini diberikan untuk melindungi keanekaragaman hayati yang ada sekaligus mendorong pengembangan pariwisata berkelanjutan berbasis konservasi.
Pengelola destinasi wisata mangrove di Teluk Sulaiman memiliki pendekatan sendiri dalam menjaga keberlangsungan ekosistem di kawasan tersebut.
Forum Peduli Kelestarian Alam (Forlika) Teluk Sulaiman sebagai salah satu pihak yang mengelola kawasan wisata mangrove Sigending menerapkan sistem antrean agar kunjungan wisatawan tidak menumpuk di satu waktu yang dapat menyebabkan kerusakan lingkungan akibat ceceran sampah hingga kebisingan yang dapat mengganggu satwa-satwa di sana.
Berwisata mangrove dan bahari di Teluk Sulaiman menggunakan moda transportasi perahu kelotok untuk berpindah dari satu titik pengamatan ke titik lainnya. Pengelola mengimbau mesin perahu dimatikan saat berada di titik pengamatan agar tidak mengganggu satwa-satwa yang tinggal di sana.
Pengembangan ekowisata di Kabupaten Berau menunjukkan bahwa sektor pariwisata bukan hanya soal menarik wisatawan, tetapi juga soal tanggung jawab terhadap alam dan keberlangsungan ekosistem.