Rata-rata lama pendidikan anak di Indonesia baru 8,9 tahun, belum sampai lulus SMP. Padahal kita ingin minimal 12 tahun
Samarinda (ANTARA) - Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) bersama Komisi X DPR RI mendorong peran komite sekolah sebagai mitra strategis dalam pembangunan mutu pendidikan nasional, bukan lagi sekadar lembaga yang identik dengan pengumpulan iuran orang tua.
Direktur Kepala Sekolah, Pengawas Sekolah, dan Tenaga Kependidikan Kemendikdasmen Iwan Junaedi di Samarinda, Kalimantan Timur, Selasa, menyatakan posisi komite sekolah dinilai strategis karena diatur dalam undang-undang sebagai pendukung layanan pendidikan.
“Fungsi komite sekolah adalah memberikan masukan kepada pemerintah dalam memberikan layanan pendidikan. Oleh karena itu, pemerintah daerah, sekolah, dan komite harus saling bermitra untuk peningkatan mutu,” ujar Iwan.
Ia menegaskan, komite tidak boleh hanya menjadi warisan untuk memenuhi kebutuhan keuangan sekolah. Fungsi utamanya adalah memberikan dukungan dalam peningkatan mutu pelayanan agar anak-anak dapat belajar sebagaimana mestinya.
Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian, menyoroti peran komite sekolah dalam mengatasi tantangan besar pendidikan nasional, termasuk ketimpangan akses dan kualitas. Menurutnya, untuk mencapai target Indonesia menjadi negara maju, pendidikan adalah kuncinya.
“Sayangnya, rata-rata lama pendidikan anak di Indonesia baru 8,9 tahun, belum sampai lulus SMP. Padahal kita ingin minimal 12 tahun, bahkan sedang dibahas RUU Sisdiknas revisi dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 untuk wajib belajar 13 tahun, termasuk satu tahun pra-sekolah,” jelas Hetifah.
Ia memaparkan, data adanya ketimpangan pendidikan antara perkotaan dan pedesaan, serta rendahnya kompetensi siswa dari keluarga berekonomi lemah. Masalah lain yang krusial adalah kondisi fasilitas, di mana hanya 59 persen SD yang memiliki toilet layak, serta kompetensi guru yang belum merata.
Dalam konteks ini, Hetifah memandang komite sekolah sebagai jembatan informasi dan advokasi. Komite dapat memastikan informasi beasiswa sampai kepada siswa yang membutuhkan, terutama di daerah tertinggal, serta mendorong sekolah mengajukan proposal revitalisasi fasilitas.
“Komite sekolah memiliki payung hukum untuk melakukan penggalangan dana dari berbagai sumber, seperti dana tanggung jawab sosial perusahaan atau alumni, yang bersifat sukarela dan transparan, bukan pungutan liar yang bersifat wajib dan mengikat,” tegasnya.
Dengan begitu, Hetifah berharap komite sekolah dapat dikelola secara profesional dan berkelanjutan untuk berkolaborasi dengan berbagai pihak, mengawasi kinerja sekolah, serta menyuarakan aspirasi orang tua demi kemajuan pendidikan yang merata dan berkualitas.