Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi I DPR RI Tubagus Hasanuddin menyayangkan dugaan keterlibatan seorang perwira TNI Angkatan Darat dalam kasus penganiayaan yang mengakibatkan Prajurit Dua Lucky Saputra Namo meninggal dunia.
Menurut dia, seorang perwira itu seharusnya berada di tengah-tengah prajurit untuk membina, mengendalikan, dan memberi arahan. Terlebih lagi, perwira itu juga masih merupakan perwira muda.
"Harus tinggal bersama prajurit di barak untuk mengawasi. Bukan sebaliknya, malah terlibat dalam sebuah kejahatan bersama-sama," kata Hasanuddin di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa, menanggapi dugaan keterlibatan seorang perwira dalam kasus kematian Prada Lucky di Nusa Tenggara Timur.
Untuk itu, dia meminta kepada Polisi Militer untuk mengungkap secara tuntas motif kasus penganiayaan bersama-sama terhadap Prada Lucky tersebut.
Hasanuddin menduga bahwa mungkin saja puluhan prajurit TNI AD itu tidak berniat membunuh korban, tetapi penganiayaan itu bisa bersifat mematikan karena dilakukan oleh orang-orang militer.
"Tentu pukulannya, pukulan militer, yang mengarah pada titik-titik yang mematikan, ya matilah. Begitu," kata purnawirawan Mayor Jenderal TNI itu.
Maka dari itu, kata Hasanuddin, para perwira mulai dari komandan kompi, komandan peleton, hingga komandan regu, harus memberikan porsi terbaik dalam rangka pembinaan prajurit, tanpa dengan kekerasan.
"Bahwa memberikan hukuman disiplin berupa push-up, squat-jump, atau mungkin yang lain-lain yang memang untuk pembinaan fisik, itu pun diberi batasannya," katanya.
Sebelumnya, Panglima Kodam IX/Udayana Mayor Jenderal TNI Piek Budyakto mengatakan sejumlah 20 orang prajurit telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penganiayaan yang mengakibatkan Prada Lucky Saputra Namo meninggal dunia.
Pangdam mengatakan dari 20 orang tersangka tersebut, salah satunya adalah seorang perwira yang diduga terlibat penganiayaan hingga Prada Lucky meninggal dunia.