Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melimpahkan berkas perkara dugaan korupsi dalam jual beli gas antara PT Perusahaan Gas Negara (PGN) dan PT Inti Alasindo Energy (IAE) pada kurun waktu 2017–2021, ke jaksa penuntut umum (JPU).

“Pada 8 Agustus 2025, penyidik melakukan penyerahan atas tersangka DP dan II, beserta barang bukti kepada jaksa penuntut umum (JPU) KPK atau tahap dua,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu.

Budi mengatakan bahwa pelimpahan tersebut menandakan penyidikan dugaan korupsi untuk kedua tersangka telah dinyatakan lengkap atau P-21.

Kedua tersangka tersebut adalah Direktur Komersial PT PGN periode 2016-2019 Danny Praditya (DP), dan Komisaris PT IAE pada tahun 2006-2023 Iswan Ibrahim (II).

“Atas hal tersebut, perkara tindak pidana korupsi dengan tersangka DP dan II ini akan segera disidangkan,” katanya.

Sementara itu, Budi mengatakan KPK sempat menggeledah rumah dari dua mantan Direktur Utama PT PGN di wilayah Jakarta Barat dan Jakarta Selatan, serta rumah salah satu dewan direksi di Jakarta Selatan, yang diduga terlibat saat memutuskan pembayaran uang muka terkait kasus tersebut.

Ia juga mengatakan KPK menggeledah rumah Direktur Keuangan PT IAE di Kota Tangerang Selatan, Banten, yang diduga ikut terlibat dalam tercapainya kesepakatan pembayaran uang muka dari PGN kepada PT IAE.

Semua penggeledahan itu, kata dia, dilakukan pada akhir Juli 2025.

“Dari rangkaian penggeledahan ini, penyidik berhasil mendapatkan bukti-bukti berupa barang bukti elektronik dan dokumen, yang selanjutnya dilakukan penyitaan guna pembuktian tindak pidana korupsi perjanjian jual beli gas antara PT PGN dengan PT IAE, dan menelusuri adanya peran pihak-pihak lainnya yang terlibat,” katanya.

Selain itu, dia mengatakan KPK selama penyidikan kasus tersebut telah menyita uang sebesar 1.556.000 dolar Amerika Serikat, 18 bidang tanah dan/atau bangunan seluas sekitar 10 hektare di Cianjur dan Bogor, Jawa Barat.

Ia menjelaskan penyitaan tersebut merupakan langkah awal pemulihan kerugian keuangan negara.

Adapun kerugian keuangan negara kasus tersebut mencapai 15 juta dolar AS.