Kita ingin mengenalkan kepada dunia bahwa sawit di Aceh benar-benar tumbuh dalam perkebunan legal, sawit di Aceh sangat baik, dan bebas deforestasi
Banda Aceh (ANTARA) - Pemerintah Aceh berharap perusahaan global untuk berinvestasi di tanah rencong dalam hal ini membangun pabrik atau refinery dari kelapa sawit yang memang belum tersedia hingga hari ini di Aceh.
"Kita mengajak seluruh pemilik perusahaan global untuk membeli sawit Aceh dan memulai investasi membangun pabrik hilirisasi komoditas kelapa sawit di Aceh," kata Wakil Gubernur Aceh, Fadhlullah di Banda Aceh, Rabu.
Pernyataan itu disampaikan Fadhlullah dalam forum peluncuran kelompok kerja kemitraan kelapa sawit berkelanjutan yang digelar oleh Yayasan Inisiatif Dagang Hijau, di Banda Aceh.
Forum ini diikuti perusahaan yang
bergerak di bidang industri kelapa sawit, diantaranya Unilever, Pepsico, Nestle, Mars, Mondelez, Musim Mas, Apical, Permata Hijau Group dan Sinar Mas. Serta dihadiri Duta Besar Belanda, perwakilan Denmark, Norwegia serta berbagai negara lainnya.
Fadhlullah berharap, melalui forum ini, Aceh mendapatkan kepercayaan perusahaan global dalam investasi hijau, dan semua pihak mau berkolaborasi dengan pemerintah Aceh dalam upaya mewujudkan visi kelapa sawit berkelanjutan.
Wagub mengatakan, pihaknya berkomitmen merespon permintaan pasar kelapa sawit global guna mewujudkan rantai pasok bebas deforestasi dan inklusif terhadap petani.
Karena itu, Pemerintah Aceh telah menetapkan dua kebijakan utama, yaitu peta jalan kelapa sawit berkelanjutan 2023-2045 yang ditetapkan dengan Peraturan Gubernur Aceh Nomor 9 Tahun 2024, serta rencana aksi daerah kelapa sawit berkelanjutan Aceh 2023-2026 melalui Peraturan Gubernur Nomor 17 Tahun 2024.
"Kita ingin mengenalkan kepada dunia bahwa sawit di Aceh benar-benar tumbuh dalam perkebunan legal, sawit di Aceh sangat baik, dan bebas deforestasi," ujarnya.
Dirinya menyebutkan, Aceh saat ini memiliki 63 pabrik kelapa sawit (PKS), dan menghasilkan lebih dari satu juta ton minyak kelapa sawit mentah atau CPO setiap tahunnya dari luas perkebunan sawit sekitar 470 ribu hektare. Jumlah ini menyumbang sekitar 2,41 persen dari total produksi CPO nasional.
Namun, kata Fadhlullah, hingga hari ini Aceh belum memiliki satupun industri hilir yang dapat memberikan nilai tambah bagi masyarakat dan pelaku usaha sawit.
Karena itu, dirinya berharap perusahaan global dapat berinvestasi dengan membangun refinery di Aceh. Baik untuk industri minyak makan, mentega, kosmetik serta produk turunan sawit lainnya.
"Kita berharap adanya pertemuan ini, para investor bisa menghadirkan satu refinery yang berkelanjutan untuk Aceh. Bisa minyak makan, kosmetik dan lainnya," demikian Fadhlullah.
Sebagai informasi, dalam rangka mendukung iklim investasi, pemerintah Aceh berkomitmen memperbaiki dan memperkuat infrastruktur.
Saat ini, Aceh sudah memiliki satu bandara internasional, 10 bandara lokal, lima pelabuhan perikanan internasional dan lima pelabuhan domestik, satu gas engine power plant, satu hydropower, satu stempower, satu interkoneksi, serta 23 perusahaan air minum.
Selain itu, pemerintah juga sedang melakukan pembangunan jalan tol yang menghubungkan ibukota provinsi Aceh dengan perbatasan Sumatera Utara.
Pemerintah Aceh juga sedang memperjuangkan peningkatan infrastruktur wilayah barat selatan Aceh, terutama pembangunan terowongan yang menghubungkan Gunung Paro-Kulu dan Geurutee.