10 Fakta Kasus Viral Tamu Diusir dari Hotel Pekalongan Gara-gara Gunakan Tiket Promo Rp 10 Ribu
TRIBUNJATENG.COM - Kasus Muhammad Sahid Ramadhan atau Rama yang mengaku diusir dari Hotel Indonesia Pekalongan, Jawa Tengah, menjadi sorotan setelah ia membagikan pengalamannya di TikTok.
Gara-garanya, Rama menggunakan tiket promo Rp 10.244. Namun pihak hotel sendiri memiliki aturan untuk membayar minimal Rp 150.000.
Peristiwa ini memicu pro-kontra warganet terkait penggunaan tiket promo dari aplikasi pemesanan.
Berikut 10 fakta lengkapnya.
1. Video Pertama yang Langsung Viral
Akun TikTok @ramasahid mengunggah video pada 13 Agustus 2025 yang berisi keluhannya saat menginap di Hotel Indonesia Pekalongan.
Dalam video itu, Rama menceritakan bahwa ia merasa diperlakukan tidak adil dan diminta membayar biaya tambahan padahal sudah membayar penuh di aplikasi.
Video tersebut langsung ramai ditonton, dibagikan ulang, dan menjadi bahan diskusi hangat di media sosial.
2. Pesan Kamar dengan Promo Harga Murah
Rama mengaku memesan kamar hotel melalui aplikasi Traveloka.
Ia mendapat harga promo sebesar sekitar Rp 130 ribuan per malam.
Alasan memilih hotel ini adalah karena label "syariah" yang membuatnya merasa nyaman sekaligus harga yang terjangkau.
Ia juga menyebut sudah sering menginap di berbagai hotel, namun baru kali ini diminta membayar biaya tambahan setelah check-in.
3. Diminta Bayar Tambahan Saat Check-in
Begitu tiba di hotel dan hendak melakukan check-in, Rama mengaku dikejutkan oleh permintaan pihak front office untuk menambah biaya Rp 10.224.
Menurut penjelasan pihak hotel, tarif promo yang ia bayar tidak memenuhi ketentuan tarif minimal yang berlaku.
Rama merasa keberatan karena menganggap harga di aplikasi seharusnya sudah bersifat final dan tidak perlu ada tambahan di luar itu.
4. Menolak Membayar Tambahan karena Menganggap Tidak Sesuai Aturan
Rama memutuskan untuk tidak membayar tambahan tersebut.
Ia berpegang pada prinsip bahwa transaksi di aplikasi sudah merupakan bentuk akad yang sah.
"Saya sudah sering menginap di hotel dan tidak pernah ada biaya tambahan saat check-in. Apalagi ini hotel syariah, harusnya akad jelas dari awal," tegasnya dalam video.
5. Dikejutkan Ketukan Pintu Tengah Malam
Dalam video lanjutan yang ia unggah, Rama merekam momen seorang pegawai hotel mengetuk pintu kamarnya dengan nada keras sekitar pukul 23.00 WIB.
Rama mengaku kaget dan merasa tidak nyaman karena saat itu ia sudah bersiap untuk beristirahat setelah perjalanan jauh.
"Astaghfirullah, saya diusir jam 11 malam. Padahal saya sudah lelah setelah perjalanan jauh," ucapnya.
6. Pihak Hotel Tegaskan Ada Kebijakan Tarif Minimal
Perwakilan manajemen hotel bernama Ariyesti menjelaskan bahwa pihaknya memiliki kebijakan tarif minimal Rp 150 ribu per malam.
Kebijakan ini berlaku untuk semua tamu tanpa terkecuali meskipun pemesanan dilakukan melalui aplikasi pihak ketiga.
7. Harga Promo dari Aplikasi Memicu Selisih Biaya
Dalam kasus Rama, harga yang tertera di aplikasi sebesar Rp 130 ribuan berada di bawah tarif minimal hotel.
Hal inilah yang memicu permintaan biaya tambahan Rp 10.224.
Pihak hotel menyebut aturan ini bertujuan menjaga standar tarif dan layanan.
8. Status Check-in Tamu Belum Resmi Tercatat
Ariyesti mengungkap bahwa status check-in Rama sebenarnya belum tercatat di sistem hotel.
Meski demikian, kunci kamar sudah diberikan lebih dulu oleh petugas front office karena merasa tertekan dengan situasi di lobi.
9. Permintaan Refund Tunai Ditolak
Rama sempat meminta agar uang yang telah dibayarkan bisa dikembalikan secara tunai.
Pihak hotel menolak dengan alasan bahwa transaksi dilakukan melalui aplikasi Traveloka sehingga prosedur pengembalian dana hanya bisa melalui platform tersebut.
"Beliau juga meminta pengembalian uang secara tunai, padahal pemesanan lewat aplikasi. Kami tidak bisa mengembalikan uang cash," jelas Ariyesti.
10. Netizen Terbelah dalam Menanggapi Kasus Ini
Setelah video tersebut viral, warganet pun terbagi menjadi dua kubu.
Ada yang membela Rama dan menilai hotel seharusnya menghormati harga promo dari aplikasi.
Namun, ada pula yang mendukung pihak hotel dengan alasan kebijakan tarif minimal adalah hak manajemen untuk menjaga kualitas layanan.
Kasus ini akhirnya menjadi perdebatan soal kejelasan akad, transparansi harga, dan koordinasi antara hotel dan platform pemesanan online.
(*)