BANJARMASINPOST.CO.ID, PELAIHARI - Di tengah gonjang-ganjing demo menolak kenaikan Pajak Bumi Bangunan (PBB) di Jawa dan daerah lainnya, angin segar justru dirasakan warga Kabupaten Tanahlaut (Tala).
Ini menyusul langkah Pemkab Tala yang menerapkan pemutihan tunggakan pajak. Kebijakan ini bahkan disertai dengan pemberian diskon.
Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Tala Rudi Ismanto, Jumat (15/8), menerangkan pemutihan dan diskon pajak tersebut berlaku sejak awal Agustus hingga 31 Desember mendatang.
Kebijakan ini hanya berlaku bagi perorangan, bukan badan usaha.
Pemutihan, jelasnya, yakni penghapusan terhadap denda tunggakan pajak. Sedangkan pajaknya tetap harus dibayar, namun diberi diskon hingga 75 persen. “Jadi cukup bayar 25 persen saja,” papar Rudi.
Pejabat eselon II di Bumi Tuntung Pandang ini mengatakan masyarakat miskin di Tala bahkan bisa mengajukan pengurangan PBB.
Pengajuan dapat dilakukan secara mandiri maupun melalui pemerintah desa. Usulan pengurangan pajak berlaku bagi masyarakat penerima bantuan sosial (bansos).
Syaratnya mudah yakni cukup melampirkan bukti sebagai warga tidak mampu seperti bukti penerima bansos. “Pajak PBB-nya bisa kita kurangi hingga 70 persen,” tandas Rudi.
Lebih lanjut ia mengatakan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) di Tala juga ada penyesuaian sebagaimana di daerah lain di Indonesia.
“Penyesuaian dengan harga pasar. Ini mengingat sejak perpindahan KPP Pratama, belum pernah dilakukan penyesuaian,” jelasnya.
Padahal harga nilai jual di pasaran sudah naik hingga 250 persen. Dikatakannya, penyesuaian NJOP dengan harga pasar itu telah diterapkan sejak awal 2025.
Meski NJOP naik, tidak serta merta PBB naik. Ada yang tetap, bahkan ada yang turun. Juga ada yang naik pada sektor tertentu, namun nominal kenaikannya tak signifikan.
“Perhitungan PBB-nya kita ubah sehingga terhadap sektor yang naik, maka kenaikannya tidak terasa karena tak begitu besar,” tandas Rudi.
Terpisah, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Tala Muhammad Darmin mengatakan Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun ini memang turun seperti daerah lainnya. “Tahun ini DAK/DAU kita (Tala) berkurang sebesar Rp 59,3 miliar,” sebutnya.
Penurunan DAK/DAU tersebut yakni pada infrastruktur sehingga ada sejumlah kegiatan yang tertunda seperti pada kegiatan perbaikan jalan dan pada kegiatan bidang pengairan.
Kenaikan PBB di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, sebesar 250 persen telah menimbulkan gejolak besar di masyarakat. Aksi menuntut pengunduran diri Bupati Sudewo pun berlangsung hingga kini.
Ternyata Pati bukan satu-satunya daerah yang menaikkan PBB. Di Kota Cirebon, Jawa Barat, warga yang tergabung dalam Paguyuban Pelangi Cirebon menolak kenaikan PBB yang mencapai 1.000 persen. Di Jombang, Jawa Timur, warga memprotes kenaikan PBB dengan aksi unik yakni melunasinya dengan ratusan koin.
Di Bone, Sulawesi Selatan, PBB juga naik hingga 300 persen. Himpinan Mahasiswa Indonesia (HMI) di sana pun demo.
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi membantah pemerintah daerah ramai-ramai menaikkan pajak karena didorong pemerintah pusat. Prasetyo menekankan setiap tahunnya, pasti ada saja daerah yang menaikkan pajak. “Kenaikan PBB itu kan kebijakan di tingkat kabupaten/kota,” ujar Prasetyo di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat.
Prasetyo mengingatkan kepala daerah untuk berhati-hati dalam membuat kebijakan. “Usahakan jangan menyusahkan rakyat,” ucapnya.
Ditanya apakah Presiden Prabowo Subianto menyampaikan sikap perihal Bupati Sudewo, Prasetyo menyebut tidak ada respons dari kepala negara. “Ya tidak ada dong. Itu kan dinamika politik di daerah,” imbuh Prasetyo. (roy/kompas)