Jakarta (ANTARA) - Anggaran pendidikan Indonesia tahun 2026 yang mencapai Rp757,8 triliun merupakan tonggak penting dalam sejarah perjalanan bangsa.

Belanja negara yang menempatkan pendidikan sebagai prioritas, bukan sekadar pemenuhan konstitusi, melainkan strategi membangun masa depan.

Pendidikan adalah jantung pembangunan. Dari sanalah lahir manusia-manusia cerdas, pekerja terampil, ilmuwan, dan wirausahawan yang menjadi penggerak ekonomi serta penjaga peradaban bangsa.

Jika dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya, angka yang dialokasikan ini jauh lebih besar dan menunjukkan keseriusan pemerintah.

Peningkatan alokasi anggaran di tingkat dasar dan menengah akan berdampak langsung pada anak-anak bangsa di pelosok negeri.

Program renovasi sekolah yang sudah berjalan pada 2025 menjadi bukti konkret bahwa investasi pendidikan bukan sebatas wacana.

Sebanyak 13.800 sekolah telah direhabilitasi, begitu pula dengan 1.400 madrasah. Dengan perbaikan ini, anak-anak dapat belajar dalam lingkungan yang lebih layak, aman, dan sehat.

Selain fisik bangunan, anggaran besar itu diarahkan untuk memperkuat program-program yang selama ini menyentuh kebutuhan mendasar.

Program Sekolah Rakyat yang lahir untuk menjawab kebutuhan pendidikan non-formal bagi anak-anak yang sebelumnya terpinggirkan menjadi contoh nyata bagaimana pemerintah memberi solusi cepat.

Begitu pula dengan Sekolah Garuda yang dirancang sebagai model unggulan, menjadi laboratorium sosial untuk membuktikan bahwa anak-anak dari keluarga miskin bisa mendapat fasilitas terbaik.

Langkah strategis lainnya adalah program makan bergizi gratis. Sering kali potensi anak terhambat bukan karena kurang cerdas, melainkan karena tubuhnya kekurangan nutrisi.

Pemerintah menyadari, tidak ada pendidikan berkualitas tanpa kondisi fisik yang sehat. Dengan anggaran besar, pemberian gizi bagi pelajar menjadi prioritas agar daya pikir, konsentrasi, dan produktivitas anak-anak Indonesia meningkat.

Program ini tidak hanya memerangi stunting, tetapi juga menanamkan kesadaran bahwa keberhasilan akademik erat kaitannya dengan pola hidup sehat.

Tidak kalah penting, anggaran besar itu juga memberi dorongan signifikan bagi dunia riset.

Pendidikan tinggi yang mendapat sokongan dana lebih luas akan mampu menghasilkan penelitian-penelitian strategis, bukan hanya untuk publikasi ilmiah, tetapi juga untuk hilirisasi.

Hilirisasi riset menjadi kunci untuk mengubah hasil penelitian menjadi produk nyata yang memberi nilai tambah bagi perekonomian nasional.

Dengan cara ini, pendidikan dan riset tidak lagi berdiri sendiri, melainkan menjadi penggerak hilirisasi industri.

Optimisme besar

Semua langkah yang dilakukan menunjukkan arah yang jelas, anggaran besar tidak boleh berhenti di angka-angka di atas kertas.

Ia harus menjelma menjadi aksi nyata yang dirasakan langsung oleh peserta didik, guru, dan masyarakat luas.

Di sinilah letak optimisme besar, bahwa dengan fondasi yang kuat, bangsa ini tengah menyiapkan lompatan pendidikan menuju generasi emas.

Anggaran pendidikan yang besar tidak hanya menjadi simbol komitmen, melainkan juga momentum untuk mengoreksi kesenjangan lama.

Salah satu masalah klasik pendidikan Indonesia adalah ketidakmerataan. Anak-anak di kota besar cenderung menikmati fasilitas lengkap, sementara di daerah terpencil banyak yang masih belajar di bangunan reyot.

Dengan program renovasi sekolah dan distribusi 288.000 layar pintar, hingga ke pelosok desa, kesenjangan digital dan fisik perlahan dipersempit.

Distribusi layar pintar yang terhubung dengan guru-guru terbaik secara virtual merupakan inovasi penting. Di era digital, akses terhadap kualitas pengajaran tidak boleh dibatasi oleh lokasi geografis.

Anak-anak di desa berhak mendapatkan pengajaran bermutu, sebagaimana yang dinikmati anak-anak di kota besar. Dengan cara ini, teknologi menjadi jembatan pemerataan pengetahuan.

Tidak hanya siswa, guru pun mendapat perhatian besar. Pemerintah telah meningkatkan gaji guru ASN dan memberikan tunjangan layak bagi guru non-ASN dengan mekanisme transfer langsung.

Langkah ini tidak sekadar soal kesejahteraan, tetapi juga penghargaan terhadap profesi guru sebagai ujung tombak pendidikan. Guru yang sejahtera akan lebih fokus mendidik, lebih bersemangat, dan lebih kreatif dalam mengajar.

Pemerintah juga memberi perhatian khusus pada bidang kesehatan melalui pembukaan 148 program studi kedokteran baru di 57 fakultas. Langkah ini strategis, mengingat kebutuhan tenaga medis di Indonesia masih sangat tinggi.

Dengan penambahan program studi kedokteran, kesempatan anak-anak di daerah untuk menjadi dokter semakin terbuka. Tidak lagi ada kesan bahwa profesi ini hanya untuk mereka yang mampu membayar mahal.

Bukan sekadar angka

Dalam optimisme besar ini tetap ada tantangan yang harus dijawab. Infrastruktur memang membaik, akses semakin luas, tetapi kualitas pembelajaran tetap menjadi kunci.

Pendidikan tidak hanya diukur dari jumlah sekolah baru atau program studi yang dibuka, melainkan dari mutu lulusan yang dihasilkan. Dalam konteks pendidikan 4.0, kemampuan memecahkan masalah, berkolaborasi, dan berinovasi menjadi indikator penting.

Oleh karena itu, perbaikan sarana harus berjalan seiring dengan peningkatan kompetensi guru serta pengawasan mutu pembelajaran.

Kita tidak boleh terjebak pada euforia angka-angka besar, tanpa memastikan implementasi di lapangan. Setiap rupiah anggaran harus dikelola dengan transparan dan akuntabel.

Pendidikan bukan proyek jangka pendek, melainkan investasi jangka panjang yang hasilnya baru terlihat puluhan tahun ke depan.

Karena itu, konsistensi dan keberlanjutan menjadi syarat mutlak agar kebijakan yang sudah baik tidak terhenti di tengah jalan.

Optimisme besar ini harus terus dijaga dengan kesadaran bahwa pendidikan adalah kerja kolektif. Pemerintah memberi arah dan dukungan, tetapi eksekusi di lapangan bergantung pada kolaborasi semua pihak, yaitu guru, orang tua, komunitas, hingga dunia usaha.

Jika semua bergerak serentak, maka anggaran besar itu akan berbuah pada lahirnya Generasi Emas Indonesia yang berdaya saing global.

Arah pendidikan Indonesia kini berada di jalur yang benar. Anggaran besar memberi harapan besar. Infrastruktur membaik, akses diperluas, gizi diperhatikan, riset diperkuat.

Namun, semua itu harus disertai manajemen yang baik, distribusi anggaran yang adil, peningkatan kualitas guru, serta jaminan keberlanjutan. Dengan demikian, pendidikan Indonesia tidak hanya maju dalam angka, tetapi juga dalam kualitas nyata yang dirasakan oleh seluruh rakyat.

Jika pemerintah konsisten menjaga arah ini, ditambah dengan evaluasi yang berani dan keterlibatan semua pihak, maka cita-cita melahirkan Generasi Emas 2045 bukan sekadar retorika, melainkan kenyataan yang akan tercapai.