Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Gerald Leonardo Agustino
TRIBUNJAKARTA.COM, CILINCING - Di tengah keterbatasan ekonomi, Siti Rohmani (35) warga Cilincing, Jakarta Utara, rela mengandalkan pinjaman online (pinjol) demi biaya pengobatan anak semata wayangnya, Ibrahimovic atau Baim (15).
Sang anak didiagnosis menderita gagal ginjal akut setelah kerap mengonsumsi minuman berpemanis dalam kemasan.
Siti mengungkapkan, Baim tak perlu cuci darah atas penyakit yang dialaminya ini, cukup dengan pengobatan rawat jalan.
Namun, biaya obat, vitamin, hingga susu khusus ginjal yang mencapai ratusan ribu rupiah per bulan kerap menjadi beban berat bagi Siti.
Tak ayal, hal itu membuat Siti berulangkali mengajukan pinjaman online untuk menutupi pengobatan dan biaya kehidupan sehari-hari.
"Kadang saya terpaksa pinjam ke pinjol buat nutup kebutuhan," ujarnya ketika ditemui TribunJakarta.com di rumahnya di wilayah RW 09 Kelurahan Cilincing, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara, Selasa (12/8/2025) lalu.
Siti kini hanyalah seorang ibu rumah tangga yang mengandalkan gaji sang suami untuk bertahan hidup.
Setiap hari, kehidupannya untuk mengurusi rumah dan tentunya, pengobatan Baim.
Diketahui, Baim didiagnosis mengalami gagal ginjal akut pada tahun 2022.
Awalnya, Siti melihat perubahan signifikan pada kondisi tubuh sang anak.
Kala itu, Baim yang biasanya aktif dalam aktivitas olahraga tiba-tiba tak bergairah.
Ia lemas dan sering sakit. Di suatu momen, Siti akhirnya membawa sang anak ke rumah sakit untuk mengecek kondisi kesehatan Baim yang saat itu mengalami demam tinggi.
Siti mengira demam tinggi yang dialami anaknya hanyalah penyakit biasa, tapi nyatanya, setelah pemeriksaan mendalam, dokter mendiagnosisnya mengalami gejala gagal ginjal akut.
"Waktu itu dirawat di (RSUD) Koja, itu katanya suruh cuci darah. Nah, saya kan nggak mau lah. Anak saya cuma satu masa cuci darah, yang udah-udah kan cuci darah tau sendiri ya," ungkap Siti.
Siti sempat hampir putus asa ketika mendengar saran dokter di RSUD Koja yang meminta agar Baim menjalani cuci darah rutin.
Tapi, ia tak langsung menuruti permintaan pihak rumah sakit itu dan memilih mengikuti saran kedua, yakni merujuk anaknya berobat ke rumah sakit yang memiliki fasilitas lebih mumpuni untuk menangani gagal ginjal pada anak.
Akhirnya, Siti pun membawa anaknya berobat ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Senada dengan rumah sakit sebelumnya, dokter di RSCM juga mendiagnosis Baim mengalami gagal ginjal akut.
Pada pemeriksaan terakhir, ginjal Baim menyusut menjadi sekitar 4,23 sentimeter dari ukuran ginjal normal yang panjangnya sekitar 9,1 sentimeter.
Keputusasaan itu pelan-pelan mereda, Siti memiliki harapan baru ketika dokter di RSCM menyatakan bahwa Baim tak perlu cuci darah, tapi harus rawat jalan.
"Sampai sekarang nih masih berobat rutin. Sebulan sekali, kadang sebulan dua kali, di RSCM yang emang khusus anak-anak yang punya penyakit ginjal, yang cuci darah. Kalau di RSCM katanya Baim ini yang masih ibarat stadium tiga lah. Ibarat katanya masih bisa disembuhin pakai obat-obatan," jelas Siti.
Siti mengaku, sejak kecil Baim memang gemar mengonsumsi minuman kemasan, mulai dari minuman rasa teh manis hingga rasa jeruk.
Kebiasaan itu sulit dikontrol, terutama saat anaknya berada di sekolah.
"Dia beli pas istirahat. Air putihnya jarang diminum, padahal saya selalu bekalin. Kadang pulang sekolah botolnya masih utuh," ucap Siti.
Kini, Baim menjalani pengobatan rutin di RSCM.
Ia harus mengonsumsi obat setiap malam, kadang disertai vitamin dan obat darah tinggi.
Biaya obat tidak selalu ditanggung, sehingga Siti pernah harus mengeluarkan Rp 150 ribu hingga Rp 200 ribu untuk menebus obat yang tidak ter-cover BPJS.
Selain itu, dokter juga menganjurkan susu khusus penderita ginjal yang harganya bisa mencapai Rp 200 ribu per tujuh saset.
Meski berat secara finansial, Siti bersyukur kondisi ginjal Baim membaik.
"Awalnya panjang ginjalnya cuma 4,23 sentimeter, sekarang sudah 6,25. Normalnya 9,1 sentimeter," jelasnya.
Siti mengaku prihatin melihat banyak anak lain yang mengalami nasib serupa akibat konsumsi minuman berpemanis berlebihan.
Beberapa bahkan harus menjalani cuci darah dan tidak bertahan lama.
"Cukup anak saya yang ngalamin, jangan anak-anak Indonesia lainnya," tegasnya.