Bahlil Lahadalia Pilih Bungkam soal Bebas Bersyarat Setya Novanto, Fokus ke HUT RI
Eko Sutriyanto August 17, 2025 07:33 PM

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia enggan banyak berkomentar terkait pembebasan bersyarat mantan Ketua DPR sekaligus eks Ketua Umum Partai Golkar, Setya Novanto.

Bahlil hanya memberikan jawaban singkat ketika ditanya awak media di sela-sela perayaan HUT ke-80 Kemerdekaan RI, Istana Negara, Jakarta pada Minggu (17/8/2025), 

“Masih 17 Agustus yah. Nanti, nanti,” ujar Bahlil.

Saat ditanya apakah Golkar menyambut baik kebebasan bersyarat Setya Novanto, Bahlil kembali mengalihkan fokus. 

“Kita 17 Agustus ini semuanya harus baik-baik,” katanya.

Terkait status Setya Novanto di Partai Golkar pascabebas bersyarat, Bahlil juga tidak memberikan jawaban lugas. 

“Masih kita… Kita ini lagi rayakan HUT kemerdekaan, jangan bicara politik,” pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, Mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto, dipastikan telah mendapatkan pembebasan bersyarat.

Kepastian ini disampaikan langsung Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan, Agus Andrianto.

Agus menjelaskan bahwa keputusan bebas bersyarat tersebut sudah melalui mekanisme hukum yang berlaku. 

“Iya, karena sudah melalui proses asesmen, dan yang bersangkutan berdasarkan hasil pemeriksaan PK itu sudah melampaui waktunya. Harusnya tanggal 25 yang lalu,” kata Agus di Istana Negara, Jakarta, Minggu (17/8/2025).

Menurutnya, Setya Novanto tidak lagi memiliki kewajiban melapor usai bebas bersyarat.

Hal ini lantaran semua ketentuan, termasuk denda subsidair, sudah dipenuhi. 

“Nggak ada. Karena kan denda subsidier sudah dibayar,” tegasnya.

Agus juga menambahkan, pengurangan masa hukuman bagi Setya Novanto merupakan konsekuensi dari putusan peninjauan kembali (PK) yang diajukan. 

“Putusan PK kan kalau nggak salah. Putusan peninjauan kembali kepada yang bersangkutan dikurangi masa hukumannya,” pungkasnya.

Mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto, selaku narapidana kasus korupsi proyek pengadaan KTP elektronik (e-KTP) tahun 2011–2013, resmi mendapatkan pembebasan bersyarat dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.

Pembebasan bersyarat tersebut diberikan pada 16 Agustus 2025, bertepatan dengan momen perayaan Hari Ulang Tahun ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia.

Kepala Subdirektorat Kerja Sama Pemasyarakatan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas), Rika Aprianti, menyampaikan bahwa keputusan pembebasan bersyarat didasarkan pada Surat Keputusan Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan tertanggal 15 Agustus 2025, dengan nomor PAS-1423 PK.05.03 Tahun 2025.

"Pada tanggal 16 Agustus 2025 dikeluarkan dari Lapas Sukamiskin dengan Program Bersyarat," kata Rika dalam keterangan resminya, Minggu (17/8/2025).

 Dengan pembebasan tersebut, status hukum Setya Novanto berubah dari narapidana menjadi klien pemasyarakatan yang berada di bawah pengawasan Balai Pemasyarakatan (Bapas) Bandung.

Ia tetap diwajibkan menjalani bimbingan dan melapor secara berkala sesuai ketentuan yang berlaku.

"(Setya Novanto) mendapatkan bimbingan dari Pembimbing Kemasyarakatan Bapas Bandung sampai tanggal 1 April 2029," ujar Rika.

Setya Novanto sebelumnya merupakan warga binaan Lapas Sukamiskin atas kasus tindak pidana korupsi berdasarkan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI No. 31 Tahun 1999.

Ia dijatuhi pidana penjara selama 15 tahun, yang kemudian dikurangi menjadi 12 tahun 6 bulan melalui putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung Nomor 32/PK/Pid.Sus/2020 tertanggal 4 Juni 2025.

Selain pidana penjara, Novanto juga dikenai denda sebesar Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan, serta kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp49.052.289.803 subsider 2 tahun kurungan.

Berdasarkan informasi dari Ditjenpas, sebagian besar kewajiban tersebut telah diselesaikan, termasuk pembayaran denda dan uang pengganti, yang menjadi salah satu syarat administratif dalam pengajuan pembebasan bersyarat.

Pemberian pembebasan bersyarat kepada Setya Novanto dilakukan setelah ia dinyatakan memenuhi syarat substantif dan administratif, termasuk telah menjalani lebih dari dua pertiga masa pidana, berkelakuan baik, serta aktif mengikuti program pembinaan selama menjalani hukuman.

Meski bertepatan dengan peringatan HUT RI, Ditjenpas menegaskan bahwa pembebasan bersyarat ini bukan bagian dari program remisi khusus kemerdekaan, melainkan hasil dari proses hukum yang telah berjalan sesuai prosedur.

Setya Novanto lahir di Bandung pada 12 November 1955. Ia dikenal sebagai politikus senior Partai Golkar dan pernah menjabat sebagai Ketua DPR RI periode 2014–2019 serta Ketua Umum DPP Partai Golkar pada 2016–2017.

Sebelum berkiprah di politik, ia meniti karier sebagai pengusaha dan menyelesaikan pendidikan di Universitas Katolik Widya Mandala dan Universitas Trisakti.

Namanya mulai terseret dalam kasus korupsi proyek pengadaan KTP elektronik (e-KTP) tahun anggaran 2011–2013 setelah disebut oleh Muhammad Nazaruddin dalam persidangan.

Ia ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada Juli 2017, sempat menang praperadilan, namun kembali ditetapkan sebagai tersangka pada November 2017.

Proses hukum terhadap Novanto diwarnai berbagai drama, termasuk kecelakaan mobil saat hendak menyerahkan diri ke KPK.

Ia menjalani sidang perdana pada Desember 2017 dan akhirnya divonis 15 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta pada 24 April 2018. Selain pidana penjara, ia dikenai denda Rp500 juta dan uang pengganti USD 7,3 juta dikurangi Rp5 miliar yang telah dititipkan ke KPK.

Pada tahun 2020, Novanto mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung. Putusan PK Nomor 32 PK/Pid.Sus/2020 yang dibacakan pada 4 Juni 2025 mengurangi hukumannya menjadi 12 tahun 6 bulan penjara.

Hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik juga dipangkas dari 5 tahun menjadi 2,5 tahun. (Igman Ibrahim/Ibriza Fasti Ifhami)



 

 

 
 
 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.