Kota Bengkulu (ANTARA) - Tim penyidik Pidsus Kejaksaan Tinggi Bengkulu mengungkap modus yang digunakan oleh dua orang tersangka terkait kasus korupsi pemberian fasilitas kredit kepada PT Desaria Minning Plantation (DMP), salah satunya dengan menyalahgunakan HGU.

Kedua tersangka tersebut yaitu pensiunan PT Bank Raya Indonesia Tbk yang juga merupakan wakil kepala divisi bisnis agro pada bank itu periode 2016 hingga 2019 yaitu Sartono dan karyawan Faris Abdul Rahim.

"Setelah ditelusuri lebih dalam, ditemukan bahwa sebagian lahan Hak Guna Usaha (HGU) yang dijadikan agunan ternyata masih merupakan tanah milik masyarakat yang belum pernah dibebaskan. Bahkan, ada tanah warga yang masuk dalam kawasan HGU tanpa ganti rugi," kata Ketua Tim Penyidik Kejati Bengkulu Candra Kirana di Kota Bengkulu, Selasa.

Ia menerangkan, kasus korupsi tersebut berawal pada September 2016, dimana PT DMP mengajukan pinjaman kredit ke Bank Raya Indonesia dengan menjaminkan Hak Guna Usaha (HGU) seluas 2.489,6 hektare.

HGU tersebut didasarkan pada Surat Keputusan Kementerian Agraria ATR/BPN Nomor 81 Tahun 2016 yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Kaur. Lahan tersebut terbagi dua HGU dan dipergunakan sebagai agunan kredit.

‎Namun, kredit tersebut kemudian macet, sehingga pihak bank menempuh jalur hukum dengan melelang agunan melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Bengkulu.

Lanjut Candra, sejak tahun 2021 hingga 7 Juli 2025, lelang tersebut selalu gagal karena tidak ada penawaran. Kemudian, harga lelang kebun kelapa sawit terus menurun drastis, padahal biasanya aset perkebunan sawit bernilai stabil.

‎Selain masalah status lahan, penyidik juga menemukan adanya penyalahgunaan dana kredit, seperti fasilitas pinjaman yang seharusnya dialokasikan untuk perluasan tanaman baru kelapa sawit dan pemeliharaan tanaman produktif, namun ternyata tidak digunakan sebagaimana mestinya.

"Dana yang dipinjam tidak sesuai peruntukan. Ada peran aktif para tersangka dalam penyimpangan ini, sehingga keduanya ditetapkan sebagai tersangka," ujar dia.

Oleh karena itu, kedua tersangka dikenakan pasal berlapis yaitu pasal 2 ayat (1) junto pasal 18 ayat (2) dan (3) undang-undang nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001, junto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan/atau pasal 3 junto pasal 18 ayat (2) dan (3) undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001, junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

‎Dengan ancaman pidana minimal empat tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara, serta denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.