Wikana, Pemuda Ngotot yang Desak Sukarno-Hatta Segera Baca Proklamasi, Nasibnya Tak Jelas Pasca-1965
Moh. Habib Asyhad August 19, 2025 01:34 PM

Wikana, tokoh pemuda yang ngotot agar Sukarno dan Hatta segera membacakan proklamasi. Nasibnya tak jelas pascatragedi Gerakan 30 September 1965.

---

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-Online.com -Beberapa kalangan bilang, tak mungkin ada proklamasi di Pegangsaan Timur 56 jika tidak ada Wikana. Pemimpin Golongan Pemuda itulah yang ngotot mendesak Sukarno dan Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia.

Meski begitu, nasib Wikana tidak seindah perjuangannya, terutama di akhir hayatnya. Pasca Gerakan 30 September 1965, nasib Wikana, yang adalah Menteri Pemuda pertama Indonesia, tak jelas. Dia menghilang tanpa jejak.

Pada 16 Agustus 1945, Golongan Pemuda yang digawangi oleh Wikana menculik Sukarno dan Hatta ke Rengasdengklok. Mereka menuntut Bung Karno dan Bung Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan dan terhindar dari pengaruh Jepang.

Setelah dibujuk di Rengasdengklok, Bung Karno dan Bung Hatta akhirnya bersedia membacakan proklamasi pada 17 Agustus 1945. Berkat Wikana, yang memiliki koneksi dengan Angkatan Laut Jepang (Kaigun), proses penyusunan proklamasi bisa dilakukan di rumah Laksamana Maeda di Menteng, begitu Sukarno dan Hatta kembali ke Jakarta.

Proses perumusan proklamasi pun terjamin keamanannya karena dilakukan di rumah Laksamana Maeda.

Peran Wikana yang tak kalah penting adalah mengatur dan menyiakan segala kebutuhan pembacaan proklamasi. Pada 16 Agustus 1945, Laksamana Maeda mengizinkan Sukarno dan Hatta, Wikana, dan tokoh lainnya menyusun proklamasi di kediamannya. Selama penyusunan teks proklamasi berlangsung, Wikana mempersiapkan hal lain yang berkaitan dengan pelaksanaan proklamasi.

Dia mengatur segala macam keperluan pembacaan proklamasi di rumah Bung Karno di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56. Begitu naskah proklamasi selesai disusun dan ditandatangani oleh Soekarno-Hatta atas nama bangsa Indonesia, keesokan harinya, pada 17 Agustus 1945, upacara kemerdekaan dilaksanakan. Kabarnya, Wikana juga sangat tegang ketika tahu Bung Karno sakit malaria parah pagi itu menjelang detik-detik Proklamasi.

Wikana juga membujuk kalangan militer Jepang untuk tidak mengganggu jalannya upacara pembacaan teks proklamasi. Setelah Indonesia merdeka, Wikana ditunjuk sebagai Menteri Negara Urusan Kepemudaan dalam Kabinet Sjahrir I dan II periode 1945-1946.

Karier Wikana mulai meredup pasca Madiun 1948. Setelah peristiwa itu, dia bersama para tokoh kiri lainnya menghilang dan baru muncul lagi setelah Aidit bersama Lukman dan Njoto menghidupkan kembali PKI pada awal 1950-an.

Meski begitu, saat dipimpin tiga serangkai Aidit-Lukman-Njoto, PKI sepertinya mulai menyingkirkan tokoh-tokoh komunis tua seperti Wikana. Mereka diangga sudah tidak sesuai dengan jalan yang ditempuk PKI saat itu yang mulai condong ke Bung Karno.

Karena di partai dia tidak dianggap, Wikana hidup miskin di Simpangan Matraman Plantsoen hingga kemudian ditarik oleh Waperdam Chaerul Salem sebagai anggota MPRS pada 1965. Tapi nasibnya justru semakin tragis.

Menjelang Gerakan 30 September 1965, Wikana bersama rombongan lainnya pergi ke Peking (Beijing) untuk menghadiri perayaan hari nasional Cina yang dihelat pada 1 Oktober 1965. Lalu kemudian meletuskan peristiwa penculikan beberapa perwira elite Angkatan Darat itu. PKI jadi kambing hitam.

Karena itulah Wikana meminta anggota delegasi untuk tetap berasa di Cina sembari menunggu kepastian. Wikana sendiri memutuskan pulang ke Indonesia.

Di Indonesia, Wikana kemudian ditangkap. Dia sempat dibawa ke Kodam Jaya tapi dipulangkan kembali. Tapi tak lama kemudian datang tentara tak dikenal ke rumahnya, di Jalan Dempo no. 7A, Matraman, Jakarta Timur. Wikana dibawa dan tidak jelas kabarnya hingga sekarang.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.