Ambon (ANTARA) - Di balik tembok tinggi yang membatasi mereka dengan dunia luar, ribuan warga binaan pemasyarakatan di Maluku sedang menapaki jalan panjang menuju kesempatan kedua.

Bukan sekadar menjalani masa pidana di sana, mereka juga mengikuti berbagai program pembinaan yang disiapkan negara untuk membekali diri ketika kelak kembali ke masyarakat.

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Maluku mengelola 15 Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pemasyarakatan yang tersebar dari Ambon, Masohi, Tual, hingga Saumlaki. Di setiap lapas dan rutan, warga binaan tak hanya ditempa secara mental dan spiritual, tetapi juga diberi pelatihan keterampilan agar kelak bisa hidup mandiri.

Hal ini menjadi bukti nyata bahwa penjara kini bukan lagi tempat buangan bagi mereka yang tersisihkan karena melanggar norma.

Lebih dari itu penjara atau lapas kini menjadi ruang pembinaan yang suportif yang nyaman dan humanis tempat mereka ditempa dan dilatih menjadi manusia baru yang siap berkontribusi ke masyarakat.

Membangun keterampilan dan kemandirian

Di Lapas Kelas IIA Ambon, misalnya, sejumlah warga binaan tampak sibuk mengolah kayu menjadi perabot rumah tangga.

Suara mesin gergaji dan palu berpadu dengan keringat yang mengucur, menghadirkan pemandangan berbeda dari stereotip kehidupan di penjara. Hasil karya mereka bukan hanya dipajang, tetapi juga dipasarkan, memberikan penghasilan tambahan sekaligus kebanggaan.

Sementara di Lapas Perempuan (LPP) Ambon, para warga binaan dilatih keterampilan menjahit, membatik, hingga membuat kerajinan tangan. Produk-produk ini bahkan sudah beberapa kali dipamerkan dalam ajang pameran kerajinan daerah, menegaskan bahwa dari balik jeruji pun kreativitas tetap bisa lahir.

Bahkan di seluruh UPT pemasyarakatan Kanwil Maluku, program perikanan dan pertanian menjadi fokus. Warga binaan diajak bercocok tanam sayur, memelihara ikan, hingga beternak ayam. Hasil panen digunakan untuk memenuhi kebutuhan dapur lapas dan sebagian dijual ke masyarakat sekitar, sekaligus menjadi sarana latihan kewirausahaan.

Program kemandirian pangan di Ditjenpas Maluku (ANTARA/Dedy Azis)

Seluruh pembinaan ini diberikan tentunya dengan menggandeng berbagai pihak terkait yang ahli dalam bidangnya agar keterampilan yang diberikan tepat sasaran dan dapat dengan mudah diaplikasikan oleh warga binaan.

Kemandirian keterampilan ini tak hanya menjadi rutinitas belaka bagi warga binaan. Banyak dari mereka yang mampu mengaplikasikan keterampilan yang didapatnya selama di lapas menjadi peluang usaha setelah bebas.

Salah satunya Sam (bukan nama sebenarnya) yang kini mulai merintis bisnis bordir pada salah satu pusat perbelanjaan di Kota Ambon.

Pelatihan keterampilan yang diperolehnya saat mendekam di Lapas membuatnya berinisiatif untuk memiliki usahanya sendiri.

Di tengah stigma negatif tentang mantan narapidana yang membuatnya sulit mendapatkan pekerjaan, Sam optimis selalu ada kesempatan bagi mereka yang ingin berbenah menjadi lebih baik.

Menurut dia, selain keterampilan, kemampuan melihat peluang bisnis juga harus dimiliki oleh orang-orang sepertinya.

Bisnis jasa bordir dipilihnya lantaran tingginya permintaan bordir nama pada seragam sekolah dari tingkat SD sampai SMA setiap tahunnya. Bahkan tak jarang permintaan datang dari sekolah-sekolah atau kampus-kampus yang akan menggelar wisuda untuk membuat selempang bordir.

Alhasil, bisnis bordir yang sedang digelutinya perlahan menghasilkan pundi-pundi rupiah baginya guna menghidupi keluarganya.

Pembinaan rohani dan literasi

Pembinaan di lapas tidak hanya berhenti pada aspek keterampilan. Bimbingan rohani menjadi bagian penting dalam upaya membangun kesadaran dan perubahan perilaku. Setiap minggu, blok-blok hunian bergema dengan doa, pengajian, kebaktian, dan kegiatan kerohanian lintas agama yang diikuti dengan khidmat oleh para warga binaan.

Warga binaan membaca buku di perpustakaan Lapas Ambon (ANTARA/Dedy Azis)

Tak kalah penting, program literasi juga digalakkan. Beberapa lapas, seperti di Lapas dan Rutan Ambon menyediakan perpustakaan mini yang bisa diakses warga binaan. Bahkan, ada program satu buku satu bulan yang mendorong setiap warga binaan untuk membaca dan menuliskan kembali pemahaman mereka.

Lewat buku yang dibaca, tak ada sekat bagi warga binaan untuk terus menjangkau cakrawala.

Kebijakan humanis

Kepala Kanwil Ditjen Pemasyarakatan Maluku Ricky Dwi Biantoro menegaskan bahwa pembinaan adalah jantung dari sistem pemasyarakatan.

“Tujuan kita bukan hanya menghukum, tetapi juga memulihkan. Program pembinaan adalah jembatan bagi warga binaan untuk bisa kembali menjadi bagian dari masyarakat dengan lebih baik,” ujarnya.

Ia menambahkan, keberhasilan pembinaan membutuhkan dukungan lintas sektor, termasuk pemerintah daerah dan masyarakat.

“Kolaborasi adalah kunci. Dengan dukungan semua pihak, warga binaan punya peluang yang lebih besar untuk berhasil setelah bebas nanti,” kata Ricky.

Sinergisitas antara Pemprov Maluku dengan Kanwil Ditjenpas Maluku (ANTARA/Dedy Azis)

Gubernur Maluku Hendrik Lewerissa turut menyampaikan komitmen pemerintah daerah untuk mendukung program pembinaan di lapas. Menurut dia, reintegrasi sosial adalah tanggung jawab bersama.

“Negara hadir bukan hanya untuk memberi hukuman, tetapi juga memberi kesempatan kedua. Kami berharap, warga binaan yang mengikuti pembinaan dapat kembali ke masyarakat sebagai pribadi yang lebih baik, berdaya guna, dan mandiri,” kata Hendrik.

Pada HUT ke-80 RI sebanyak 996 warga binaan di Maluku menerima remisi atau pengurangan masa tahanan. Pemberian remisi dari pemerintah ini menjadi bukti keberhasilan pembinaan menjadikan mereka ke versi terbaiknya.

Bagi banyak warga binaan, program pembinaan menjadi harapan baru. Setelah semua kesalahan yang pernah dilakukan, jeruji besi bukan lagi menjadi tempat hukuman.

Bahkan dari tembok tinggi penjara asa dan cita baru itu ditemukan. Memberikan kesempatan dan peluang di tengah tantangan yang ada.

Dari kisah-kisah itu, jelas terlihat bahwa pembinaan di lapas bukan hanya rutinitas, tetapi sebuah ikhtiar serius untuk membangun kembali kehidupan. Kesempatan kedua itu nyata, meski ditempa dari balik jeruji.