Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menindak lanjuti laporan terkait 48 anak yang mengalami putus sekolah di Jakarta Barat.

Staf Khusus Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Bidang Komunikasi Publik Chico Hakim mengatakan saat ini terdapat 17 anak yang sudah ditindak lanjuti dan sudah bersekolah kembali.

“Lalu ada empat anak yang kondisinya masih aktif bersekolah. Ada satu nama bukan nama anak, tetapi nama orang tua dari salah satu anak, enam anak yang berasal dari luar Jakarta,” kata Chico saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu.

Selain itu, dia merinci 18 anak lainnya saat ini sudah dicarikan sekolah. Kemudian, ada pula anak-anak yang memang sudah tidak ingin bersekolah.

Dia menjelaskan anak-anak tersebut sudah tidak mau bersekolah karena ingin bekerja membantu orang tuanya.

“Untuk itu, kami akan mendampingi agar dapat mengikuti kursus dan pelatihan. Supaya dapat menambah keterampilan bekerja, berkolaborasi dengan OPD (Organisasi Perangkat Daerah) terkait,” ujar Chico.

Lebih lanjut, dia mengatakan Pemprov DKI juga sudah melakukan koordinasi dengan camat, lurah, dan dasawisma setempat untuk menindak lanjuti laporan tersebut.

“Serta berkoordinasi dengan Kanwil Agama Provinsi DKI Jakarta, karena ada delapan anak yang keluar dari Madrasah,” tutur Chico.

Sebelumnya, sebanyak 48 anak usia SD hingga SMP di wilayah Kelurahan Duri Kosambi, Semanan dan Tegal Alur, Jakarta Barat, dilaporkan putus sekolah.

Laporan itu diungkapkan oleh anggota Komisi C DPRD DKI Jakarta Lukmanul Hakim saat mengunjungi anak-anak yang putus sekolah di RW 06 Duri Kosambi, Cengkareng, Jakarta Barat, pada 14 Agustus 2025.

"Data yang sudah masuk, ada 48 anak. Mereka asalnya dari (Kelurahan) Duri Kosambi, Semanan, Tegal Alur. Rata-rata usia SD dan menuju SMP ada juga sebagian," kata Lukmanul, Kamis (14/8).

Berdasarkan keluhan yang diterima, sambung Lukman, anak-anak itu putus sekolah karena kesulitan ekonomi.

"Penyebab utamanya, setelah kami selidiki, ada beberapa faktor sih. Yang pertama, memang ekonomi orang tuanya tidak mampu terus, kadang-kadang ini sebagian juga ada anak yatim. Akhirnya anaknya tidak sekolah," ungkap Lukmanul.

Dia pun menyayangkan anak-anak itu putus sekolah. Menurut dia, dana Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus cukup besar untuk menyokong biaya sekolah mereka.

"Bantuan dari pemerintah berupa KJP juga belum mereka dapatkan. Anggaran pendidikan di tahun 2026 itu kalau tidak keliru, subsidi KJP itu lebih kurang sekitar Rp3,4 triliun ya," imbuh Lukman.