Jakarta (ANTARA) - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia merekomendasikan agar revisi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI) memperkuat peran pemerintah dan koordinasi antarlembaga.
"Secara umum, Komnas HAM menyampaikan beberapa rekomendasi kunci agar revisi Undang-Undang PPMI memperkuat peran pemerintah sebagai pengemban kewajiban utama dan koordinasi antarlembaga melalui sistem informasi migrasi terpadu," kata Ketua Komnas HAM Anis Hidayah dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Rekomendasi itu berpijak dari hasil kajian Komnas HAM yang bertujuan mendukung penyusunan daftar inventarisasi masalah (DIM) revisi UU PPMI.
Dalam kajiannya, Komnas HAM menggunakan data aduan terkini serta mengadakan berbagai forum diskusi, survei lapangan, dan wawancara mendalam ke berbagai pihak terkait.
Dari hasil kajian, Komnas HAM menemukan beberapa permasalahan bahwa pada tahapan sebelum bekerja, masih terdapat calo akibat minimnya informasi resmi, sistem informasi migrasi belum kuat, pembebanan berlebihan pada perusahaan penempatan pekerja migran Indonesia (P3MI), penahanan dokumen pribadi, dan minimnya pengawasan pada proses persiapan.
Sementara itu, pada tahapan selama bekerja, Komnas HAM mendapati bahwa pelindungan bagi pekerja migran dan keluarganya tidak memadai, pendampingan hukum gratis dan proaktif di luar negeri masih minim, jaminan sosial belum optimal, kondisi kerja tidak layak, serta minimnya pelindungan dalam situasi krisis atau bencana.
Pada tahapan setelah bekerja, imbuh Anis, Komnas HAM menemukan beberapa permasalahan, seperti tidak adanya mekanisme restitusi, program reintegrasi dan rehabilitasi belum komprehensif, serta pelaporan data kepulangan PMI terbilang rendah.
"Dalam kajian, Komnas HAM memberikan rekomendasi secara spesifik pada setiap temuan mengenai substansi pasal atau ketentuan yang perlu ditambahkan atau diubah agar sesuai dengan prinsip-prinsip HAM dan gender," ujarnya.
Oleh sebab itu, Komnas HAM memberikan sejumlah rekomendasi agar revisi Undang-Undang PPMI dapat memberikan perlindungan yang lebih komprehensif.
Selain memperkuat peran pemerintah dan koordinasi antarlembaga, Komnas HAM juga merekomendasikan revisi tersebut memperjelas batas tanggung jawab P3MI dan mempertimbangkan pengelolaan deposito agar transparan serta memperluas cakupan hak-hak pekerja migran dan anggota keluarganya.
Komnas HAM turut merekomendasikan adanya peningkatan mekanisme pengawasan yang proaktif di setiap tahapan migrasi, termasuk kebutuhan penyediaan atase ketenagakerjaan di bawah Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI) di setiap perwakilan Indonesia di luar negeri.
Direkomendasikan pula agar revisi Undang-Undang PPMI menjamin kebijakan penempatan yang adil, transparan, dan bebas eksploitasi, mengevaluasi kebijakan bebas biaya penempatan, dan menetapkan pelindungan khusus bagi sektor rentan dengan kesetaraan pelindungan bagi semua pekerja migran, termasuk yang nonprosedural.
"Program reintegrasi dan rehabilitasi berkelanjutan juga perlu dirancang lebih partisipatif dengan melibatkan berbagai pihak, demi memulihkan harkat dan kemandirian purna-PMI serta memastikan keterhubungan dengan jejaring dukungan komunitas di daerah asal," imbuh Anis.
Hasil kajian dan rekomendasi tersebut telah diserahkan Komnas HAM kepada KP2MI dalam pertemuan di Jakarta, Selasa (19/8). Anis mengatakan rekomendasi kebijakan dirancang untuk menjadi rujukan strategis dalam penyusunan revisi UU PPMI.
"Revisi ini harus mampu menjawab kompleksitas migrasi tenaga kerja, memperkuat pelindungan bagi sektor rentan, dan memastikan kesetaraan gender dalam setiap tahap migrasi," katanya.
Anis menjelaskan Komnas HAM akan menyerahkan rekomendasi kebijakan itu kepada Badan Legislasi DPR RI dan Komisi IX DPR RI. Pihaknya juga mendorong agar partisipasi bermakna diterapkan dalam proses revisi tersebut.
"Komnas HAM berencana melakukan rangkaian advokasi dengan serikat pekerja migran, lembaga negara HAM lainnya dan organisasi masyarakat sipil untuk mengawal proses legislasi ini sehingga RUU PPMI benar-benar menjadi instrumen hukum progresif yang melindungi martabat PMI beserta keluarganya, menutup ruang eksploitasi, dan menghadirkan keadilan substantif," ujarnya.