Kabel Bawah Laut dan AI, Cara Ciena Perkuat Ekonomi Digital Indonesia
Adam Rizal August 20, 2025 05:34 PM

“Di Indonesia, operator sangat fokus memperluas kapasitas secara berkelanjutan, sembari beradaptasi dengan perubahan pasar dan tantangan geopolitik,” ujar Lavallée dalam wawancara eksklusif bersama InfoKomputer.

Evolusi Desain Kabel: Dari Shannon Limit ke Wet Plant Modern

Dalam satu dekade terakhir, pengembangan Sistem Komunikasi Kabel Laut (SKKL) hanya fokus pada peningkatan kapasitas kabel yang sudah ada tanpa mengganti infrastruktur fisik. Namun, kini fokus mulai bergeser.

“Seiring teknologi mendekati Shannon Limit, inovasi lebih banyak diarahkan pada desain wet plant,” jelas Lavallée.

Desain modern Wet Plant Modern tidak hanya meningkatkan efisiensi dan keberlanjutan, tetapi juga mengoptimalkan konsumsi daya agar sesuai dengan kebutuhan aplikasi baru seperti AI dan cloud computing.

Kabel Bawah Laut, Tulang Punggung AI Global

Lonjakan besar berikutnya datang dari dunia kecerdasan buatan (AI). Lavallée mengatakan AI akan menjadi pendorong utama permintaan bandwidth global. Saat ini sebagian besar lalu lintas data AI masih berada di dalam pusat data.

Namun, seiring berkembangnya pelatihan Large Language Model (LLM) dan inferencing di sisi jaringan (network edge), data akan meluber hingga ke jaringan kabel bawah laut.

“Pelatihan LLM sangat bergantung pada kapasitas dan latensi. Dengan kapasitas lebih besar dan latensi lebih rendah, data bisa berpindah antar kluster AI lebih cepat, sehingga pelatihan bisa berlangsung lebih efisien dan hemat biaya,” papar Lavallée.

Ia mencontohkan aplikasi inferencing yang membutuhkan performa tinggi, seperti sistem pengenalan wajah untuk keamanan atau robotika berbasis computer vision di pabrik. Semua itu akan sangat bergantung pada kinerja jaringan kabel bawah laut.

Asia Pasifik Jadi Pusat Pertumbuhan Baru

Menurut riset TeleGeography, Asia adalah kawasan dengan pertumbuhan trafik internasional tercepat kedua di dunia. Jakarta dan Kuala Lumpur kini muncul sebagai pusat lalu lintas utama.

“Tidak ada teknologi alternatif yang bisa menyaingi kabel bawah laut, bahkan satelit Low Earth Orbit (LEO) sekalipun,” tegas Lavallée.

Namun, ia mengingatkan bahwa kawasan Asia-Pasifik menghadapi tantangan besar yaitu tingginya aktivitas laut, risiko jangkar kapal dan penangkapan ikan, serta ancaman bencana alam di kawasan Ring of Fire. Karena itu, Ciena menawarkan solusi berbasis analitik, otomatisasi, dan inovasi teknologi guna memastikan keberlanjutan, keandalan, dan keragaman rute.

Jakarta, Pusat Konektivitas Baru Dunia

TeleGeography mencatat Jakarta masuk dalam 10 kota paling terhubung di dunia dengan pertumbuhan infrastruktur internet tercepat. Berbagai proyek pendaratan kabel bawah laut, pembangunan pusat data, hingga kawasan cloud baru menempatkan ibu kota Indonesia sebagai hub konektivitas internasional yang menjanjikan.

Lavallée menegaskan, “Pendekatan holistik Indonesia dalam membangun infrastruktur menempatkan Jakarta sebagai pusat konektivitas dengan potensi luar biasa di masa depan.”

Mitos Gigitan Hiu dan Fakta di Baliknya

Salah satu isu populer soal kabel bawah laut adalah ancaman gigitan hiu. Lavallée meluruskan, “Faktanya, serangan hewan laut hanya menyumbang kurang dari 0,1 persen kerusakan kabel, dan masalah itu hampir hilang sejak 2006 berkat desain kabel modern.”

Sebaliknya, sebanyak 70–80 persen kerusakan kabel justru disebabkan oleh aktivitas manusia, terutama penangkapan ikan komersial dan jangkar kapal. Sisanya berasal dari faktor alam seperti badai, longsor bawah laut, atau arus kuat.

Kabel vs Satelit: Saling Melengkapi

Meski kabel bawah laut adalah “jalan tol” internet global, satelit LEO tetap memiliki peran penting. “Satelit sangat berguna di daerah terpencil dan pulau-pulau kecil yang tidak terhubung kabel,” ujar Lavallée.

“Namun, untuk konektivitas global berkecepatan tinggi, kabel bawah laut tetap menjadi tulang punggung," ujarnya.

Peran Ciena, Dari WaveLogic hingga GeoMesh Extreme

Ciena bukan pemain baru di industri ini. Lebih dari satu dekade lalu, perusahaan ini merevolusi jaringan bawah laut dengan GeoMesh Extreme dan teknologi transmisi optik koheren WaveLogic.

“Dengan WaveLogic 6 Extreme, kami mampu menghadirkan transmisi 1 Tb/s pada jarak 12.000 km, sebuah terobosan dunia. Lebih jauh, Ciena juga berhasil menekan konsumsi daya hingga 90 persen menjadikan jaringan bawah laut lebih berkelanjutan," ucapnya.

Indonesia Jadi Pasar Strategis Ciena

Bagi Ciena, Indonesia adalah pasar kunci di Asia Pasifik. Saat ini, Ciena sudah bekerja sama dengan operator lokal seperti HSPnet dan Biznet, termasuk menerapkan platform WaveLogic 6500 berbasis AI pada dua sistem kabel bawah laut.

“Indonesia adalah salah satu pasar internet dengan pertumbuhan tercepat di dunia. Kami optimis dengan prospek jangka panjang di sini,” ujar Lavallée.

Dengan meningkatnya permintaan bandwidth dari AI, cloud, dan ekonomi digital, kabel bawah laut akan tetap menjadi urat nadi internet global. Indonesia, dengan posisi strategisnya, berada di jalur yang tepat untuk menjadi pusat konektivitas internasional.

“Pada akhirnya, masa depan konektivitas ditentukan oleh kolaborasi lintas industri: yaitu operator, penyedia teknologi, penyedia layanan cloud, pembuat kebijakan, hingga akademisi. Hanya dengan cara itu kita bisa membangun jaringan global yang dapat ditingkatkan, berkelanjutan, dan aman,” pungkas Lavallée.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.