Cerita Kriminal ini tentang Armin Meiwes, si pemakan daging manusia. Suatu ketika dia mendapat korbannya, yang anehnya memang bersedia dimakan hidup-hidup. Pengunjung yang hadir di persidangannya pun dibuat pingsan olehnya.
Oleh Mohammad Takdir, tayang pertama di Majalah Intisari edisi Desember 2013 dengan judul "Kisah Keji si Pemakan Sesama"
---
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-Online.com -Di mata para tetangganya, Armin Meiwes terlihat normal. Dia memiliki pekerjaan tetap sebagai ahli komputer, bukan orang yang ugal-ugalan, apalagi berandalan. Pria ini bahkan ramah pada tetangganya. Maka betapa terkejutnya warga kota kecil di Jerman, Rotenburg, saat mengetahui dia memiliki “hobi” ekstrem. Bahkan seluruh Jerman pun geger oleh kasusnya.
Meiwes lahir di Kota Kassel, Jerman, tahun 1961. Dia besar bersama dua kakak tirinya. Ayahnya mendidik dengan keras, tapi tidak dekat dengan anak-anaknya. Ketika orangtuanya bercerai, Meiwes baru berusia delapan tahun. Ayahnya pergi begitu saja. Meiwes kecil mengejar mobil ayahnya, berteriak memanggil, tetapi ayahnya tidak kembali.
Dua saudara tirinya lalu pergi ikut ayahnya. Maka sedari muda Meiwes sudah kesepian. Sebenarnya dia mendambakan adik kecil, tetapi ibunya saat itu sudah berusia setengah abad dan sudah tiga kali gagal berumah tangga. Maka impian itu tidak terwujud. Ibunya lebih memilih diam di rumahnya yang besar dan mengurusi anak saja.
Setelah bercerai, ibu Meiwes sangat menjaga anaknya dan mengajaknya ke mana pun. Sang ibu sangat protektif dan mengendalikan segala aspek kehidupan Meiwes. Bocah kecil yang besar di keluarga broken home itu tidak memiliki banyak teman. Dia kesepian di rumah besar milik ibunya itu.
Begitu kesepiannya, Meiwes bahkan memiliki teman imajiner bernama Franky. Fantasi mengerikan muncul di usia 12 tahun ketika Meiwes membayangkan memakan temannya sendiri. Meiwes terobsesi dengan dongeng Hansel dan Gretel, khususnya bagian cerita Hansel yang digemukkan untuk dimasak dan dimakan.
Meiwes lalu beranjak dewasa tanpa pernah melakukan kenakalan apa pun atau tindak kriminal berat. Termasuk saat dia menjalani wajib militer selama 12 tahun. Kala itu, wajib militer masih diwajibkan bagi seluruh warga negara dalam rangka Perang Dingin. Teman-teman sesama wajib militer hanya mengingat Meiwes sering memasak pasta meski dia sendiri tidak banyak makan.
Tahun 1991 dia mundur dari dinas ketentaraan dan masuk ke sekolah komputer. Setelah tamat dia lalu bekerja di sebuah perusahaan peranti lunak di Karlsruhe.
Meiwes pernah mengajak seorang perempuan untuk diperkenalkan kepada ibunya. Tetapi ibunya tidak suka dan menganggap si gadis tidak cocok menjadi pendamping hidup Meiwes.
Tragedi terjadi. Sang ibu mengalami kecelakaan sehingga Meiwes harus tinggal di rumah untuk merawatnya. Si anak berbakti pun mundur dari pekerjaan dan mendedikasikan seratus persen waktunya untuk merawat ibu di rumah. Dia pun menarik diri dari pergaulan dan kehidupan sosial.
Tahun 1999 ibunya meninggal. Meiwes tetap tinggal di rumah besar itu. Tetangganya mengenal Meiwes sebagai pria baik-baik yang tidak diizinkan memiliki pacar oleh ibunya.
Menjual semua barang
Kesepian dan tanpa teman, internet menjadi wahana penghibur. Apalagi bagi orang-orang yang jarang bersosialisasi secara fisik. Sebagian justru bisa berteman di dunia maya, disatukan oleh minat yang sama. Dalam kasus Meiwes, dia ternyata suka berfantasi seks dan kekerasan. Dari internet pula minatnya makin terbentuk, dan kian lama kian menakutkan: dia ingin merasakan daging manusia.
Internet adalah media tak bersensor (terutama saat itu). Maka Meiwes pun memasang iklan sekehendak hati: “Mencari pria sehat berusia 18-30 tahun untuk dibantai dan dimakan”.
Di tempat lain ternyata ada orang “gila” yang menanggapi iklan itu. Dia adalah Bernd-Jurgen Brandes, pria 43 tahun dari Kota Berlin, seorang homoseks yang suka menyewa gigolo untuk dicambuki sampai berdarah. Bagi Brandes, iklan Meiwes adalah jawaban akan fantasi seksualnya yang brutal. Gairah seksualnya akan meningkat kalau dia melakukan atau mengalami kekerasan.
Maka, Maret 2001, Brandes memutuskan untuk bertemu dengan Meiwes di Rothenburg. Ternyata ini perjalanan sekali jalan (one way ticket) bagi dirinya.
Betapa seriusnya Brandes akan rencana pertemuan itu, antara lain tampak dari surat wasiat yang dia tulis lengkap beserta legalitas hukumnya. Barang-barang pribadinya dijual, termasuk sebuah mobil sport mewah. Ahli peranti lunak itu bahkan sudah mewariskan rumahnya kepada pacar prianya. Dia bilang tidak lagi menginginkan kenikmatan duniawi karena bagi dia, puncak kenikmatan adalah ketika tubuhnya dimasak dan dimakan oleh orang lain.
Padahal Brandes pernah punya pacar perempuan bernama Bettina L. Tapi mereka kemudian berpisah setelah si perempuan tahu Brandes juga menyukai sesama jenis. Di kemudian hari malah terungkap fakta bahwa Brandes memang kelainan jiwa dan hasrat tinggi untuk menghancurkan diri sendiri.
Dengan ribuan dolar di saku, Brandes berangkat dari Berlin ke Kassel untuk memuaskan gairahnya. Akhirnya, pada 11 Maret 2001 dia duduk sambil tersenyum di hadapan Meiwes. Meiwes sendiri ternyata sudah mengirimkan tak kurang dari 80 iklan bertema kanibalisme di chatroom internet dengan nama alias “Frankie”. Dan hasil pencariannya kini berada di hadapannya.
Sesama penikmat sadisme
Brandes bukanlah calon korban pertama. Sebelum dia, Meiwes sudah “mengaudisi” beberapa calon. Bahkan ada calon korban yang sudah diikat dan tubuhnya ditandai dengan spidol seperti menandai bagian tubuh sapi untuk dipotong. Tapi belakangan Meiwes mengurungkan niatnya karena nafsunya tidak terlalu terbangkitkan oleh calon itu.
Kini Brandes adalah pria terpilih. Meiwes merasa cocok dan keduanya sama-sama setuju pada rencana “kerja” mereka. Brandes berjalan mengikuti Meiwes masuk ke dalam rumah besarnya dan akhirnya sampai ke kamar tidur.
Di sanalah keduanya mewujudkan fantasi yang pasti sulit dipahami oleh orang normal. Di ruangan bermandikan cahaya berwarna kuning, mereka menikmati fantasi kuliner kanibal dengan segelas anggur merah. Brandes sendiri pelan-pelan kehilangan kesadarannya dan butuh waktu berjam-jam lagi untuk meninggal karena kehabisan darah.
Meiwes kemudian menuntaskan pekerjaannya dengan pisau dan garpu. Sambil menunggu Brandes tewas, dia membaca novel. Proses mutilasi itu direkam dalam video agar dia selalu bisa menonton lagi aksinya.
Tidak hanya itu, korban yang “ikhlas” dimutilasi juga menjadi salah satu poin penting bagi Meiwes. Dia bisa menyimpan sisa daging yang sudah dia potong kecil-kecil dan rapi di dalam freezer untuk dinikmatinya setiap hari. Tulang dan bagian perut dia buang. Layaknya karakter Hannibal Lecter dalam film The Silence of the Lambs, Meiwes memasak daging manusia seperti memasak makanan biasa.
Tetapi rasa lapar Meiwes akan daging manusia tidak berhenti sampai di situ. Dia kemudian mencari lagi mangsa baru di internet. Tiga orang pria dari Jerman dan satu dari London tertarik dengan iklannya dan memutuskan untuk mendatangi Meiwes pada saat yang berbeda.
Apakah kemudian mereka dimakan oleh Meiwes? Ternyata tidak, sebab ketiga pria itu kemudian mundur dari “perjanjian untuk rela dimakan”. Mereka mengira iklan Meiwes adalah untuk permainan erotis, bukan kanibalisme sebenarnya.
Mereka sudah terlanjur dibungkus plastik dan ditandai dengan spidol. Tetapi mereka ketakutan sehingga Meiwes melepaskan mereka. Sedangkan pria keempat ditolak Meiwes sebab dianggap tidak menarik untuk dimakan.
Iklan Meiwes di internet menarik perhatian seorang mahasiswa asal Austria yang langsung melaporkan kepada polisi. Polisi bereaksi cepat dan langsung menggeledah rumah Meiwes. Mereka menemukan sisa-sisa tubuh Jurgen Brandes di freezer. Ketika ditangkap, Meiwes kebingungan. “Apa salah saya?” dia bertanya. Dia merasa tidak melakukan pembunuhan sebab korbannya ikhlas dibunuh.
Pengunjung sidang pingsan
Sidang Meiwes berlangsung sensasional pada 2003. Tujuan utama pembela Meiwes, Harald Emer, adalah meyakinkan hakim dan juri bahwa Meiwes bukanlah pembunuh. Sementara jaksa penuntut bersikukuh bahwa Meiwes melanggar hukum dengan pembunuhan berdasarkan kejahatan seks serta mengganggu kedamaian orang yang sudah mati.
Tetapi fakta di persidangan, video yang direkam Meiwes, malah menunjukkan bahwa Brandes bahagia dimutilasi dan dibunuh pelan-pelan. Dalam video itu, sebelum disiksa Brandes mengatakan, dimakan orang adalah impiannya. Video itu begitu sadistis dan mengerikan itu membuat seorang pengunjung sidang pingsan.
Pembelaan lain Meiwes, memakan orang lain adalah sama dengan bersatunya dua jiwa. “Itu adalah perasaan paling dekat saya dengan dirinya,” kata Meiwes tentang Brandes yang tidak disebutnya korban.
Hakim Volker Muetze menganggap perbuatan Meiwes sangat dikutuk oleh masyarakat yang beradab. Tapi ketika hakim membacakan putusan, Meiwes tampak tenang dan santai.
Kasus itu menciptakan dilema hukum. Ternyata tidak ada hukum di Jerman yang secara khusus melarang kanibalisme. Tapi hukuman harus dijatuhkan atas nama norma dan peradaban.
Pada tahun 2004 Meiwes dijatuhi vonis delapan setengah tahun untuk pasal pembunuhan. Namun pengadilan ulangan pada 2005 menjatuhkan hukuman seumur hidup.
Dalam pertimbangannya, Hakim Volker Muetze mengungkapkan, bisa jadi di internet masih ada Meiwes-Meiwes lain yang menanti mangsa. Atau sebaliknya, calon-calon mangsa yang “rela” dimakan hidup-hidup.
Penelitian menunjukkan, di internet terdapat tak kurang dari sepuluh ribu website bertemakan kanibalisme dengan jutaan orang yang mungkin terobsesi kanibalisme.