Pemerintah Indonesia menargetkan Net Zero Emissions pada 2060. Sektor industri menjadi salah satu pilar penting untuk mencapai target tersebut, mengingat besarnya konsumsi energi dan emisi yang dihasilkan.
Tantangan utamanya adalah bagaimana perusahaan dapat menekan emisi tanpa mengorbankan efisiensi produksi.
Menurut Saadi Kermani, Vice President of Digital Business Operations AVEVA, perubahan cara pandang terhadap energi menjadi langkah awal.
“Di masa lalu, energi diperlakukan sebagai overhead. Tapi sekarang, energi diperlakukan seperti bill of materials, seperti sebuah bahan baku dalam proses produksi,” jelas Saadi di sela-sela acara AVEVA Day Indonesia 2025 beberapa waktu lalu.
Dengan pendekatan tersebut, perusahaan dapat menghitung secara presisi berapa energi yang digunakan untuk setiap unit produksi, sekaligus mempertimbangkan sumber energi yang lebih ramah lingkungan.
“Pertanyaannya menjadi, berapa energi yang saya butuhkan untuk memproduksi satu barang. Saat hal itu mulai dihitung, perusahaan bisa lebih presisi soal energi dan dampaknya terhadap biaya maupun emisi,” ujar Saadi.
Integrasi Data dan Transparansi Emisi
Untuk mulai “menghitung energi,” digitalisasi industri menjadi kunci. Transformasi ini tidak hanya mendukung net zero, tapi juga membuka peluang inovasi lewat teknologi terkini, termasuk AI.
Namun kendala utama dalam digitalisasi industri adalah data silo, yaitu ketika informasi tersebar di berbagai unit bisnis dan sulit digabungkan.
Untuk itu, AVEVA menekankan pentingnya integrasi data melalui platform yang mampu mengonsolidasikan informasi dari berbagai lini produksi.
“Dengan data yang lebih luas dan berkualitas tinggi, model AI bisa memberikan insight yang lebih akurat dan dapat ditindaklanjuti—membantu pemimpin bisnis membuat keputusan yang menyeimbangkan pertumbuhan dengan tujuan keberlanjutan,” kata Saadi.
Selain itu, pengukuran emisi yang lebih transparan dianggap penting. Menurutnya, banyak perusahaan kini mulai mau berinvestasi dalam sistem pemantauan emisi karena dorongan dari konsumen, investor, maupun regulasi.
“Konsumen bertanya, apakah produk ini benar-benar hijau? Investor juga mulai mengutamakan perusahaan dengan tujuan keberlanjutan,” jelasnya.
CONNECT: Integrasi Data untuk Keberlanjutan
Salah satu solusi yang ditawarkan AVEVA adalah CONNECT, sebuah platform terbuka yang dapat digunakan lintas software industri.
Platform ini dirancang untuk melakukan konsolidasi data dari setiap tahap siklus industri ke dalam satu sistem yang kontekstual.
“Dengan mengonsolidasikan data ke dalam satu platform yang terhubung, perusahaan tidak hanya bisa mengoptimalkan operasi internal, tetapi juga berkolaborasi dengan mitra, pemasok, hingga pelanggan. Hal ini membuat pelaporan keberlanjutan lebih transparan dan akurat,” jelas Saadi.
Menurut laporan Industrial Intelligence Index yang dirilis AVEVA, ada beberapa hambatan utama dalam memaksimalkan efisiensi dan dampak organisasi. Kendala tersebut meliputi kurangnya visibilitas terhadap informasi real time yang andal, keterbatasan pandangan menyeluruh atas siklus produk atau proses, data silo yang menghambat kolaborasi, serta kesulitan berbagi data dengan pemasok, pelanggan, dan mitra.
Laporan yang sama juga menunjukkan bahwa para pemimpin di industri kimia, salah satu sektor penting bagi Indonesia, menilai investasi terbesar yang bisa mendorong pertumbuhan adalah pembangunan infrastruktur informasi industri yang kokoh (47%) dan kemampuan kolaborasi berbasis platform untuk berbagi data (43%).
Saadi Kermani menambahkan, dasar data yang kuat akan meningkatkan kinerja analitik. “Dengan dataset yang lebih kaya, model AI bisa memberikan insight yang lebih akurat dan dapat ditindaklanjuti—membantu pemimpin bisnis membuat keputusan yang menyeimbangkan pertumbuhan dengan tujuan keberlanjutan,” ia menegaskan.
Program Komersial untuk Akselerasi Keberlanjutan
Untuk mempercepat adopsi solusi keberlanjutan, AVEVA juga menyediakan insentif komersial.
Melalui model berlangganan AVEVA Flex, perusahaan membeli Flex Credits yang dapat dipakai untuk seluruh portofolio perangkat lunak AVEVA. Dan untuk proyek keberlanjutan AVEVA menyediakan Impact Credits, semacam co-investment gratis untuk inisiatif green.
Menurut Saadi, langkah ini dimaksudkan untuk memberikan akses yang lebih mudah dan terjangkau ke software. Dengan cara ini, menurut Saadi, hambatan biaya tidak menghalangi perusahaan memulai proyek pengukuran dan pengurangan emisi.
Contoh Kasus di Indonesia
Penerapan teknologi industri cerdas juga sudah dilakukan di Indonesia. Salah satu contohnya adalah pabrik Schneider Electric di Batam. Pabrik ini menggunakan sejumlah solusi perangkat lunak untuk memantau kinerja produksi secara real time.
Dampaknya cukup signifikan: downtime mesin berkurang hingga 44%, ketepatan waktu pengiriman naik 40%, dan konsumsi energi turun 21%. Contoh ini menunjukkan bagaimana penerapan digitalisasi dapat mendukung efisiensi sekaligus menurunkan emisi.
Perubahan Budaya dan Kolaborasi
Namun teknologi saja tidak cukup. Menurut Saadi, diperlukan juga perubahan budaya kerja di dalam perusahaan. Ia menyebut konsep radical collaboration sebagai salah satu kunci.
“Artinya bekerja lintas silo, lintas organisasi, lintas rantai nilai. Membawa pendekatan multidisiplin dan berbagi data secara transparan,” ujarnya.
Dengan cara ini, perusahaan tidak hanya mampu mempercepat transformasi digital, tetapi juga merespons tantangan global, seperti perubahan iklim.
Saadi Kermani mencontohkan AVEVA Unified Engineering. Platform desain dan rekayasa ini memungkinkan kolaborasi real-time antartim di satu platform, mendorong pengambilan keputusan berbasis data dan menuntaskan proyek tepat waktu serta sesuai anggaran.
Dengan berbagi data secara aman, hambatan budaya dan pemikiran dapat diatasi. Hal ini berhasil diperlihatkan oleh PETRONAS di Malaysia, yang berhasil menghemat 73,1 juta MYR dan mendekati target keberlanjutannya.
Menuju Net Zero 2060
Transformasi industri menuju keberlanjutan masih menghadapi banyak tantangan, mulai dari infrastruktur lama hingga keterbatasan talenta digital.
Namun, beberapa strategi seperti integrasi data, pemantauan emisi yang lebih akurat, serta kolaborasi lintas ekosistem menunjukkan bahwa jalan menuju Net Zero 2060 tetap terbuka.
“Pada akhirnya, semua kembali pada kemauan perusahaan untuk berkomitmen,” pungkas Saadi Kermani.