Kesuksesan bukan faktor individu, melainkan dibangun bersama oleh negara, klub, dan semua lapisan

Jakarta (ANTARA) - Direktur teknik PSSI yang baru, Alexander Zwiers, menegaskan komitmen membangun sepak bola Indonesia melalui sistem berkelanjutan dengan fokus pada pembinaan usia muda, edukasi pelatih, dan kolaborasi erat bersama klub serta liga lokal.

Dalam jumpa pers perdananya di Jakarta pada Senin (25/8), Zwiers mengungkapkan kedekatan personalnya dengan Indonesia menjadi alasan merasa nyaman mengemban tugas.

“Istri saya orang Indonesia, kami sudah 25 tahun menikah, dan saya pernah tinggal empat tahun di Lippo Karawaci. Jadi saya senang bisa kembali,” ujarnya.

Zwiers menekankan 100 hari pertamanya akan fokus pada analisis dan observasi kekuatan, kelemahan, sertta kebutuhan sepak bola Indonesia.

“Kesuksesan bukan faktor individu, melainkan dibangun bersama oleh negara, klub, dan semua lapisan,” katanya.

Pria asal Belanda itu memiliki rekam jejak positif ketika menjadi Dirtek Federasi Sepak Bola Yordania sejak 2019. Dalam masa kerjanya, Yordania naik dari peringkat 98 ke 64 FIFA dan menembus putaran final Piala Dunia.

“Itu dicapai karena sistem kompetisi, pendidikan, identifikasi bakat, dan identitas permainan yang selaras,” ujarnya.

Zwiers juga menyoroti potensi besar Indonesia. Dengan populasi besar, Indonesia dinilainya bisa meniru model Eropa yang memiliki jutaan pemain amatir.

“Jika dibangun sejak usia muda, komunitas sepak bola di Indonesia bisa jadi sangat kuat,” katanya.

Zwiers akan berkolaborasi dengan pelatih timnas Indonesia Patrick Kluivert yang menangani tim utama dan penasihat teknis Jordi Cruyff.

“Kami membagi peran, tetapi tujuan utama sama: membawa Timnas Indonesia ke level lebih tinggi,” ujarnya.

​​​​​​​Zwiers sebelumnya direktur teknik federasi sepak bola Yordania.

Dia pernah bekerja di klub Belanda, menduduki berbagai peran akademi di Qatar dan Arab Saudi, berkolaborasi dengan Johan Cruyff di klub Meksiko Chivas Guadalajara, serta memegang posisi kepemimpinan teknis di klub FC Kairat di Kazakhstan, serta dua klub Uni Arab Emirat, yakni Al Shabab dan Al Wahda.

Ia menilai karakter sepak bola Indonesia berbeda dengan Asia Barat.

“Pemain Indonesia lebih ringan di kaki, teknikal, stamina tinggi. Tantangan terbesar adalah membangun konektivitas agar kekuatan individu bisa bersinar sebagai tim,” kata Zwiers.

​​​​​​​Zwiers menutup dengan menegaskan misi jangka panjangnya adalah menciptakan sistem berkelanjutan agar setiap pemain memiliki kesempatan berkembang hingga level tim nasional.

“Tujuan saya adalah menciptakan kesuksesan lewat sistem yang sustainable (berkelanjutan) sehingga memastikan setiap pemain punya kesempatan ke tim nasional dengan pelatih yang mengerti kebutuhannya dan mampu mendukung kebutuhannya,” ujar Zwiers.

“Level liga dan klub juga harus punya misi yang sama yaitu mendorong kemampuan mereka dari usia muda. Sementara tim nasional harus punya sistem yang sesuai. Jika saya berhasil mencapai ini, saya akan merasa sangat puas dan bangga,” pungkas dia.