Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil sejumlah aparatur sipil negara di Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara dan Dinkes Kabupaten Kolaka Timur sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan rumah sakit umum daerah di Kolaka Timur, Sultra.

"Pemeriksaan bertempat di Polda Sultra atas nama DR selaku Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan dan Kefarmasian Dinkes Sultra, WK selaku ASN dan fotografer Bupati Kolaka Timur (Koltim), RN selaku Kepala Dinkes Koltim, ADI selaku Staf Perencanaan Dinkes Koltim, dan AMA selaku Direktur RSUD Koltim," ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo saat dikonfirmasi ANTARA di Jakarta, Selasa.

Selain mereka, Budi mengatakan KPK mengagendakan memeriksa dua orang karyawan PT Rancang Bangun Mandiri berinisial CDP dan RDR di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, beberapa saksi tersebut adalah Didin Rohidin (DR), Wawan Kurniawan (WK), Ridwan Nasir (RN), Adi (ADI), dan Abdul Munir Abubakar (AMA).

Untuk penyidikan kasus dugaan korupsi proyek RSUD Koltim tersebut, pada Senin (25/8), KPK memanggil General Manager Hotel Aryaduta Menteng, Jakarta, Fajar Sukarno sebagai saksi.

Kemudian kasir depan Bank Sultra Cabang Jakarta berinisial FI, tiga orang ASN berinisial RYN, RHH, dan DIS, Manajer Operasional Regional Fore Coffee berinisial IRW, Manajer Area Fore Coffee berinisial SA, Site Manager PT Pilar Cadas Putra berinisial NK, Staf Kerja Sama Operasi PT Pilar Cadas Putra berinisial THN, dan seorang mahasiswa berinisial WA.

Sebelumnya, pada 9 Agustus 2025, KPK mengumumkan lima orang tersangka kasus dugaan korupsi dalam pembangunan RSUD di Kabupaten Kolaka Timur.

Lima tersangka tersebut adalah Bupati Kolaka Timur periode 2024–2029 Abdul Azis (ABZ), penanggung jawab Kementerian Kesehatan untuk pembangunan RSUD Andi Lukman Hakim (ALH), pejabat pembuat komitmen proyek pembangunan RSUD di Kolaka Timur Ageng Dermanto (AGD), serta dua pegawai PT Pilar Cadas Putra atas nama Deddy Karnady (DK) dan Arif Rahman (AR).

Deddy Karnady dan Arif Rahman berperan sebagai tersangka pemberi suap. Sementara Abdul Azis, Andi Lukman Hakim, dan Ageng Dermanto merupakan tersangka penerima suap.

Pada 12 Agustus 2025, penyidik lembaga antirasuah menggeledah Kantor Direktur Jenderal Kesehatan Lanjutan Kemenkes di Jakarta.

Adapun kasus dugaan korupsi terkait pembangunan RSUD di Kolaka Timur merupakan peningkatan fasilitas RSUD Kelas D menjadi Kelas C dengan nilai proyek sebesar Rp126,3 miliar yang bersumber dari dana alokasi khusus (DAK).

Proyek tersebut menjadi bagian dari program Kementerian Kesehatan untuk meningkatkan kualitas 12 RSUD dengan menggunakan dana Kemenkes, dan 20 RSUD yang memakai DAK bidang kesehatan. Untuk program tersebut, Kemenkes pada tahun 2025 mengalokasikan dana sebanyak Rp4,5 triliun.