Grid.ID- Seorang balita bocor jantung meninggal dunia di Sukabumi. Bayi tersebut diduga tak kunjung mendapatkan ruangan di RSUD Palabuhanratu.
Seorang bayi berusia 1 tahun di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat dikabarkan meninggal dunia. Hal ini diduga akibat dia tak kunjung mendapatkan ruangan untuk perawatan di RSUD Palabuhanratu, karena rumah sakit penuh.
Insiden ini viral di media sosial dan menjadi sorotan publik terhadap pelayanan kesehatan di Sukabumi. Kisah meninggalnya balita tersebut pertama kali ramai setelah diunggah akun Facebook Joe Alfatih, pada 23 Agustus 2025.
“Kini menyisakan duka yang mendalam bagi keluarga Bapak Syamsudin dan Ibu Diah, atas meninggalnya putri bungsunya, Nadira Meysa Fauzia, tanggal 23 Agustus pukul 16.00, yang dirawat di IGD RS Palabuhanratu 3 hari 2 malam yang tak kunjung dapat ruangan dikarenakan ruangannya penuh,” tulis Joe, dilansir dari Kompas.com.
Dalam postingan itu, Joe juga menuliskan bahwa terdapat adanya dugaan kelalaian dari pihak rumah sakit. Hal ini lantaran, RSUD Palabuhanratu tak segera mengambil langkah rujukan meski kondisi pasien darurat.
“Namun kenapa pihak IGD RS tidak mengambil langkah buat rujukan, sudah tahu kondisi pasien urgen. Harus evaluasi benar RS Palabuhanratu, soalnya bukan kali ini saja,” ungkapnya.
Adapun, bayi yang bernama Nadira Meysa Fauzia itu diketahui berasal dari Kampung Babakan Astana Desa Loji, Kecamatan Simpenan, Sukabumi. Dia dikabarkan menderita kebocoran jantung dan dibawa oleh orang tuanya ke Instalasi Gawat darurat (IGD) RSUD Palabuhan Ratu, pada Kamis (21/8/2025).
"Waktu masuk ke rumah sakit langsung diselang, disuruh puasa, hari Jumat jam 10, sampai jam 5 besok pagi hari Sabtu. Terus-menerus disuruh puasa," ujar Syamsudin, ayah Nadira.
Melansir dari TribunJabar.id, Syamsudin lalu mempertanyakan kapan anaknya masuk perawatan. Hal ini lantaran pasien tak kunjung masuk ruangan hingga Sabtu (23/8/2025) sore, padahal kondisi semakin parah.
"Dikarenakan di malam itu enggak tahu jam berapa, cuma malam sudah keluar surat pindah ruang ICU. Tapi ternyata dari malam saya ngomong, kapan dipindahkan ternyata sampai pagi, sampai sore lagi belum juga dipindahkan. Alasannya penuh," ucapnya.
Ayah pasien itu terus mempertanyakan kepindahan ke ruang perawatan. Namun, tetap saja tidak mendapatkan jawaban pasti hingga selang infus anaknya dicopot.
"Saya kan bilang walaupun penuh kapan anak saya dipindah, jawabannya ternyata, ya tetap saja mau dicopot ini selang, nunggu dulu keluar dari ICU, itu selang buat nguras lambung katanya, enggak mau dioperasi, cuma mau dibersihin lambungnya. Tapi jangan sampai disusui atau (dikasih) air minum," ujar Syamsudin.
Berdasarkan penjelasan yang Syamsudin terima, jika putrinya diberi susu atau air, ada risiko cairan masuk ke paru-paru yang bisa menyebabkan gagal napas. Sayangnya, sebelum mendapat kepastian ruang perawatan, Nadira meninggal dunia, pada Sabtu (23/8/2025) sore.
"Itu hari Jumat, itu di IGD. Setelah dari IGD itu sekitar sampai hari Sabtu, kan masuk hari Kamis sore. Jumat jam 10 pagi dimasukin selang sampai hari Sabtu meninggal, tiga hari dua malam," ucapnya.
Syamsudin mengatakan bahwa dia menyesalkan kejadian tersebut. Dia pun meminta itikad baik dari pihak rumah sakit agar datang ke rumah dan meminta maaf.
"Jangan sampai terulang lagi untuk orang lain. Anak saya sampai menghembuskan napas terakhirnya itu penanganannya enggak ada, disuruh gini disuruh gitu, cuman bilang nanti nanti saja. Pas jantung anak saya sudah berhenti baru pada datang. Percuma kalau pakai alat juga, orang sudah meninggal," kata Syamsudin.
Selanjutnya, Direktur RSUD Palabuhanratu, Rika Mutiara Sukanda, membenarkan peristiwa balita bocor jantung meninggal dunia tersebut. Dia menjelaskan bahwa pasien memang masuk ke IGD sejak Kamis (21/8/2025).
“Betul pasien itu memang masuk ke Rumah Sakit Palabuhanratu kemudian masuk ke IGD. Kemudian sampai hari kemarin itu hari Sabtu terjadi hal-hal yang paling tidak kami inginkan,” ujar Rika.
Dia juga mengakui bahwa ruang perawatan di RSUD Palabuhanratu saat itu dalam kondisi penuh, padahal pasien tersebut butuh penanganan khusus. Dia menambahkan, peristiwa itu menjadi pukulan berat bagi pihak rumah sakit.
“Yang dibutuhkan ruangan khusus atau high care unit,” kata Rika.
“Benar-benar pukulan untuk kami. Jadi kami juga turut berduka cita. Ini akan menjadi bahan evaluasi ke depan,” ucapnya.