Grid.ID -Asal -usul dan tradisi panjang mulud. Ternyata itu menjadi cara masyarakat Banten untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad.
Momentum Maulid Nabi 2025 bukan sekadar seremoni keagamaan, melainkan juga momen refleksi atas keteladanan Rasulullah SAW. Tahun ini, pemerintah kembali menggelar peringatan melalui rangkaian acara resmi Kementerian Agama bertajuk Blissful Mawlid 2025, yang berlangsung sejak 23 Agustus hingga 2 Oktober 2025.
Berikut asal-usul dan tradisi panjang mulud. Ternyata itu menjadi cara masyarakat Banten untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad.
Kampung Umbul Kapuk, Kota Serang, Banten, tampak semarak ketika ratusan warga berkumpul merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW. Mereka menjalankan tradisi tahunan yang dikenal dengan sebutan “Panjang Mulud”, sebuah warisan budaya yang sarat nilai.
Menurut Sekretaris Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Arosia, Selamat Hidayat, suksesnya acara ini berkat partisipasi penuh masyarakat. Ia menjelaskan, setiap pelaksanaan Panjang Mulud selalu disiapkan lewat musyawarah bersama tokoh warga dan pengurus setempat.
"Alhamdulillah, semua warga sepakat mengikuti. Ini adalah wujud antusiasme masyarakat yang sudah menjadi kegiatan rutin setiap tahun," ujarnya dikutip dari Antara.
Selamat menambahkan, sekitar 150 keluarga di lingkungan tersebut menunjukkan kekompakan yang luar biasa. Baginya, tradisi ini bukan sekadar perayaan, tetapi juga bukti kecintaan serta cara umat menghormati Nabi Muhammad SAW.
Rangkaian acara dimulai Minggu pagi dengan doa bersama yang diikuti warga dan tokoh masyarakat. Puncaknya adalah arak-arakan “panjang”, yakni susunan berbagai makanan dan kebutuhan pokok yang dihias indah, lalu diusung keliling kampung.
"Nantinya, isi dari 'panjang' ini akan dibagikan kepada warga dalam sebuah tradisi yang disebut 'ngeropok'.
Masyarakat, bahkan dari luar kampung, biasanya datang tanpa diundang untuk ikut serta mendapatkan berkah dari perayaan Maulid," jelas Selamat.
Ia menekankan, keterlibatan warga tidak dibatasi oleh kondisi ekonomi. Baik kaya maupun kurang mampu, semua berusaha ambil bagian karena dianggap bernilai spiritual.
Jejak Sejarah Panjang Mulud
Tradisi Panjang Mulud telah lama melekat dalam budaya masyarakat Banten. Mengutip keterangan Kemdikbud, perayaan ini sudah berkembang sejak masa kejayaan Kesultanan Banten di bawah Sultan Ageng Tirtayasa (1651–1682).
Walaupun setelah itu perayaannya tidak selalu meriah, bahkan pada masa pendudukan Jepang, tradisi ini tetap dipertahankan. Istilah “panjang” dipercaya berasal dari bahasa Sanskerta pajang yang berarti hiasan, sedangkan “mulud” merujuk pada kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Ada pula yang menafsirkan “panjang” sebagai memajang atau memperlihatkan, sesuai dengan kebiasaan masyarakat mengarak benda-benda berhias.
Pelaksanaan di Berbagai Daerah
Perayaan Panjang Mulud biasa digelar pada bulan Rabiul Awal di berbagai wilayah Banten, seperti Serang, Cilegon, Pandeglang, dan Lebak. Perencanaannya dilakukan melalui musyawarah desa dengan melibatkan tokoh masyarakat dan perangkat setempat.
Setelah panitia terbentuk, warga mulai menyiapkan panjang dengan bentuk beragam tanpa aturan khusus. Kreativitas mereka sering menghasilkan karya berbentuk rumah, mobil, perahu, hingga pesawat, yang kemudian dihiasi dengan uang, pakaian, perlengkapan ibadah, bahan pangan, dan ornamen lain.
Sehari sebelum pawai, warga biasanya mengadakan pengajian atau ceramah maulid disertai makan bersama. Keesokan harinya, panjang diarak keliling kampung dan berakhir di lapangan atau halaman masjid.
Di tempat itu, hiasan panjang kemudian diperebutkan lewat tradisi ngeropok. Jika dulu pembagian dilakukan secara langsung, kini beberapa desa sudah menggunakan sistem kupon agar lebih tertib dan adil.