Grid.ID - Nadiem Makarim diketahui telah rugikan negara sebesar Rp 1,9 triliun. Ternyata ini peran mantan Mendikbud dalam korupsi pengadaan laptop.
Kejaksaan Agung RI mengungkapkan modus korupsi yang dilakukan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim. Nadiem Makarim ditetapkan sebagai tersangka pengadaan laptop Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek).
Rugikan negara Rp 1,9 triliun, peran Nadiem Makarim dalam korupsi pengadaan laptop terbongkar. Modusnya disebut-sebut rapi.
Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejaksaan Agung, Nurcahyo Jungkung Madyo, menyatakan bahwa Nadiem Makarim resmi ditetapkan sebagai tersangka dan disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) serta Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Dalam UU Tipikor, Pasal 2 menjelaskan mengenai tindakan memperkaya diri sendiri atau pihak lain dengan cara melawan hukum yang merugikan negara. Sementara Pasal 3 berhubungan dengan penyalahgunaan jabatan atau kewenangan demi keuntungan pribadi maupun orang lain yang juga berdampak pada kerugian keuangan negara.
Nurcahyo memaparkan peran Nadiem dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook. Ia menuturkan, Nadiem disebut sebagai pihak yang meloloskan proyek tersebut, padahal sebelumnya pernah ditolak oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat itu, Muhadjir Effendy.
Penolakan di era Muhadjir, kata Nurcahyo, disebabkan karena perangkat Chromebook gagal dalam uji coba tahun 2019.
“Sebelumnya ME (Muhadjir Effendy) tidak merespon proyek tersebut karena uji coba Chromebook 2019 telah gagal dan tidak bisa dipakai sekolah 3 T (terdepan,terluar, tertinggal) di Indonesia,” ucap Nurcahyo, dikutip dari Wartakotalive.com.
Namun, lanjutnya, pada tahun 2020 Nadiem justru merespons surat dari Google yang menawarkan partisipasi dalam pengadaan perangkat TIK di Kemendikbud Ristek. Saat itu, Nadiem mengundang pejabat internal seperti Dirjen Paud Dikdasmen, Kepala Litbang, serta staf khusus menteri untuk mengikuti rapat tertutup bersama pihak Google melalui Zoom pada 6 Mei 2020.
“Rapat dilakukan via zoom meeting dan mewajibkan peserta menggunakan headset atau alat sejenisnya yang membahas pengadaan atau kelengkapan alat TIK menggunakan Chromebook sebagaimana perintah NAM,” jelas Nurcahyo.
Atas arahan Nadiem, Kemendikbud Ristek Dikti akhirnya menjalin kerja sama dengan Google untuk pengadaan Chromebook. Direktur SMP, Mulyatsyah, dan Direktur SD, Sri Wahyuningsih, kemudian menyusun petunjuk teknis (juknis) dan petunjuk pelaksanaan (juklat) yang menetapkan Chromebook sebagai satu-satunya perangkat yang dipilih untuk program laptop siswa.
“Selanjutnya tim teknis membuat kajian review teknis yang menyebut chrome OS,” jelas Nurcahyo.
Pada Februari 2021, Nadiem mengeluarkan Permendikbud Nomor 5 Tahun 2021 tentang penggunaan Dana Alokasi Khusus bidang pendidikan tahun anggaran 2021. Dalam lampiran aturan tersebut, spesifikasi Chrome OS sudah ditetapkan sebagai standar laptop dalam proyek tersebut.
Akibat langkah ini, Nadiem dinilai melanggar Perpres Nomor 123 Tahun 2020 tentang teknis pengelolaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik, serta Perpres Nomor 16 Tahun 2018 yang telah diubah dengan Perpres Nomor 12 Tahun 2021 mengenai pengadaan barang dan jasa pemerintah. Ia juga disebut melanggar aturan LKPP Nomor 7 Tahun 2018 yang diperbarui dengan LKPP Nomor 11 Tahun 2021 tentang pedoman pengadaan barang dan jasa.
Nurcahyo menyebut, akibat proyek ini negara mengalami kerugian hingga Rp1,98 triliun. Saat ini, Kejaksaan Agung bersama BPKP masih melakukan perhitungan kerugian secara rinci.
Lalu, Kejaksaan Agung resmi menetapkan mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim, sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop berbasis Chromebook.
"Dari hasil pendalaman, keterangan saksi-saksi, dan juga alat bukti yang ada, pada sore dan hasil dari ekspose telah menetapkan tersangka baru dengan inisial NAM," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Anang Supriatna, Kamis (4/9/2025), dilansir dari Kompas.com.
Anang menuturkan, status tersangka diberikan kepada Nadiem setelah penyidik memeriksa kurang lebih 120 orang saksi dan 4 ahli.
Nadiem disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pada hari yang sama, Nadiem juga hadir untuk menjalani pemeriksaan.
Ia terlihat datang dengan sikap tenang, didampingi kuasa hukumnya, Hotman Paris Hutapea. Kepada awak media, Nadiem enggan memberikan keterangan panjang, hanya menyampaikan bahwa dirinya dipanggil sebagai saksi dan meminta doa.
"Dipanggil untuk kesaksian, trima kasih, mohon doanya," kata Nadiem saat disapa wartawan.