Gerhana bulan cuma fenomena atmosfer

Tanjungpinang (ANTARA) - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) memastikan gerhana bulan tidak berdampak pada cuaca apalagi gempa bumi.

"Gerhana bulan cuma fenomena atmosfer," kata Kepala BMKG Tanjungpinang Ahmad Kosasih dihubungi Minggu malam.

Namun demikian, katanya, gerhana bulan total berpotensi mempengaruhi ketinggian gelombang dan permukaan air laut.

Meski begitu, ia memastikan saat ini ketinggian gelombang di perairan Tanjungpinang dan Bintan relatif masih aman, yaitu dalam kategori rendah hingga sedang.

Kosasih kemudian menjelaskan gerhana bulan terjadi karena posisi bumi berada di tengah-tengah antara matahari dan bulan dalam garis sejajar.

Pihaknya turut melakukan pengamatan gerhana bulan total menggunakan kamera teleskop di kantor BMKG Stasiun Bandara Raja Haji Fisabilillah (RHF) Tanjungpinang, Minggu malam.

Dari hasil pengamatan sejauh ini, lanjut Kosasih, kondisi cuaca di langit Tanjungpinang berawan tebal sehingga citra bulan yang tertangkap kamera sedikit buram tertutup awan.

"Gerhana bisa dilihat dengan mata telanjang dan aman, asal tidak tertutup awan atau turun hujan," ungkapnya.

Kosasih menambahkan proses terjadinya gerhana bulan fase pertama atau penumbra dimulai pukul 22:26 WIB.

Lalu, puncak gerhana bulan total pada pukul 01:11 WIB dinihari, Senin (8/9), untuk wilayah Indonesia barat. Sedangkan fase akhir gerhana bulan pukul 03:56 WIB.

"Fase gerhana bulan awal hingga akhir, berlangsung sekitar lima jam," ucapnya.