Tragedi Budi Utomo 3 Oktober 1989, ketika Gedung SMA 1 Rusak dan 1 Siswa Tertusuk
Moh. Habib Asyhad September 08, 2025 08:34 PM

Pada 3 Oktober 1989, terjadi tawuran pelajar di sekolah-sekolah yang berada di kawasan Jalan Budi Utomo, Jakarta Pusat. Gedung SMA 1 rusak, satu siswa tertusuk.

Artikel ini dimodifikasi dari artikel yang tayang di Majalah HAI edisi 41-XIII-1989 dengan judul "Tragedi Budi Utomo..."

---

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-Online.com -3 Oktober 1989, meletus lagi tawuran pelajar sekolah-sekolah di Jalan Budi Utomo, Jakarta Pusat. Tawuran itu, sebagai ditulis Majalah HAI edisi 41-XIII-1989, “... merintis babak baru kebrutalan pelajar dengan membakar gedung sekolah.”

Dampaknya, sayap kanan gedung SMA Negeri 1, SMA tertua di Jakarta, menjadi korban. Bagian itu adalah markasnya sejumlah ekskul. Ruang ekskul yang terbakar atau setidaknya dirusak antara lain ruang Pramuka, Teater, Seksi Rohani Kristen, Palasi (klab pecinta alam), Sekretariat OSIS, dan ruang Kesenian. Sejumlah arsip sekolah ikut terbakar. Jendela kelas dan musala ikut digempur.

Menurut sejumlah siswa yang jadi saksi mata pada 3 Oktober itu, tragedi dimulai dari ribut-ribut dua siswa dari dua kelompok di SMA 1. "Ada anak Palasi yang ribut dengan anak SO 2," ujar Gegar (bukan nama sebenarnya). Menurut Gegar, kedua kelompok itu memang saling berebut pengaruh. Palasi adalah klab pecinta alam, sementara SO 2 (Sraeli One) adalah nama kelompok dari sejumlah siswa kelas 2. Ribut-ribut itu berlangsung sekitar jam 12-an setelah bubaran sekolah.

Amit, juga bukan nama sebenarnya, menyebutkan pertengkaran itu kemudian coba dilerai oleh seorang siswa STM 4 PGRI. Kebetulan siswa STM itu kawan dekat dari salah satu siswa yang bertengkar. Untuk sementara pertengkaran itu pun reda. Tapi kemudian berlanjut lagi karena salah satu ada yang merasa tak puas. Terjadilah pertengkaran baru yang meningkat jadi tawuran massal.

Pelajar dari sekolah lain menyerbu SMA 1 dengan melempari batu dan benda keras lainnya. Itu menyebabkan sejumlah jendela kelas hancur, atap, pintu, dan jendela rusak. Bahkan dinding pembatas STM dengan SMA 1 dijebol. Pagar SMA 1 pun dirusak.

Menurut saksi mata, pada saat itu para penyerbu melemparkan botol-botol minuman berisi bensin yang diberi sumbu ke arah SMA 1. Entah setan mana yang memberi ide gila ini. Yang jelas, lemparan itu menyebabkan arsip-arsip terbakar. Api lantas merembet ke beberapa ruangan. Untung kemudian 5 unit mobil Dinas Pemadam Kebakaran DKI segera datang.

Imbasnya, SMA 1 dan STM 4 PGRI untuk sementara diliburkan selama dua hari sejak peristiwa ini. Beberapa siswa yang datang ke sekolah langsung dihalau untuk segera pulang. "Sudah belajar di rumah saja," ucap seorang guru. Para guru STM 1/STM 4 PGRI malah memindahkan meja piketnya langsung ke Jalan Budi Utomo, persis di depan gedung sekolah.

Sementara itu Kepala Kanwil P dan K DKI (sekarang Dinas Pendidikan dan Kebudayaan), Pak Soegijo, yang dihubungi HAI sehari setelah peristiwa ini, ketika itu bilang belum siap memberi keterangan. "Saya masih menghimpun semua data. Kalau sekarang saya ngomong, nanti datanya keliru malah ada yang dirugikan. Dua hari lagi saya akan jelaskan persoalannya," janji Pak Soegijo ketika itu.

Namun Kapolda Metro Jaya saat itu Mayjen Pol Drs MH Ritonga menegaskan, pelajar yang tawuran itu akan ditindak tegas sesuai dengan hukum. "Mulai sekarang saya sudah perintahkan para Kapolres di wilayah perkelahian tersebut untuk menindak tegas para pelakunya. Perbuatan mereka sudah mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat," ujarnya seperti dikutip Suara Pembaruan, 4 Oktober 1989.

Disebutkan, mereka yang diketahui sebagai pelaku tawuran akan diperiksa. Dan apabila terdapat bukti melakukan pelanggaran sebagaimana diatur dalam undang-undang, pelaku tersebut akan diseret ke pengadilan.

Yang bikin runyam, pada hari yang sama dan di kawasan yang sama, tak hanya satu tapi ada dua peristiwa tawuran. Sekitar pukul 7.30 WIB, segerombolan siswa menyerbu bus PPD 77 yang kebanyakan mengangkut siswa SMA 10. Dalam keributan itu, Eko Gunawan, siswa SMA 10, tertikam sebilah pisau pada bagian punggung kirinya. Menembus hingga mendekati paru-paru. Eko pun langsung dibawa ke RSPAD Gatot Subroto. "Ketika saya mau ditikam, saya membalikkan badan. Jadi punggung saya yang kena," ujarnya.

Di rumah sakit yang sama, saat itu tercatat 17 siswa ikut dirawat. Mereka adalah Hari Gunawan dan Andri Sulistian (STM 1), Hari Mulyono (STM 4 PGRI), Turmudji, Andre Richard, Hari Novianto, Lia, Suhernardi, Helmi, Sigit, Konstantius Poli, Ajat, Rini, Dedi Sutami, Hendri, Dian Permana, dan Esther (SMA 1).

Luka yang mereka derita, menurut petugas di RSPAD Gatot Subroto, sebagian besar di bagian kepala akibat lemparan batu. Andri Sulistian menderita luka pada matanya, sementara para siswi menderita histeris. Kecuali Eko yang musti menginap 10 hari, yang lain boleh pulang sehari setelah peristiwa.

Ternyata itu bukan yang pertama. Pada Maret di tahun yang sama, laboratorium dan sejumlah ruang di SMA 1 hancur diserbu sekolah lain, menyusul tawuran yang menodai bazar dan pameran di sekolah itu. Sebaliknya, atap kelas-kelas di STM 1/STM 4 PGRI juga ringsek. Waktu itu para orangtua murid di SMA 1 berbondong-bondong menyumbang bahan bangunan untuk memperbaiki gedung sekolah anaknya. Sementara jutaan perak harus dikeluarkan pihak STM buat membetulkan ruang belajarnya.

Begitulah riwayat tawuran di sekolah-sekolah di Jalan Budi Utomo, Jakarta Pusat, zaman itu. Saat ini situasinya tentu sudah jauh berubah. Sudah tidak zamannya lagi tawuran, bukan?

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.