Jakarta (ANTARA) - Dua orang penyedia barang dan jasa atas nama Mashur dan Bambang Widianto divonis pidana penjara masing-masing selama 7 tahun dan 9 tahun terkait perkara dugaan korupsi pengadaan bantuan sarana usaha gerobak dagang pada Kementerian Perdagangan (Kemendag) periode 2018—2019.
Hakim Ketua Sunoto menyatakan kedua terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan tindak pidana pencucian uang, dengan memperkaya antara lain Mashur sebesar Rp1,08 miliar dan Bambang Rp10,66 miliar, sehingga merugikan keuangan negara senilai Rp61,54 miliar.
"Jumlah kerugian negara tersebut merupakan akibat dari perbuatan kedua terdakwa pada waktu masa kontrak yang telah ditentukan, baik sebagai orang yang melakukan atau sebagai turut melakukan, masing-masing memiliki peran dan perbuatan yang mewujudkan atau setidak-tidaknya melengkapi terjadinya delik, yang dalam hal ini tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara," kata Hakim Ketua dalam sidang pembacaan putusan majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa.
Selain pidana penjara, keduanya juga dijatuhkan pidana denda masing-masing sebesar Rp500 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
Tak hanya pidana pokok, Hakim Ketua juga menyatakan Mashur selaku pelaksana lapangan PT Piramida Dimensi Milenia pada tahun 2018 dan PT Dian Pratama Persada pada tahun 2019 serta Bambang selaku kuasa direksi PT Piramida Dimensi Milenia, dikenakan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti masing-masing sebesar Rp1,08 miliar subsider 2 tahun penjara dan Rp10,66 miliar subsider 4 tahun penjara.
Dengan demikian, Hakim Ketua menyatakan keduanya melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 5 ayat (1) huruf a juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Dalam menjatuhkan vonis, Hakim Ketua menyatakan pihaknya mempertimbangkan beberapa hal memberatkan dan meringankan. Keadaan memberatkan meliputi perbuatan keduanya tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Keadaan memberatkan lainnya, yakni perbuatan kedua terdakwa telah mencederai kepercayaan masyarakat terhadap program bantuan pemerintah, dilakukan secara berulang dalam dua tahun anggaran, serta melibatkan banyak pihak dalam skema korupsi sistematis dengan kerugian negara yang sangat besar.
Khusus Bambang, Hakim Ketua menyampaikan hal memberatkan lainnya yang dipertimbangkan berupa tidak mengakui kesalahan, tidak menunjukkan penyesalan, serta tidak ada upaya mengembalikan kerugian negara.
Sementara itu, keadaan meringankan yang dipertimbangkan Majelis Hakim dalam menjatuhkan putusan, yaitu kedua terdakwa belum pernah dihukum dan merupakan tulang punggung keluarga.
Untuk Mashur, pertimbangan meringankan lainnya dalam menjatuhkan vonis berupa mengakui kesalahannya, bersikap sopan di persidangan, merupakan tulang punggung keluarga, dan telah menyetor Rp150 juta ke rekening Kejaksaan RI.
"Namun hal meringankan tersebut tidak sebanding dengan beratnya perbuatan dan dampak yang ditimbulkan sehingga tidak dapat dijadikan alasan meringankan pidana secara signifikan," tutur Hakim Ketua.
Dalam kasus tersebut, Mashur dan Bambang didakwa merugikan keuangan negara Rp61,54 miliar, dengan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi.
Selain didakwa merugikan keuangan negara, keduanya juga diduga memberikan suap sebesar Rp21,73 miliar kepada Putu Indra Wijaya selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam proyek pengadaan gerobak dagang tahun anggaran 2018 di Kemendag serta Rp 1,96 miliar kepada Bunaya Priambudi selaku PPK pengadaan gerobak dagang tahun anggaran 2019 di Kemendag.
Suap diberikan agar Putu dan Bunaya dapat mengatur untuk memenangkan perusahaan yang digunakan oleh Bambang dan Mashur dalam proses kegiatan pengadaan gerobak dagang pada Kemendag periode 2018—2019.
Tidak hanya itu, keduanya pun didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari uang yang dikorupsi sebesar Rp44,5 miliar dan Rp22,13 miliar, yakni dengan cara mengirimkan uang ke rekening orang lain, membeli aset berupa apartemen, tanah, mobil mewah, dan motor, serta pembayaran utang.