KPK mengungkap modus biro travel haji yang menggunakan SK Menteri Agama untuk menjual kuota haji khusus secara tidak sah. Proses penerbitan SK diduga menyimpang dari regulasi, menyebabkan ribuan jemaah reguler gagal berangkat.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap temuan baru dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pembagian kuota haji tahun 2024. Salah satu modus yang disorot adalah penggunaan Surat Keputusan (SK) Menteri Agama oleh biro perjalanan haji untuk meyakinkan calon jemaah bahwa kuota haji khusus yang ditawarkan bersifat resmi.
“Jadi, dengan berbekal SK tersebut, siapapun yang ditunjukkan SK-nya, termasuk juga mungkin kita, ini resmi loh, ada SK-nya ini. Nah, seperti itu,” ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam keterangannya, Kamis (11/9/2025).
Menurut KPK, meskipun SK tersebut memang diterbitkan oleh Kementerian Agama, proses di balik penerbitannya diduga menyimpang dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Modus ini sejalan dengan pernyataan Ustaz Khalid Basalamah, yang sebelumnya mengaku ditawari kuota haji khusus oleh agen travel dengan jaminan keresmian dari Kemenag.
“Jadi, tidak salah juga, ketika disampaikan [Khalid Basalamah] seperti itu, walaupun dalam prosesnya SK yang terbit itu ternyata menyimpang dari ketentuan,” kata Asep.
Kasus ini berawal dari pembagian 20.000 kuota haji tambahan yang diberikan oleh pemerintah Arab Saudi. Berdasarkan regulasi, kuota haji khusus seharusnya hanya 8 persen dari total kuota nasional, sementara 92% dialokasikan untuk haji reguler.
Namun, KPK menemukan bahwa kuota tambahan tersebut justru dibagi rata: 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Pembagian ini melanggar ketentuan hukum dan menyebabkan sekitar 8.400 jemaah haji reguler yang telah menunggu belasan tahun gagal berangkat.
KPK menduga pembagian kuota yang tidak proporsional ini didasari oleh niat jahat, yang diawali dengan komunikasi antara asosiasi penyelenggara haji dan oknum di Kementerian Agama.
Agen travel yang ingin mendapatkan jatah kuota haji khusus tambahan diduga harus menyetorkan sejumlah uang kepada oknum tersebut.
“Kalau tidak diberikan, ya nanti kuota hajinya bisa enggak kebagian, gitu,” jelas Asep.
Nilai dugaan jual beli kuota ini berkisar antara USD 2.600 hingga USD 7.000 (sekitar Rp42 juta hingga Rp113 juta) per kuota.
Kuota yang diperoleh dengan cara menyetor ini kemudian dijual kembali kepada calon jemaah dengan harga mencapai Rp300 juta hingga Rp400 juta, dengan iming-iming bisa langsung berangkat tanpa antre.
Hingga kini, KPK belum menetapkan tersangka dalam kasus ini. Namun, tiga orang telah dicegah bepergian ke luar negeri untuk kepentingan penyidikan, termasuk mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, eks staf khusus, dan seorang pengusaha travel haji.
Dugaan kerugian negara dalam kasus ini diperkirakan mencapai Rp1 triliun.