Heboh Leony Eks Penyanyi Cilik Habis Puluhan Juta untuk Urus Pajak Waris, Begini Aturan Sebenarnya
Putra Dewangga Candra Seta September 13, 2025 05:32 PM

SURYA.co.id - Mantan penyanyi cilik yang kini juga dikenal sebagai aktris, Leony Vitria, membagikan keluhannya mengenai kewajiban pajak warisan.

Melalui akun Instagram pribadinya, Leony menceritakan pengalaman saat mengurus balik nama rumah peninggalan ayahnya yang sudah wafat.

Ia mengaku terkejut karena masih harus membayar biaya pajak dalam jumlah besar, yakni sekitar 2,5 persen dari total nilai rumah.

Situasi ini pun menimbulkan pertanyaan: bagaimana aturan sebenarnya mengenai pajak waris?

Melansir dari Kompas.com, menurut penjelasan Direktorat Jenderal Pajak (DJP), warisan pada dasarnya tidak termasuk dalam objek Pajak Penghasilan (PPh).

Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-30/PJ/2009 tentang tata cara pemberian pengecualian dari kewajiban membayar atau memungut PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah maupun bangunan.

Lebih lanjut, Pasal 3 ayat (1) huruf d PER-8/PJ/2023 menegaskan bahwa pengalihan aset berupa tanah atau bangunan karena waris tidak dikenakan kewajiban pembayaran ataupun pemungutan PPh.

Namun, ahli waris tetap diwajibkan memiliki dan menyerahkan Surat Keterangan Bebas (SKB) PPh ketika mengurus balik nama sertifikat tanah atau bangunan warisan.

Jika SKB tersebut tidak tersedia, maka ahli waris justru bisa terkena kewajiban membayar PPh atas pengalihan hak waris.

Dokumen SKB ini harus disampaikan kepada notaris sebelum proses balik nama dilakukan. Setelah sertifikat resmi beralih nama, harta warisan tetap wajib dicatat secara benar dan lengkap dalam SPT Tahunan milik ahli waris.

Berdasarkan informasi di laman resmi DJP, aturan pajak juga merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016. 

Di situ dijelaskan besaran tarif pajak untuk pengalihan hak tanah atau bangunan, termasuk dalam konteks warisan:

2,5 persen dari nilai bruto pengalihan hak tanah/bangunan (selain rumah sederhana dan rumah susun sederhana), yang berlaku bagi wajib pajak dengan usaha utama di bidang pengalihan hak tanah/bangunan.

1 persen dari nilai bruto pengalihan hak atas rumah sederhana atau rumah susun sederhana, yang juga berlaku bagi wajib pajak dengan usaha pokok di bidang tersebut.

Dengan demikian, meskipun warisan bukan objek PPh, kewajiban administrasi seperti pengurusan SKB hingga pencatatan di SPT tetap harus dipenuhi agar ahli waris tidak terbebani pajak tambahan.

Jika ditinjau dari sisi masyarakat, pengalaman Leony mencerminkan keresahan yang wajar.

Biaya tambahan seperti pajak waris seringkali terasa memberatkan, apalagi ketika muncul di tengah proses emosional pasca kehilangan anggota keluarga.

Namun dari sudut pandang pemerintah, aturan tersebut disusun bukan semata-mata untuk membebani, melainkan untuk menjamin keteraturan administrasi, kepastian hukum, dan pencatatan aset dalam sistem perpajakan.

Kehadiran SKB, misalnya, berfungsi sebagai mekanisme pengawasan agar pengalihan aset tercatat secara sah dan transparan.

Dengan demikian, perdebatan soal pajak waris sebaiknya tidak hanya dipandang dari besarnya angka pungutan, tetapi juga dari pentingnya kepatuhan administratif.

Di sinilah letak keseimbangan: publik membutuhkan penjelasan yang lebih mudah dipahami, sementara pemerintah perlu memastikan bahwa aturan berjalan dengan adil dan transparan.

Curhat Leony

Sebelumnya, Aktris sekaligus penyanyi Leony Vitria mengungkapkan keresahannya terkait kewajiban membayar pajak waris yang nilainya mencapai puluhan juta rupiah.

Cerita itu ia bagikan melalui unggahan di akun Instagram pribadinya.

Leony menuturkan, saat ini dirinya tengah mengurus proses balik nama rumah peninggalan ayahnya yang wafat pada 2021.

Ia tidak menyangka bahwa proses tersebut kembali menimbulkan beban biaya tambahan yang cukup besar.

“Gue mau curhat dikit ya. Jadi kan, gue ini lagi ngurus rumah atas nama bokap gue. Nah, kita mau ngurus balik nama nih, karena bokap gue kan udah meninggal ya tahun 2021,” kata Leony, dikutip unggahan instagramnya, Rabu (10/9/2025).

Dalam penjelasannya, Leony mengungkap bahwa balik nama rumah itu dikategorikan sebagai warisan karena sang ayah tidak pernah membuat surat waris sebelumnya.

Hal tersebut membuatnya harus mengurus dokumen tambahan sekaligus membayar pajak waris.

“Kita mau ngurus nih balik nama, ternyata jatohnya warisan. Nah, kalau warisan berarti kalau kita mau balik nama kita harus ngurus surat waris. Karena bokap gue tuh enggak pernah ada tuh surat warisan bahwa rumah ini akan diserahkan ke kita atau apa gitu,” ucapnya.

Tak hanya soal administrasi, Leony juga diwajibkan membayar pajak waris sebesar 2,5 persen dari total nilai rumah.

“Ternyata kita tuh kena pajak waris. Jadi, kalau misalnya gue mau ganti nama nih dari rumah yang atas nama bokap gue, terus ganti nama ke gue, gue tuh kena pajak waris yang harus gue bayar lagi. Jadi itu 2,5 persen dari nilai rumahnya,” tutur Leony.

Nominal tersebut dinilainya cukup memberatkan.

“Which is gue harus ngeluarin duit puluhan juta lagi cuma buat balik nama doang. I just feel it’s not fair. Kayak, ini rumah pas dibeli kita udah bayar pajak,” ujar Leony.

Ia juga menekankan bahwa rumah tersebut selama ini selalu dikenakan PBB setiap tahun.

Karena itu, Leony merasa keberatan harus kembali mengeluarkan biaya tambahan hanya untuk perubahan nama kepemilikan. 

“Tiap tahun kita bayar PBB. Terus sekarang cuma ganti nama dari bokap ke gue, gue harus bayar lagi, kena lagi,” pungkasnya dengan nada kecewa.

Keluhan Leony Vitria soal pajak waris membuka kembali diskusi publik tentang sistem perpajakan di Indonesia, khususnya terkait peralihan hak atas tanah dan bangunan.

Di satu sisi, beban biaya tambahan memang dirasakan memberatkan oleh masyarakat, terlebih jika aset tersebut sudah dikenakan pajak sejak awal pembelian maupun melalui PBB setiap tahun.

Pandangan ini wajar, sebab masyarakat merasa seperti “membayar dua kali” atas aset yang sama.

Namun, dari sisi regulasi, pemerintah menerapkan pajak waris sebagai bagian dari mekanisme administrasi negara dalam mengatur kepemilikan properti.

Pajak ini bertujuan untuk menegaskan keabsahan peralihan hak dan mencegah sengketa di kemudian hari, terutama jika ada lebih dari satu ahli waris.

Besaran tarif yang dikenakan, yakni 2,5 persen, dihitung dari nilai aset dan berlaku umum sesuai aturan yang ada.

Objektivitasnya, persoalan ini sebenarnya terletak pada kesenjangan antara persepsi publik dan fungsi regulasi.

Masyarakat merasa terbebani karena menganggap pajak tersebut sebagai pungutan ganda, sementara negara memandangnya sebagai instrumen legalitas dan sumber penerimaan.

Kasus yang dialami Leony dapat menjadi momentum untuk mengevaluasi kembali apakah mekanisme pajak waris sudah sesuai dengan rasa keadilan masyarakat.

Transparansi informasi, penyederhanaan prosedur, serta edukasi mengenai fungsi pajak waris bisa menjadi solusi agar publik memahami manfaatnya, sekaligus mengurangi kesan bahwa pajak hanya sekadar beban finansial tambahan.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.