Makassar (ANTARA) - Kalla Land sebagai salah satu unit bisnis Kalla Group untuk kawasan hunian, berkomitmen terhadap pelestarian lingkungan dan keberlanjutan melalui peluncuran Program Baruga Urban Farming.
Program ini dijalankan di kawasan Bukit Baruga yang merupakan kawasan bisnis perumahan Kalla Land, sebagai sebuah inisiatif ramah lingkungan yang menghadirkan konsep pertanian modern.
Chief Operating Officer KALLA Land M Natsir Mardan di Makassar, Senin menyebut program ini merupakan bagian dari komitmen Bukit Baruga untuk menghadirkan hunian yang bukan hanya nyaman, tetapi juga peduli terhadap lingkungan dan keberlanjutan.
“Di Bukit Baruga, kami senantiasa melestarikan keberlangsungan dari seluruh makhluk hidup, sebab kami percaya bahwa kehidupan yang damai tercipta dari ekosistem yang seimbang," katanya.
Baruga Urban Farming ini merupakan program yang sangat sejalan dengan tagline Bukit Baruga yakni ‘Harmoni Kehidupan’. Selain itu, di ruang lingkup
KALLA Group juga tengah menyuarakan mengenai prinsip ESG (Enviromental, Social, and Governance) yang juga sangat sejalan dengan program ini.
Program Urban Farming pertama kali diinisiasi oleh Fadly "Padi Reborn" di Makassar yang dinamakan Tanami Tanata, sebuah gerakan urban farming terintegrasi yang bertujuan menciptakan pusat edukasi dan pengembangan sistem pangan kota berkelanjutan.
Program ini melibatkan Pemkot Makassar dan komunitas Makassar Berkebun untuk membangun sistem pangan kota yang inklusif, serta mengintegrasikan aspek pertanian, peternakan, perikanan, dan pengelolaan sampah menjadi satu ekosistem.
Baruga Urban Farming hadir sebagai ruang kolaborasi antar Bukit Baruga, Pemerintah Kota Makassar, dan warga untuk membangun pola hidup berkelanjutan.
Dengan memanfaatkan lahan di salah satu cluster di kawasan Bukit Baruga, program ini memanfaatkan area tanam yang terbatas menjadi sebuah ruang pertanian mandiri yang hijau, sehat, dan terintegrasi.
Wali Kota Makassar Munafri Arifuddin menjelaskan bahwa Urban Farming adalah output dari proses pengelolaan sampah yang dilakukan secara mandiri.
“Urban Farming harus dimulai dengan memilah sampah organik dan non-organik, kemudian sampah organik diolah lagi dengan beberapa metode seperti komposter, biopori, eco-enzym, hingga budidaya maggot,” katanya.
Ia menambahkan, Urban Farming merupakan awal dari proses yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pangan.
“Jika Urban Farming berhasil, maka selanjutnya adalah greenhouse, seperti yang ada di negara-negara maju seperti Belanda. Harapannya, dengan adanya program seperti ini, kelak kita akan mampu memproduksi bahan-bahan pangan berkualitas yang tentu saja tujuan utamanya adalah memperkuat pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat,” tambahnya.
Program ini diharapkan menjadi langkah nyata dalam mendukung ketahanan pangan, penghijauan kota, serta pemberdayaan masyarakat.
Baca juga: Kalla Group targetkan PLTA Kerinci beroperasi tahun 2025