Jakarta (ANTARA) - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam Dialog Kebangsaan di Wonogiri, Jawa Tengah, Senin (15/9), mengajak para tokoh agama menjadikan keberagaman sebagai benteng melawan radikalisme.

Direktur Pencegahan BNPT Prof. Irfan Idris menekankan keberagaman di Indonesia dengan ratusan suku, ribuan bahasa, dan beragam agama bukanlah ancaman, melainkan kekuatan besar bangsa.

"Keragaman justru harus dijaga sebagai perekat bangsa. Namun bangsa multikultural seperti Indonesia rawan disusupi konflik, terutama jika ada pihak yang menjadikan agama sebagai pembenaran untuk melakukan kekerasan," kata Prof. Irfan, seperti dikutip dari keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa.

Dia menegaskan terorisme merupakan penyimpangan ajaran agama lantaran menanamkan kecurigaan antarumat, merusak harmoni sosial, dan mengancam masa depan bangsa.

Karena itu, kata Irfan, dialog lintas agama seperti yang digelar BNPT berkolaborasi dengan Komisi XIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tersebut penting untuk menghancurkan sekat-sekat prasangka.

Dengan demikian, perlu memperkuat hubungan, menyatukan hati, dan membangun rasa percaya, sebagai cara paling ampuh melawan propaganda radikal.

Ia menuturkan Indonesia merupakan rumah besar bagi semua keyakinan, sehingga perbedaan bukan untuk diseragamkan, melainkan dijalani sebagai anugerah.

“Al-Qur’an jelas menyebut manusia diciptakan bersuku-suku dan berbangsa-bangsa untuk saling mengenal, bukan saling curiga. Semua agama pun menekankan cinta kasih, perdamaian, dan keadilan,” kata Guru Besar UIN Alauddin Makassar itu.

Senada, anggota Komisi XIII DPR Hamid Noor Yasin menyebut keamanan, ketenteraman, dan kesejahteraan sebagai syarat dasar kebahagiaan bangsa.

Menurutnya, melawan terorisme dan menghapus kemiskinan harus menjadi tanggung jawab bersama.

“BNPT punya peran, tapi ini bukan hanya tugas BNPT. Semua elemen bangsa harus berkolaborasi,” tutur Hamid.

Acara tersebut pun mendapat apresiasi dari DPR yang mendorong kegiatan semacam itu diperbanyak semakin banyak agar tokoh dan masyarakat bisa tercerahkan. Hamid menekankan jika rasa aman dan kesejahteraan terjaga, maka hal tersebut merupakan indikator keberhasilan bangsa.

Dialog Kebangsaan di Wonogiri tersebut diselenggarakan bersama tokoh agama, tokoh masyarakat, dan ormas keagamaan, yang diikuti lebih dari 200 peserta dan menghadirkan narasumber dari berbagai latar belakang, termasuk akademisi, aparat, hingga eks anggota Jamaah Islamiyah (JI) yang kini menjadi mitra deradikalisasi.