TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG,--Guru besar ilmu pemerintahan Fisip Universitas Sriwijaya (Unsri) Prof Dr Alfitri menilai, masuknya Pantai Timur dan Kikim Area dalam usulan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) untuk pemekaran daerah diharapkan bisa terwujud nantinya.
Sebab dengan Daerah Otonomi Baru (DOB), maka wilayah pemekaran itu bisa memberikan pelayanan lebih maksimal ke masyarakat
"Pastinya, pemekaran ini di satu sisi memang tuntutannya, untuk bisa memberikan pelayanan lebih maksimal ke masyarakat, karena alasan jarak kemudian dengan potensi SDA (Sumber Daya Alam) yang dimiliki masing-masing wilayah," kata Alfitri, Selasa (16/9/2025).
Menurut Alfitri, jika dipandang dari sisi pelayanan administrasi kepada masyarakat, jelas hal ini memang dimungkinkan untuk didorong pemekaran itu, karena alasan kendali memperpendek segala urusan pemerintahan lebih simple dari sisi sudut layanan pelayanan publik.
"Sementara dari sisi ekonomi bisa memberikan daerah pertumbuhan ekonomi baru, kalau memang bisa memaksimalkan potensi yang ada suatu wilayah, " ucapnya.
Ia pun melihat Pantai Timur dan Kikim Area cukup potensial secara ekonomi, dilihat dari SDA dan pertumbuhan penduduk sudah cukup wajar.
"Cuma yang harus diperkuat lagi SDM (Sumber Daya Manusianya), yang selama ini kalau tidak siap lamban pertumbuhannya itu, karena DOB membutuhkan aparatur yang siap mendorong percepatan kemajuan daerah, dari sisi ini diperkuat, " tuturnya.
Ditambahkan Alfitri, DOB bukan hanya jadi ajang bagi- bagi kekuasaan anggapan semua pihak, tetapi yang lebih penting pemimpin memberikan layanan yang terbaik bagi masyarakat, sehingga pemekaran ini bisa positif dengan tujuan meningkatkan pelayanan masyarakat.
"Jadi, harapannya bukan bagi- bagi kekuasaan dan jabatan semata. Tetapi memunculkan daerah pertumbuhan ekonomi baru dengan potensi yang ada, kemudian bisa meningkatkan dari sisi pelayanan publik baik ngurusi surat izin, kependudukan lebih simple, " tandasnya.
Dijelaskannya, dampak sosial politik pemekaran bisa saja terjadi semacam perebutan untuk pusat ibu kota di wilayah yang mana, akan tetapi biasanya di kecamatan atau daerah dengan pertumbuhan atau geliat ekonomi bagus paling terdampak, dengan perusahaan dan tempat terkumpulnya penduduk.
"Ini jika tidak diakomodir akan mengganggu, dengan munculnya faksi-faksi yang mendorong pemekaran jadi tidak kompak dan berebut, antar suku bisa terjadi. Kemudian pembagian legislatif parpol mewakili daerah masing-masing akan berdampak perebutan siapa yang menjadi duduk di DPRD masing-masing, " capnya.
Dilanjutkan Alfitri, berkaca dengan DOB yang ada, biasanya kalau jadi perebutan pusat kota, maka tanah- tanah akan ikut naik nilainya.
"Itu kebiasaan yang terjadi, seperti di PALI dan Muratara, untuk pusat pemerintahan harus beli dan harganya mahal, sehingga terjadi dampak bagaimana secara sosial dan politik terjadi, dan hal itu perlu diantisipasi, " pungkasnya.