Alasan KPU Terbitkan Aturan Rahasiakan Ijazah Capres-Cawapres, Kini Minta Maaf
Musahadah September 17, 2025 04:32 AM

SURYA.CO.ID Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI buka suara terkait alasan terbitnya Keputusan KPU Nomor 731 Tahun 2025.

Aturan itu sempat membuat riuh karena 16 dokumen persyaratan capres-cawapres, termasuk ijazah, ditetapkan sebagai informasi publik yang dikecualikan.

Ketua KPU RI, Afifuddin, menegaskan bahwa aturan tersebut murni dibuat untuk mengatur pengelolaan data pribadi para capres-cawapres.

"Jadi ini murni bagaimana kita mengelola kemudian memperlakukan data-data yang ada di kita dalam situasi saat ini, jadi bukan untuk mengatur Pemilu 2029, bukan, ini murni bagaimana pengelolaan data (pribadi para capres-cawapres) ini," kata Afifuddin, Selasa (16/9/2025) dikutip dari Kompas.com.

Ia juga menekankan, tidak ada pretensi untuk menguntungkan pihak manapun.

"Kami dari KPU juga mohon maaf atas situasi keriuhan yang sama sekali tidak ada pretensi sedikit pun di KPU untuk melakukan hal-hal yang dianggap menguntungkan pihak-pihak tertentu," ucapnya.

Setelah mendengar aspirasi publik dan kritik yang deras, KPU akhirnya mencabut aturan tersebut.

"Kami secara kelembagaan memutuskan untuk membatalkan Keputusan KPU Nomor 731 Tahun 2025 tentang Penetapan Dokumen Persyaratan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden sebagai Informasi Publik yang Dikecualikan KPU," jelas Afifuddin.

Sebelumnya, aturan itu memuat ketentuan bahwa dokumen pribadi capres-cawapres tidak bisa dibuka ke publik selama lima tahun, kecuali ada persetujuan tertulis dari yang bersangkutan atau pengungkapan berkaitan dengan jabatan publik.

Aturan KPU

Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menegaskan tidak bisa membuka secara langsung ke publik beberapa dokumen yang dimiliki calon presiden dan calon wakil presiden untuk syarat pendaftaran, termasuk ijazah, kecuali yang bersangkutan memberikan persetujuan.

Hal ini ditegaskan dalam Keputusan KPU RI Nomor 731 Tahun 2025 tentang Penetapan Dokumen Persyaratan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden sebagai Informasi Publik yang Dikecualikan KPU.

"Informasi publik sebagaimana dimaksud dalam Diktum Kedua dikecualikan selama jangka waktu lima tahun, kecuali: a. pihak yang rahasianya diungkap memberikan persetujuan tertulis, dan/atau; b. pengungkapan berkaitan dengan posisi seseorang dalam jabatan-jabatan publik," tulis putusan yang dikeluarkan oleh Ketua KPU Afifuddin tersebut, dikutip, Senin (15/9/2025).

Dalam keputusan itu, ada 16 dokumen yang tidak bisa dibuka ke publik tetapi berkaitan dengan syarat menjadi capres-cawapres, salah satunya adalah ijazah.

Kasus Ijazah

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Mochammad Afifuddin yang membuat keputusan menutup akses publik terhadap sejumlah dokumen pencalonan presiden dan wakil presiden, termasuk ijazah jadi sorotan.

Mochammad Afifuddin membantah keputusan ini untuk melindungi Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) maupun Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. 

Seperti diketahui, ijazah Jokowi saat sedang menjadi obyek perkara yang disidik Polda Metro Jaya.

Sementara ijazah Wapres Gibran Rakabuming Raka kini sedang digugat di pengadilan oleh Subhan Palal. 

Menurut Ketua KPU, keputusan menutup akses dokumen pencalonan presiden dan wapres itu merujuk pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP).

Menurutnya, Pasal 17 huruf G dan huruf H mengatur data-data yang dikecualikan, sementara Pasal 18 huruf A ayat 2 menyebut data bisa dibuka hanya dengan persetujuan pemilik data atau putusan pengadilan.

“Intinya secara umum atas data-data seseorang dan para pihak yang nanti kalau kita atur di pencalonan presiden dan wakil presiden termasuk data-data yang ada saat ini, itu berkaitan dengan data-data yang dikecualikan,” jelasnya.

Afifuddin menyebut dokumen yang masuk kategori pengecualian antara lain rekam medis dan dokumen sekolah seperti ijazah. 

“Itu ya yang bersangkutan yang harus diminta, kemudian atau atas keputusan pengadilan,” ujarnya.

Meski menutup akses ijazah, Afifuddin memastikan dokumen riwayat hidup maupun visi-misi tetap terbuka untuk publik.

“Kalau Riwayat Hidup enggak, kan ada data yang tidak terkait dengan itu. Kalau dalam pencalonan Presiden kemarin misalnya visi-misi sama daftar Riwayat Hidup langsung dibuka,” katanya.

Menurutnya, KPU konsisten mengikuti aturan keterbukaan informasi sesuai ketentuan hukum. 

“Jadi kami hanya melihat dan memedomani Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik berkaitan dengan menyusun peraturan atau keputusan KPU berkaitan dengan data-data itu,” tegasnya.

Lebih lanjut, Afifuddin menolak anggapan bahwa kebijakan tersebut dibuat karena adanya gugatan ijazah Presiden ke-7 RI Jokowi maupun Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. 

“Tidak ada, tidak ada, ini berlaku untuk umum semua pengaturan data siapapun, karena siapapun nanti juga bisa dimintakan datanya ke kami,” ucapnya.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.