SURYA.co.id, SURABAYA – Dari sebuah desa di Kecamatan Kokop, Bangkalan, Madura, Jawa Timur, Faiqotul Himmah, berhasil mengubah potensi lokal berupa daun agel menjadi produk bernilai tinggi hingga pasar internasional.
Faiq, begitu ia disapa, mendirikan UMKM Daun Agel sejak tahun 2008.
Produk utamanya berasal dari serat daun palem gebang atau masyarakat Madura menyebutnya sebagai pohon pocok.
Daunnya yang mirip palem ternyata memiliki serat kuat dan elastis, sehingga bisa dipilin menjadi tali yang berkualitas.
“Daun agel itu serat daun palm yang dipilin jadi tali, namanya tali agel. Sehingga kami branding daun agel dan sudah kami HAKI-kan. Semua lokal dari Bangkalan, Madura,” ungkap Faiq saat ditemui di pameran FESyar Surabaya 2025, Minggu (14/9/2025).
Awalnya, tali agel hanya digunakan sebagai jaring kapal atau kebutuhan sederhana lainnya.
Namun di tangan Faiq, tali ini disulap menjadi tas, aksesori, dan produk etnik yang bernilai jual lebih tinggi.
Ide tersebut berawal ketika dirinya bekerja di sebuah NGO internasional yang fokus mendampingi perempuan.
Saat itu, ia sering melatih ibu-ibu membuat rajutan dari benang.
Namun, karena benang sulit diperoleh dan persaingannya ketat, Faiq mencari alternatif bahan lain.
Ia pun menemukan tali agel di salah satu pasar tradisional di Kokop.
Dibantu beberapa warga, tali agel dipilin lebih kecil agar bisa dirajut.
Hasilnya, produk etnik dengan sentuhan khas Madura yang lebih menarik di mata konsumen.
“Alhamdulillah, ketika ibu-ibu merajut dengan bahan ini hasilnya lebih etnik. Setelah itu lebih mudah dipasarkan,” ujarnya.
Perjalanan Faiq tentu tidak mudah.
Para perempuan pengrajin tali agel tinggal di pegunungan kapur yang jauh dari akses pasar.
Meski begitu, mereka tetap semangat.
Setiap pekan, para pengrajin turun gunung ke pasar tradisional di Kokop untuk menyetorkan hasil pilinan.
Sistem setoran ini membantu mereka tetap bisa bekerja dari rumah tanpa harus meninggalkan keluarga.
“Mereka turun gunung satu minggu sekali. Uangnya langsung dibelanjakan di pasar. Jadi, warga tetap punya pendapatan tanpa harus merantau,” jelasnya.
Kini, usaha ini melibatkan sekitar 30 orang pengrajin yang fokus memilin tali agel, sementara 30 hingga 35 orang lainnya merajut produk jadi.
Jika ada pesanan besar, jumlah tenaga kerja bisa meningkat hingga 100 orang.
Sistem kerja berbasis kelompok ini membuat UMKM Subsisten Bank Indonesia Jawa Timur itu mampu menyerap tenaga kerja lokal dalam jumlah signifikan.
Selain memberi manfaat ekonomi, UMKM Daun Agel juga menjaga warisan tradisi dan kearifan lokal Madura.
Produk rajutan dari agel kini menjadi ikon etnik yang sering dicari konsumen, baik untuk pasar lokal maupun nasional.
Faiq berharap ke depan produk UMKM dari Bangkalan ini bisa lebih luas lagi menembus pasar ekspor.
Menurutnya, potensi daun agel sangat besar.
Selain tas, UMKM Daun Agel juga mulai mengembangkan produk lain seperti dompet, karpet, wadah, hingga dekorasi rumah.
Semua dibuat dengan sentuhan alami tanpa meninggalkan ciri khas Madura.
Berkat tangan dingin Faiqotul Himmah, ia berubah menjadi peluang emas yang menghidupi banyak keluarga di Bangkalan.