SURYA.co.id, SURABAYA – Produk UMKM asal Bangkalan, Madura, Jawa Timur, kembali mencuri perhatian dunia.
Dari serat alami daun palem gebang atau dikenal dengan tali agel, lahirlah tas, karpet, hingga produk etnik bernilai tinggi yang kini rutin diekspor ke luar negeri.
Faiqotul Himmah, pendiri UMKM Daun Agel, yang sukses mengangkat potensi lokal menjadi karya mendunia.
Sejak beberapa waktu terakhir, produknya telah menembus pasar Singapura, Jepang, Amerika Serikat, hingga Prancis.
“Alhamdulillah, sudah ekspor ke Singapura rutin setiap bulan, ke Jepang juga jalan, dan saat ini kami sedang pameran di Osaka Expo 2025. Produk yang ke Prancis berupa karpet, sedangkan ke Jepang dan Singapura lebih banyak tas,” ujar Faiq, Minggu (14/9/2025).
Meski berhasil ekspor, perjalanan ini bukan tanpa tantangan. Faiq mengaku pasar Jepang adalah yang paling ketat dan detail dalam permintaan.
“Buyer di Jepang itu sangat sensitif. Mereka minta tidak ada bleaching dan pemutih. Padahal daun tidak bisa seragam warnanya, ada yang putih, ada yang cokelat. Jadi kami edukasi bahwa produk ini alami dan natural, tidak mungkin sama warnanya,” jelasnya.
UMKM Daun Agel memproduksi rata-rata 400 produk setiap bulan dengan omzet mencapai Rp50–100 juta.
Produk yang dihasilkan beragam, mulai dari tas, karpet, hingga inovasi yang dipadukan dengan denim, tenun, batik, dan lurik.
“Kami selalu kombinasikan dengan wastra Indonesia. Untuk denim, kami pakai perca, jadi produk bekas tidak kami buang, melainkan dimanfaatkan kembali,” tambahnya.
Dalam proses produksinya, UMKM Subsisten binaan Bank Indonesia ini melibatkan sekitar 100 orang tenaga kerja, dengan 90 persen di antaranya perempuan.
Para ibu-ibu inilah yang rajin memilin serat daun menjadi tali, sementara sisanya adalah laki-laki yang bertugas di bagian logistik.
Namun, ada kendala lain yang harus dihadapi: keterbatasan bahan baku.
Pohon agel tidak banyak ditemui, sehingga Faiq dan tim harus mencari solusi dengan menjalin kolaborasi di daerah lain.
“Kapasitas serat daun palem terbatas, jadi kami cari bahan baku tidak hanya di Bangkalan, tapi juga kerja sama dengan Semarang dan Yogyakarta,” terangnya.
Faiq meyakini keberhasilan UMKM lokal bisa diraih jika produk memiliki ciri khas sekaligus menjaga nilai keberlanjutan.
Karena itu, ia mengedepankan penggunaan bahan alami dan ramah lingkungan.
Selain memperkuat pasar dalam negeri, produk dari daun agel kini menjadi bagian dari promosi budaya Indonesia di mancanegara.
Pameran di Osaka Expo 2025 disebut Faiq sebagai kesempatan emas memperluas pasar Asia dan memperkenalkan kearifan lokal Madura.
Kini, daun agel yang dulunya dianggap sebagai bahan sederhana, berubah menjadi komoditas bernilai tinggi.
Berkat kreativitas dan ketekunan, UMKM Daun Agel membuktikan bahwa produk desa pun bisa mendunia.
“Ini bukan hanya soal jualan, tapi juga memperkenalkan potensi lokal Bangkalan ke dunia dan melibatkan para ibu-ibu sekitar. Harapannya semakin banyak orang tahu bahwa Indonesia, khususnya Bangkalan, Madura punya produk etnik dan Alhamdulillah sudah ekspor,” ujarnya.