Grid.ID- Angka PHK di Jawa Barat diketahui jadi yang tertinggi se-Indonesia. Gubernur Dedi Mulyadi lalu ungkap penyebabnya.
Jawa Barat kembali mencuri perhatian sebagai provinsi dengan jumlah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tertinggi di Indonesia. Data dari Kementerian Ketenagakerjaan menunjukkan bahwa pada Agustus 2025, sebanyak 261 pekerja di Jawa Barat mengalami PHK.
Jumlah ini jauh lebih tinggi dibandingkan provinsi lain seperti Sumatra Selatan yang mencatat 113 orang dan Kalimantan Timur dengan 100 orang. Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mengaitkan tingginya angka PHK tersebut dengan besarnya jumlah penduduk dan skala industri di wilayahnya.
Menurut Dedi Mulyadi, besarnya industri di Jawa Barat juga berkontribusi pada dampak PHK yang lebih besar dibanding daerah lain. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi ekonomi dan pasar tenaga kerja di Jawa Barat sangat dipengaruhi oleh aktivitas industri yang masif.
Fenomena ini menjadi perhatian serius bagi pemerintah daerah untuk mengambil langkah antisipatif. Upaya untuk mengurangi angka PHK harus melibatkan berbagai sektor agar dampaknya bisa diminimalkan.
"Penduduk Jabar paling besar, industri di Jabar paling besar. Jadi kalau misalnya industri terganggu 1 persen, kita pasti terganggunya paling gede karena jumlahnya paling banyak dibanding dengan industri di tempat lain yang lebih sedikit," kata Dedi.
Kepala Bidang Hubungan Industrial Disnakertrans Jawa Barat, Firman Desa, menyatakan bahwa sebagai pusat industri terbesar di Indonesia bahkan Asia Tenggara, Jawa Barat secara alami mengalami angka PHK yang tinggi. Ia menjelaskan bahwa kondisi ini wajar jika dibandingkan dengan provinsi lain.
Firman menjelaskan bahwa PHK tidak selalu berarti pemecatan sepihak, melainkan juga mencakup pekerja yang pensiun, meninggal dunia, atau habis masa kontrak sesuai Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2023. Dengan demikian, istilah PHK memiliki cakupan yang lebih luas daripada yang dipahami umum.
"Banyak kasus PHK di Jawa Barat adalah karena kontrak kerja yang selesai, terutama di industri padat karya," jelas Firman.
Oleh karena itu, tingginya angka PHK tidak selalu mencerminkan krisis di sektor ketenagakerjaan. Sebagian besar kasus justru disebabkan oleh berakhirnya masa kontrak kerja secara alami.
Melansir dari Kompas.com, berdasarkan data dari Kementerian Ketenagakerjaan, jumlah pekerja terkena PHK di Jawa Barat pada Januari 2025 tercatat sebanyak 1.657 orang. Angka tersebut menempatkan Jawa Barat di posisi ketiga setelah Banten dan Jawa Tengah.
Pada Februari 2025, jumlah PHK di Jawa Barat melonjak menjadi 3.862 orang, menjadikan provinsi ini naik ke posisi kedua di bawah Jawa Tengah. Kenaikan signifikan terjadi pada Maret, ketika Jawa Barat menduduki posisi pertama dengan 1.288 kasus atau 25,83 persen dari total PHK nasional.
Meskipun masih mencatat jumlah tertinggi, tren PHK di Jawa Barat menunjukkan penurunan yang cukup besar. Dari 1.288 kasus pada Maret, angka tersebut turun menjadi 261 kasus pada Agustus 2025, sejalan dengan tren penurunan nasional dan tingginya daya serap tenaga kerja di wilayah tersebut.
"Secara jumlah, trennya memang menurun. Cuma memang dari segi jumlahnya tertinggi. Jadi wajar kalau 261 kasus se-Jabar, sedangkan jumlah perusahaan di Jawa Barat itu ada 230 ribu," ujar Firman.
Meskipun angka PHK di Jawa Barat masih tinggi, Gubernur Dedi Mulyadi menegaskan bahwa peluang kerja baru tetap terbuka. Dia menyebutkan bahwa beberapa investasi akan mulai beroperasi pada Oktober 2025 dan diharapkan menciptakan lapangan kerja baru.
Selain itu, Pemerintah Provinsi Jawa Barat sedang mempersiapkan sistem rekrutmen daring untuk mempermudah pencari kerja. Langkah ini diharapkan dapat membantu mengurangi dampak PHK dan mempercepat penyerapan tenaga kerja.
"Bisa saja di bulan Oktober ini kan saya akan launching untuk sistem pelayanan tenaga kerja online yang mulai rekrutmen karyawan di Indramayu. Tahun depan karyawan di Subang. Di Bekasi juga mulai rekrut," jelas Dedi, dilansir dari TribunJabar.id.
"Jadi ya memang ada yang berhenti, tetapi juga ada ruang untuk masuk," jelasnya.