kami juga melakukan analisa bukti-bukti elektronik untuk memperkuat peran dari masing-masing tersangka
Mataram (ANTARA) - Kepolisian Resor Kota Mataram menetapkan 12 orang tersangka kasus perusakan berujung penjarahan dan pembakaran gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat dalam unjuk rasa memprotes kenaikan tunjangan anggota DPRD pada 30 Agustus 2025.
"Telah ditetapkan tersangka sebanyak delapan orang dewasa yang telah melakukan perusakan dan penjarahan dan juga terdapat empat anak yang berkonflik dengan hukum," kata Pelaksana Tugas Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTB Ajun Komisaris Besar Polisi Ni Made Pujawati dalam konferensi pers di Mapolda NTB, Mataram, Rabu.
Terhadap para tersangka usia dewasa, Pujawati menerangkan bahwa pihaknya telah melakukan penangkapan dan penahanan. Untuk tersangka anak dalam status pelajar dipulangkan kepada orang tua masing-masing.
"Anak-anak yang berkonflik dengan hukum sudah dipulangkan, kemudian dalam pengawasan orang tua dan akan kami lakukan upaya diversi dalam rangka kepentingan yang terbaik untuk mereka," ujarnya.
Kepolisian menetapkan 12 orang sebagai tersangka dengan menerapkan sangkaan pidana yang tertuang dalam Pasal 170 ayat (1) KUHP dan Pasal 406 KUHP.
Pujawati menerangkan bahwa penetapan tersangka dalam kasus ini berangkat dari tindak lanjut laporan polisi nomor 17 pada 30 Agustus 2025.
"Atas adanya laporan polisi tersebut, kami mulai melakukan serangkaian kegiatan penyelidikan hingga penyidikan," ucapnya.
Dalam proses penyidikan ini, polisi memeriksa sedikitnya 17 orang dan menyita puluhan barang bukti yang terdiri dari barang atau benda yang digunakan untuk perusakan dan yang sudah mengalami kerusakan akibat aksi unjuk rasa tersebut.
"Dalam penyidikan, kami juga melakukan analisa bukti-bukti elektronik untuk memperkuat peran dari masing-masing tersangka," kata Pujawati.
Kepala Satreskrim Polresta Mataram Ajun Komisaris Polisi Regi Halili yang turut hadir dalam konferensi pers menegaskan pihaknya sudah mengidentifikasi peran masing-masing tersangka.
"Dari yang dewasa dan anak-anak, masing-masing sudah kami identifikasi perannya. Ada yang melakukan perusakan dan ada yang melakukan penjarahan. Ada sehari-hari mahasiswa dan ada yang bekerja jadi buruh. Jadi, tidak hanya mahasiswa, tapi ada buruh juga," ucap Regi.
Perihal kerugian akibat aksi anarkis tersebut, ia mengaku belum mendapatkan informasi dari pihak DPRD NTB. Namun, ada upaya kepolisian menghitung kerugian dari barang hasil jarahan dengan menggandeng pihak tafsir dari pegadaian.
"Kerugian di DPRD itu kami tafsir melalui barang yang sudah diambil, karena dari DPRD belum berikan berapa nilai kerugian negara atas perkara kejadian tersebut. Kami mendasari barang bukti yang sudah kami sita dan kami tafsir melalui pegadaian, totalnya kami masih proses," ujarnya.