Banjarmasin (ANTARA) - Kementerian Hukum (Kemenkum) RI mengingatkan menjiplak atau mengutip sebuah berita tanpa mencantumkan sumbernya adalah bentuk sebuah pelanggaran hak cipta terhadap karya jurnalistik.
“Pengambilan berita aktual, baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita, lembaga penyiaran, dan surat kabar atau sumber sejenis dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan secara lengkap,” kata Analis Hukum Tim Kerja Bidang Perumusan Kebijakan dan Peraturan Perundang-undangan Hak Cipta Ditjen Kekayaan Intelektual Kemenkum RI Achmad Iqbal Taufik di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Kamis.
Iqbal menyebut perbuatan itu (menyebut sumber) tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta sebagaimana ketentuan dalam Undang Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Selanjutnya, pembuatan dan penyebarluasan konten melalui media teknologi informasi dan komunikasi yang bersifat tidak komersial dan/atau menguntungkan pencipta atau pihak terkait, atau pencipta tersebut menyatakan tidak keberatan atas pembuatan dan penyebarluasan tersebut.
“Dua hal itu tidak melanggar sepanjang yang mengutip dan menjiplak konten berita tetap mencantumkan sumber dan atas persetujuan pemilik hak cipta,” tutur Iqbal.
Kemenkum pun mengingatkan bahwa dalam konten berita melekat hak eksklusif pada kantor berita atau penulis, yakni hak moral yang melekat secara abadi pada pencipta dan hak ekonomi untuk mendapatkan keuntungan atas ciptaan.
Namun demikian, Iqbal mengakui masih banyak tantangan dalam penegakan hukum kekayaan intelektual di industri pers, seperti pembajakan konten digital, kesulitan pembuktian, literasi penjiplak terhadap kekayaan intelektual sangat rendah, serta koordinasi lintas sektor yang masih rendah.
Kemenkum menilai pentingnya strategi sinkronisasi untuk mengatasi berbagai tantangan tersebut dengan beberapa langkah, yakni membutuhkan sinergi yang lebih kuat antara Kemenkum, Aparat Penegak Hukum (APH), Kementerian Komdigi, dan Dewan Pers, dengan menyiapkan mekanisme respons cepat untuk laporan pelanggaran digital.
Kemudian, edukasi bersama untuk meningkatkan literasi kekayaan intelektual, khususnya di provinsi yang memiliki skor indeks kemerdekaan pers (IKP) terendah. Terakhir, menyusun pedoman teknis penanganan sengketa hak cipta karya jurnalistik.