Artikel ini tentang bagaimana cara mengetahui identitas seseorang melalui tes DNA. Semoga bermanfaat.
---
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-Online.com -Tes DNA punya beragam manfaat. Salah satunya adalah untuk mencari tahu identitas seseorang. Dalam hal ini adalah mencari silsilah keturunan.
Pertanyaannya: bagaimana cara mengetahui identitas seseorang melalui tes DNA? Ini jawabannya.
Secara garis besar, tes DNA digunkan untuk menunjukkan dari mana leluhur kita berasal. Tetapi juga juga membantu menemukan anggota keluarga yang sebelumnya tak kita ketahui. Bahkan, tes ini bisa memperkirakan seberapa dekat hubungan kekerabatan kita dengan seseorang.
Alurnya, tes DNA biasanya dimulai dengan sampel air liur atau swab pipi. Dari sampel itu, para ilmuwan mengekstrak DNA dan menganalisisnya. 99,9% DNA manusia identik di seluruh dunia. Perbedaannya hanya 0,1%, dan justru bagian inilah yang memberi “jejak” tentang asal-usul, ciri fisik, dan hubungan keluarga.
Untuk membaca variasi DNA ini, ilmuwan menggunakan microarray, sebuah alat kecil berisi ribuan “titik” yang bisa mendeteksi variasi urutan DNA. Setiap variasi diturunkan dari leluhur kita, dan dengan membandingkannya dengan panel referensi (kumpulan data genetik dari orang-orang dengan asal-usul tertentu), para ilmuwan bisa memperkirakan dari mana nenek moyang kita berasal.
“Arrays itu sangat kuat, karena cepat, efisien, dan memungkinkan kami memilih penanda DNA sejak awal untuk memaksimalkan kemampuan membedakan apakah Anda lebih banyak memiliki garis keturunan Inggris, Tionghoa, atau Italia,” kata Aaron Wolf, ahli genetika populasi senior di perusahaan Ancestry.
Tidak ada satu penanda DNA tunggal yang bisa langsung menentukan asal-usul seseorang. Menurut Wolf, hasil yang akurat diperoleh dari gabungan banyak penanda. Semakin banyak penanda yang cocok dengan pola genetik suatu populasi, semakin yakin laporan asal-usul yang diberikan.
Bagaimana tes DNA mengetahui apakah dua orang berkerabat? Caranya mirip, tetapi kedua orang harus menjalani tes DNA. Algoritma khusus akan membandingkan DNA mereka untuk menemukan bagian yang identik. Para ilmuwan sudah mengetahui berapa banyak DNA yang biasanya dibagi oleh dua orang dengan hubungan tertentu.
Misalnya:
- Orang tua dan anak: berbagi sekitar 47,5%–50% DNA
- Kakek-nenek dan cucu, atau bibi/paman dengan keponakan, atau saudara tiri: sekitar 25% DNA
- Sepupu pertama: sekitar 12,5% DNA
Sepupu kedua: sekitar 3,13% DNA
Semakin banyak DNA yang sama, semakin dekat hubungan kekerabatan. Hasil tes biasanya menampilkan daftar kemungkinan hubungan, dari yang paling mungkin hingga yang lebih kecil kemungkinannya. Platform seperti Ancestry dan 23andMe membandingkan DNA kita dengan jutaan pengguna lain untuk membantu menemukan koneksi keluarga.
Untuk tes ayah biologis, prosesnya menggunakan STR (short tandem repeats) — bagian DNA yang berulang-ulang. Jika cukup banyak STR antara calon ayah dan anak yang identik, maka kemungkinan hubungan biologisnya sangat tinggi. Seiring bertambahnya jumlah orang yang menyerahkan sampel DNA, akurasi tes semakin meningkat.
Wolf menambahkan, “Kami terus mengembangkan fitur-fitur baru yang memberi individu resolusi lebih detail tentang di mana mereka bisa menghubungkan DNA mereka, sehingga lebih relevan dengan sejarah keluarga mereka.”
Tes DNA bukan sekadar alat untuk memuaskan rasa penasaran. Teknologi ini mampu mempertemukan keluarga yang terpisah, membantu mengungkap asal-usul, bahkan memberi wawasan kesehatan.
Sejarah tes DNA
Dari berbagai sumber disebutkan bahwa tes DNA dipelopori oleh ahli genetika University of Leicester, Inggris, Sir Alec Jeffreys, pada 1984. Ketika itu dia sedang menganalisis gen mioglobin daging anjing laut dan di situlah dia menemukan adanya sekuens DNA pendek yang berulang dan ternyata juga ada dalam tubuh manusia.
Dia kemudian sadar bahwapola pengulangan tersebut sangat bervariasi antara satu individu dengan individu lainnya. Timnya kemudian mengembangkan metode untuk menyarikan dan memvisualisasikan pola-pola ini. Dari situlah kemudian dihasilkan gambaran mirip kode batang yang khas untuk setiap orang, atau yang kemudian ia sebut sebagai sidik jari DNA.
Ketika itu ada kasus sengketa imigrasi. Jeffreys diminta tim pengacara membuktikan hubungan antara ibu dan anak lelakinya yang berasal dari Ghana yang paspornya dianggap palsu dan dia dilarang kembali ke Inggris. Lewat tes DNA sang ahli genetika membuktikan bahwa anak itu benar-benar benar-benar anak si ibu asal Inggris.
Sejak itu, nama Jeffreys mulai mencuat, terutama dalam kasus-kasus yang membutuhkan uji DNA. Termasuk sebuah kasus pembunuhan yang hampir tidak menemui titi temu.
Tes DNA terus disempurnakan, di antaranya dengan memperkenalkan metode polymerase chain reaction (PCR). Ini digunakan untuk menganalisis sampel DNA dalam jumlah sangat kecil. Metode ini berhasil digunakan untuk melacak dokter penampungan Nazi Josef Mengele yang "hilang" selama 40 tahun.