KH Zainal Mustafa, ulama Tasikmalaya yang gigih melawan Jepang hingga dieksekusi mati. Diganjar Pahlawan Nasional oleh pemerintah Indonesia.
---
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-Online.com -Kalangan agamawan juga punya peran penting dalam perjalanan kemerdekaan Indonesia. Di kalangan Islam, kita mengenal sosok KH Zainal Mustafa, seorang ulama dari Tasikmalaya, Jawa Barat.
Karena kegigihannya melawan pendudukan Jepang, KH Zainal Mustafa diganjar gelar Pahlawan Nasional. Bagaimana sepak terjang sang ulama?
Mengutip Kompas.com, KH Zainal Mustafa adalah ulama yang memimpin perlawanan terhadap Jepang di Singaparna, Tasikmalasa, Jawa Barat. Zainal Mustafa yang memimpin pesantren itu sebenarnya sudah mulai melakukan perlawanan sejak zaman Belanda yang membuatnya ditangkap dan dipenjara selama beberapa bulan.
Ketika Jepang datang, KH Zainal Mustofa kembali berjuang sebagai pemimpin perlawanan di Singaparna, hingga akhirnya dieksekusi pada 1944. Atas jasa Kiai Haji Zainal Mustafa, Pemerintah Indonesia telah menganugerahinya gelar pahlawan nasional.
KH Zainal Mustafa lahir pada tahun 1899, di Kampung Bageur, Cimerah, Singaparna, dengan nama Hudaemi. Setelah menamatkan pendidikan di sekolah dasar, dia melanjutkan studi ke beberapa sekolah Islam.
Karena itu, KH Zainal Mustafa pernah mendapat julukan santri kelana atau siswa pengembara. Di usia 20 tahun, dia mendirikan Pesantren Sukamanah. Nama Zainal Mustafa resmi dia sandang setelah menunaikan ibadah haji di Mekkah pada 1927.
KH Zainal Mustafa tercatat pernah menjabat sebagai Asisten Dewan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (NU) di Tasikmalaya.
Dia adalah ulama yang berpengaruh di lingkungannya. Karena kharismanya, dia pernah didekati oleh Belanda, yang memintanya untuk bekerja sama. Tapi KH Zainal Mustafa selalu tegas menolak dan secara aktif melakukan perlawanan terhadap Belanda.
Pada November 1941, dia ditangkap oleh polisi rahasia pemerintah kolonial Belanda dan ditahan karena dianggap memberontak. KH Zainal Mustafa dipenjara selama sekitar dua bulan di Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.
Tidak lama setelah dia bebas, masa pendudukan Jepang di Indonesia dimulai. Pada awalnya, Jepang bertindak baik karena KH Zainal Mustafa dianggap bisa membantu dalam mewujudkan semangat fasis, yakni menciptakan Kawasan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya.
KH Zainal Mustafa menolak permintaan Jepang, bahkan menekankan kepada para santrinya untuk tidak tergoda pada propaganda asing dan memperingatkan bahwa fasisme Jepang itu berbahaya.
Pada akhirnya, KH Zainal Mustafa melakukan perlawanan terhadap Jepang karena tidak mau melaksanakan seikerei, yaitu memberi hormat kepada Dewa Matahari dan kaisar Jepang dengan cara menundukkan badan ke arah matahari. Alasan Kiai Haji Zainal Mustafa menentang seikerei adalah tindakan itu menentang ajaran Islam.
Perlawanan KH Zainal Mustafa dimulai pada awal 1944. Rencana awalnya, para petinggi Jepang di Tasikmalaya akan diculik dan dilakukan sabotase terhadap saluran telepon agar para militer Jepang tidak bisa berkomunikasi.
Dia kemudian meminta santri-santrinya mempersiapkan apa pun yang bisa digunakan sebagai senjata. Mulai dari bambu runcing hingga golok hingga yang lainnya. Tapi sayang, rencana itu keburu ketahuan oleh Jepang. Mereka segera mengirim pasukan untuk menangkap sang ulama.
Tapi upaya itu gagal. Bukannya menahan, para pasukan itu yang justru ditahan di rumah KH Zainal Mustafa. Tapi mereka kemudian dibebaskan pada 25 Februari 1944.
Di hari yang sama, empat opsir Jepang datang ke rumah KH Zainal Mustafa. Mereka meminta sang kiai untuk segera menghadap ke otoritas Jepang yang ada di Kota Tasikmalaya. Tentu saja permintaan itu ditolak mentah-mentah dan berujung pada kericuhan di mana tiga opsir Jepang tewas sementara yang satu dibiarkan hidup untuk memberi ultimatum kepada Jepang.
Apa isi ultimatumnya? KH Zainal Mustafa meminta Jepang untuk memerdekakan Pulau Jawa.
Hingga akhirnya terjadilah pertempuran antara tentaran Jepang dan pasukan KH Zainal Mustafa. Buku-buku sejarah mengenal peristiwa itu sebagai Perlawanan Rakyat Singaparna. Sebanyak 86 santri gugur dalam peristiwa itu dan ratusan yang lainnya ditangkap dan dijebloskan ke penjara Tasikmalaya.
Ujugnya, sebanyak 23 orang, termasuk KH Zainal Mustafa, dinyatakan bersalah. Setelah itu, KH Zainal Mustafa divonis bersalah dan dieksekusi hukuman mati oleh Jepang pada 25 Oktober 1944. Gugurnya KH Zainal Mustafa menandai berakhirnya perlawanan rakyat Singaparna.
Pada 1973, baru diketahui makam Kiai Haji Zainal Mustafa berada di kompleks makam tentara Belanda di sekitar penjara Ancol, Jakarta. Pemerintah Indonesia telah memberinya gelar pahlawan nasional pada 6 November 1972 dengan Surat Keppres RI No. 064/TK/Tahun 1972, atas jasa-jasanya.