Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi III DPR RI Abdullah dalam sidang lanjutan uji materi terkait transfer data pribadi ke luar negeri di Mahkamah Konstitusi (MK) menjelaskan bahwa DPR hanya memiliki kewenangan dalam hal pengawasan dan persetujuan, bukan pada teknis pelaksanaan kerja sama.

“Kita belum mengetahui perjanjian detail secara teknis, kerja sama data sama Amerika Serikat. Itu kan satu sisi kita sebagai DPR, tugasnya hanya mengawasi dan menyetujui,” kata Abdullah sebagaimana keterangan tertulis di Jakarta, Selasa.

Adapun MK pada Selasa ini menggelar sidang lanjutan dengan agenda mendengar keterangan DPR dan Presiden untuk Perkara 137/PUU-XXIII/2025 yang dimohonkan oleh dosen ilmu hukum sekaligus advokat, Rega Felix.

Dalam perkara itu, Rega selaku pemohon mempersoalkan konstitusionalitas norma Pasal 56 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP).

Rega, dalam permohonannya, menilai, pasal-pasal itu tidak menempatkan kedaulatan rakyat sebagai pemilik kedaulatan data pribadi yang sejati.

Menurut dia, transfer data pribadi hanya dianggap sebagai persoalan teknis yang tidak berdampak pada rakyat.

Perkara itu diajukan Rega menyusul kesepakatan transfer data pribadi antara Indonesia dan AS sebagai bagian dari perjanjian perdagangan timbal balik. Dia memandang, kesepakatan transfer data dari Indonesia ke AS dilakukan tanpa ada mekanisme persetujuan rakyat sehingga menyebabkan kerugian konstitusional.

Terkait persoalan itu, Abdullah menyebut hingga kini belum ada penjelasan teknis detail mengenai skema kerja transfer data Indonesia ke AS akan dilaksanakan. Selama perjanjian teknis belum dirampungkan, DPR hanya akan menjalankan fungsi pengawasan.

Dia menyebut jika nantinya terbukti berpotensi mengancam keamanan data warga negara, DPR akan meminta agar kerja sama tersebut dibatalkan. “Kalau DPR mengawasi ketika memang tidak aman, kita sampaikan, batalkan. Tugasnya mengawasi saja,” ucapnya dalam keterangan tertulis.

Sementara itu, di dalam persidangan, Abdullah menyampaikan Pasal 56 UU PDP ditujukan sebagai dasar transfer data pribadi ke luar wilayah NKRI. Pasal tersebut mengamanatkan bahwa dalam pertukaran data pribadi, pemerintah harus memastikan adanya perlindungan yang mumpuni dari negara tujuan kerja sama.

“Hal ini telah menjadi perhatian pembentuk undang-undang dalam proses penyusunan UU a quo (UU PDP, red.). Dalam catatan risalah pembahasan UU a quo, kesetaraan pengaturan perlindungan data pribadi [telah] dibahas,” jelas dia.