Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra mengatakan pemerintah tidak akan melarang penerbitan buku-buku dengan ideologi tertentu, termasuk yang berhaluan kiri.
Yusril menyampaikan hal itu saat merespons pertanyaan wartawan terkait penyitaan buku sejumlah aktivis oleh kepolisian buntut gelombang aksi demonstrasi di berbagai daerah yang berujung kerusuhan pada akhir Agustus lalu.
“Tidak ada implikasi bahwa pemerintah akan melarang penerbitan buku-buku, itu tidak terjadi,” ujar Menko Yusril di Kantor Kemenko Kumham Imipas, Jakarta, Jumat.
Pemerintah, imbuh dia, sudah sejak lama bersikap terbuka terhadap buku. Selain itu, Kejaksaan Agung juga sudah lama tidak menjalankan kewenangan untuk melakukan pembredelan terhadap media dan buku.
Hal itu, tuturnya, dibuktikan dari banyaknya buku dengan berbagai macam ideologi dewasa ini, tidak terkecuali paham kiri. “Tidak ada yang dilarang, jadi pemerintah tidak melarang buku-buku apa pun yang diterbitkan,” kata dia.
Bagi Yusril, penyitaan buku yang dilakukan polisi dalam beberapa waktu terakhir bukan merupakan indikasi negara akan membatasi bacaan masyarakat. Ia menyebut penggeledahan dan penyitaan buku dari tempat tinggal aktivis semata-mata bagian dari penyelidikan.
“Itu sebenarnya hanya untuk pendalaman bagi kepentingan penyelidikan, untuk melihat apa latar belakang semua ini, ada keterkaitan dengan pihak lain atau tidak?” ucapnya.
Lebih lanjut ia mengatakan pemerintah sedang mendalami paham anarko, yang menurut dia sering diungkapkan pihak kepolisian, tetapi kurang dipahami oleh masyarakat. Ia pun menyebut paham tersebut tengah dikembangkan melalui media elektronik.
“Pengikut-pengikutnya ada di mana-mana dan itu juga bukan hanya kekhawatiran kita, [melainkan] kekhawatiran banyak negara juga … itu yang sedang dipelajari oleh pemerintah, tapi sekarang kita tahu ideologi tidak bisa dilarang, ideologi itu dia hidup saja,” ucapnya.
Sebelumnya, Kementerian Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa penyitaan buku oleh aparat kepolisian dalam penangkapan aktivis terkait kasus dugaan penghasutan aksi demonstrasi tidak sejalan dengan semangat demokrasi dan HAM.
Pernyataan itu disampaikan Staf Ahli Bidang Penguatan Reformasi Birokrasi dan Legislasi Kemenham Rumadi Ahmad dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (23/9), merespons penyitaan buku aktivis literasi di Kediri, Jawa Timur.
“Langkah tersebut tidak sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto bahwa dalam penanganan aksi, aparat harus memperhatikan HAM, khususnya sebagaimana diatur dalam Pasal 19 International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR),” kata dia.